12. Aroma Minyak Telon

79 3 0
                                    

     Araya masih menggunakan korset dan mengkonsumsi obatnya. Sakitnya pun sudah sangat jauh berkurang, hanya sesekali nyeri itu pun jika posisi duduknya salah.

     Pagi itu tak lagi hujan. Terakhir hujan yaitu tadi malam, mungkin berhentinya di tengah malam. Walau sudah tak hujan, tapi hujan sukses meninggalkan banyak genangan air di banyak tempat. Bahkan terjadi banjir di beberapa lokasi. Syukurnya matahari bersinar sangat terang. Teriknya matahari di pagi itu sangat membantu warga yang kebanjiran untuk mengeringkan barang-barang yang telah terendam air.

     Banyaknya genangan air setinggi semata kaki di jalan membuat siapa pun yang melintasinya harus melaju sangat pelan. Takut jika sepatu dan kaos kakinya terkena air, Araya mengangkat kakinya hingga tergantung dari pijakan motor. Terlihat lucu memang, tapi setidaknya kakinya tak terkena cipratan.

     Araya melewati Lapangan Merdeka yang sudah tampak seperti danau buatan. Ada banyak orang di sana. Mereka mengambil gambar atau sekadar melihat-lihat sambil duduk santai di taman.

     Meski jalanan banjir, tapi kondisi di sana tak macet sama sekali. Ya, Kota Langsa jauh dari kata macet. Namanya juga kota kecil.

     Araya tiba di parkiran rumah sakit. Seperti biasa Pak Kamil menyambutnya sambil mengarahkannya ke area kosong untuk memarkirkan Scoopy butut miliknya. Ia parkirkan motornya di samping motor N-Max yang tanpa sebab membuatnya menjadi cemas. Ia begitu sepertinya karena mendadak kepikiran Evan. Pasti dikarenakan melihat N-Max, soalnya Evan juga mengendarai motor seperti itu.

      Acemlah nanti waktu ketemu Bang Evan.

     "Rumah sakit gak ada yang banjir kan, Pak?" tanya Araya seraya membuka helemnya. Helem gratis waktu membeli Scoopy bututnya itu.

     "Kamar rawat inap di bagian belakang banjir loh, Araya." jawab Pak Kamil sambil merapikan letak motor.

     "Berarti parah juga banjirnya ya, Pak? Gak pernah-pernah kita kebanjiran."

     "Ya parah lah. Hujannya kan awet kali. Hampir 2 hari juga hujan."

     "Tapi alhamdulillah hari ini udah gak hujan ya, Pak."

     "Ia, alhamdulillah kali."

      "Makasih banyak, Pak." itu suara tukang parkir yang lain.

      "Dimakan terus pak, selagi hangat. Baru di goreng itu."

      "Ia pak, makasih pak."

     Jantung Araya langsung berdebar dengan membabi buta. Ia dikagetkan dengan keberadaan Evan di sana--yang baru saja membagikan satu bungkus cemilan berupa roti goreng ke tukang parkir. Sebelumnya Evan juga sudah membagikan roti goreng itu ke satpam RS dan kini Dokter tampan itu tengah menghampiri Pak Kamil.

     Araya yang masih bersama Pak Kamil rasanya ingin segera pergi dari sana, tapi akan terlihat aneh jika ia pergi begitu saja sedangkan baru saja ia sudah saling membalas tatapan dengan Evan.

     "Eh, Pak? Cepat kali datangnya?" tegur Pak Kamil yang memang super ramah dengan siapa pun. Evan membalas pertanyaan itu dengan senyuman.

     "Ini roti goreng pak. Masih hangat. Dimakan ya pak."

     Tampaklah barisan gigi kuning Pak Kamil.

     "Wah, makasih banyak pak. Lumayan dingin-dingin begini enaknya sambil ngemil."

     "Nah, betul itu pak. Kalau begitu saya masuk dulu ya pak." hendak melangkah, Evan menatap Araya sambil berkata. "Ayuk masuk. Sudah mau jam 8, kamu kan harus absen."

DOKTERKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang