4. Arya dan Araya

59 3 0
                                    

     Tadinya Araya telihat murung karena hujan turun tepat ketika ia tiba di rumah. Syukurnya hujan berhenti di pukul 4 sore. Wajahnya langsung sumringah. Ia jadi bersemangat untuk mandi—karena biasanya di hari libur ia jarang mandi.

     Sore itu ia mengenakan celana kain longgar panjang berwarna hitam dengan kaos lengan panjang berwarna hitam juga. Ia sedang memilih jilbab bergo yang digantung di hanger. Pilihan akhirnya juga jatuh ke warna hitam.

     "Mau kemana kau? Mau ngelayat?" Ovi sahabat satu-satunya sudah berada di dalam kamarnya.

     "Astagfirullah. Bikin kaget aja kau ini. Kapan kau masuk kamarku?" ya, Araya beneran kaget. Bagaimana tidak? Secara tiba-tiba ada wanita tinggi besar berdiri tak jauh darinya.

     "Aku udah kentut beberapa kali pun kau tetep gak sadar. Apa kurang besar suara kentutku? Ntah apa pun yang ko pilih? Jilbab cuma 5 warna, bergo semua lagi."

     "Bukan gitu. Aku pengen pake jilbab hitam, tapi ntar hitam semua pakaianku."

     "Ya janganlah hitam lagi. Kau pake aja yang pink itu."

     "Gak suka pink aku."

     "Kalo gak suka kenapa kau beli! Udah cepatlah. Dah jam 5 ni. Dari jam 4 aku datang, belom siap-siap juga kau."

     "Ya sori lah. Berak tadi aku. Cem gatau aja kau. Jarang-jarang aku berak, sekali berak ya dah pasti lama."

     "Heleh, banyak kali cakap kau. Udah ayok, kau pake teros itu jilbabmu."

     Sore ini ada pertandingan basket di lapangan SMA 1. Pertandingan persahabatan antar sesama tim basket yang ada di Kota Langsa. Sebenarnya dulunya Araya dan Ovi pernah menjadi atlit basket ketika mereka masih duduk di bangku SMA. Meski sekarang tak bermain lagi, tapi mereka masih sangat menyukai basket.

     Dulunya mereka bergabung bersama tim basket Langsa Platinum dan sore ini adalah jadwal tim itu bertanding. Tentu saja mereka ingin menyaksikan pertandingan itu.

     "Tante, kami pergi dulu ya." Ujar Ovi di saat melewati Buk Rina yang sedang menonton acara gosip di televisi.

     "Ya hati-hati. Sebelum ngaji di masjid pulang terus."

    "Oke tante."

     "Acem anak-anak aja diingatin kayak gitu." Gumam Araya super pelan, eh ternyata Buk Rina tetep dengar.

     "Gak ada orang dewasa yang saking asiknya makan lontong sampe gak sadar ikannya dicuri kucing." Balas Buk Rina cukup telak.

     "Duh ma.. Itu sebenarnya bukan sepenuhnya salah Aya. Mungkin mamanya aja yang kurang sedekah sama kucing. Jadinya diambil paksa sama mereka."

     "Kok malah ceramahi mama pula."

     "Yaudahlah, kami pergi dulu. Pusing lihat mama. Asik marah... Aja."

     "Gimana gak marah, punya anak udah tua tapi tetep aja gak bisa diandalkan. Haa, setiap kita bicara pasti pergi. Udah gak ada lagi sopannya."

     Araya sudah sangat bersemangat karena sebentar lagi dirinya akan tiba di lapangan basket tempat di mana dulunya ia berlatih. Sudah sangat lama, mungkin sekitar 12 tahun yang lalu.

     Tetapi dirinya harus merelakan scoopy butut miliknya teraniaya karena terpaksa membonceng Ovi—sang sahabat yang berpostur super besar.

     "Kayaknya keretamu kempes!" Teriak Ovi tepat di samping telinga Araya yang tertutupi helm.

     Araya berusaha mengendarai motornya dengan tenang, walaupun ia sudah sangat ngenes. "Badanmu yang kelewat berat!"

     "Mana pula. Gak berat-berat kali lah."

DOKTERKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang