6. Terpana Pada Pertemuan Pertama

53 3 0
                                    

     Araya duduk di meja makan dengan lesu. Hampir setengah jam mencari kaos kaki di kamar gosok, kaos kakinya yang sebelahnya lagi tak juga ia temukan. Buk Rina pun juga ikut membantu, tapi tetap tak ketemu.

     "Yasudah, pakai kaos kaki yang lama saja." Tutur Buk Rina yang baru saja meletakkan piring di meja makan. Biasanya Araya membantu ibunya menyiapkan sarapan, tapi karena sedang bad mood dikarenakan kaos kakinya yang hilang sebelah, Araya hanya duduk lesu di meja makan.

     "Yang lama udah kendor loh ma." Meski bad mood, Araya tetap menyendok nasi goreng yang tadinya Buk Rina masak.

     "Pakaikan karet biar gak turun kaos kakinya."

     "Ih, mama ini ada-ada ajalah. Malu lah ma."

     "Yasudah gausah pakai kaos kaki. Repot kali."

     Karena sedang mengunyah, Araya hanya komat kamit tanpa bersuara. Masih terlalu pagi untuk berdebat sama ibunya.

     "Bang Anto! Ini nasi gorengnya udah siap." Teriak Buk Rina memanggil suaminya yang masih saja asik di halaman belakang.

     "Ia sebentar." Sahut suaminya.

     Ada kebun dan kolam ikan di halaman belakang rumah Araya. Semua itu diurus sama Pak Anto, ayahnya. Kebunnya tak besar, tapi kolam ikannya yang besar. Isi kolamnya juga tak hanya ikan, tetapi ada juga biawak. Luar biasa kan?

     Ikan yang diperlihara Pak Anto ada 3 jenis. Ikan gurami, lele, dan gabus. Mengenai biawak, itu bukan peliharaannya. Tak tahu mengapa dan tak tahu dari mana asalnya. Yang jelas, ada banyak biawak di dalam kolam ikan itu. Kolamnya tak kecil ya, kalau berani, berenang di situ pun bisa.

     Sedangkan kebun, ada banyak tanaman yang ditanam Pak Anto. Seperti cabai rawit, pohon papaya, pohon pisang, dan pohon jeruk keprok. Sebenarnya pohon jeruk santang madu juga ada, tapi tak berhasil tumbuh.

     Tanaman lainnya juga ada. Seperti pohon jeruk purut—yang daunnya sering dibutuhkan Buk Rina untuk memasak. Daun temuru, daun salam, daun kunyit, daun pandan, jahe dan kencur pun ada. Mungkin itu sebabnya, diumur Pak Anto yang sudah mencapai 67 tahun, tubuhnya masih sehat bugar. Bersepeda pun masih sangat kuat. Alhamdulillah.

     Buk Rina pun tak lagi muda. Ibunya Araya itu sudah berumur 62 tahun. Tapi rupanya masih cukup cantik. Kalau kata Pak Anto sih, karena istrinya itu rajin sholat tahajud dan duha. Maka itu wajah Buk Rina tetap awet muda dan berseri. Masya'allah.

     Araya sudah selesai sarapan. Pagi ini dia menghabiskan 2 piring nasi goreng, karena kebetulan Buk Rina masaknya agak banyak. Selesai sarapan, ia keluarkan scoopy bututnya ke teras rumah. Meski butut, mesinnya tetap harus di panaskan.

     "Kumohon jangan meledak kau ya." Ujarnya ke motor bututnya itu.

     Tapi memang dasar butut, tetap saja meledak.

     "Memang batat kali kau ya. Gak pernah mau dengar kata aku."

     "Nanti Aya pulang jam berapa?" Tanya Pak Anto yang baru saja menghampirinya di teras bersama sepiring nasi goreng di tangannya.

     "Belum tau pa. Soalnya hari ini masuk dokter baru. Kenapa pa?"

     "Biar papa bawa ke bengkel. Gak sanggup juga papa dengar si butut ini meledak setiap hari."

     "Liat nanti lah pa. Kalau bisa pulang, nanti siang pulang sebentar."

     Araya mulai berangkat menuju RS tempat di mana ia bekerja. Ada banyak anak sekolah di jalanan. Ada yang menumpangi sudek/sudako (sebutan untuk angkot di Langsa), dan becak bermotor. Tetapi yang terlihat lebih banyak anak sekolah yang mengendarai sepeda motor. Hanya beberapa yang terlihat diantar dengan keluarga mereka.

DOKTERKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang