13. Berjalan Bersama di Bawah Lampu Remang

74 2 1
                                    

     Absen pulang baru saja Araya lakukan. Seraya melangkah menuju parkiran, Araya cek sisa uang jajannya di hari itu. Ada selembar uang 10 ribu dan selembar 5 ribu. Total uang jajannya yang tersisa yaitu 15 ribu.

     "Belikan onde-onde atau lumpia goreng ya? Mama sih sukanya onde-onde, tapi papa lebih suka lumpia goreng. Beli lumpia palingan cuma dapet 7 potong. Gapapa lah ya, lumpia goreng aja. Onde-onde kan mama sering beli."

     Araya melaju bersama motor bututnya menuju pusat jajanan yang berada di tengah Kota Langsa. Sejak siang hari lokasi itu sudah dipenuhi pedagang yang rata-rata menjual makanan ringan hingga makanan berat seperti lontong malam.

     Penjual lumpia goreng berada di pertengahan jalur, berdekatan dengan martabak durian yang dulunya jajanan favorit Araya. Tapi sejak Buk Rina mulai memberanikan diri mengolah durian--buah yang sangat dibencinya--Araya tak pernah lagi jajan martabak itu. Lagi pula jika beli, isi duriannya sedikit sekali. Jauh lebih puas jika ibunya yang masak sendiri.

     Jalanan di sore itu tampak padat. Mungkin karena saat itu jadwalnya orang kantoran pulang. Meski begitu tak macet sama sekali. Kalau pun jalanan ada hambatan, itu juga hanya di bagian perempatan saja. Cukup menunggu beberapa detik, jalanan akan lancar kembali.

     Araya tiba di rumah. Dilihatnya Pak Anto sedang menyirami tanaman di teras rumah. Sedangkan Buk Rina sudah duduk berdampingan di teras rumah tetangganya, Buk Memei lah orangnya.

     Kedua ibu-ibu itu sedang mengunyah mangga muda dengan cocolan berupa garam dan cabai rawit hijau. Mereka mengobrol sambil sesekali mengernyit karena merasakan asam dari si mangga muda.

     Kenapalah itu ibu-ibu. Ngidam atau acemana? Gak pernah-pernah cemilin mangga muda.

     Araya masukan Scoopy bututnya ke teras rumah. Meninggalkan jejak kotor di atas keramik rumahnya.

     "Pa, ini lumpia goreng."

     "Alhamdulillah. Sore ini papa gak ada cemilan. Mamamu ntah apa itu, gak pernah-pernahnya pengen mangga muda. Udah asik berduaan dengan si Memei." Lalu Pak Anto melanjutkan. "Gimana pinggangnya? Udah gak sakit lagi kan?" Tanya Pak Anto yang kini sedang mencabut rumput liar yang ada di dalam pot tanamannya.

     "Udah engga sih, Pa. Cuma ya itu, duduknya harus dijaga. Jangan sampe salah posisi." Jawabnya setelah membuka helemnya.

     "Korsetnya pake aja terus. Aya, tolong ambilkan papa minum. Pakaikan es batu ya. Taruh di botol minum sepeda papa aja."

     Baru juga duduk di kursi.

      Sambil ngedumel dalam hati, Araya melangkah menuju dapur.

     Malam harinya ia ke rumah Ovi lagi. Kali ini ia naik Scoopy. Sebelum ke rumah Ovi, ia singgahi kedai Bang Bambang untuk membeli Indomie.

     "Wah, sejak kapan jual mie Sakura bang?" Ia senang bukan main ketika melihat mie instan merek Sakura ada di rak kedai itu. "Mie Sakura sih legend kali. Dulu seingat Aya, jaman SMP makan ini."

     "Udah semingguan loh. Aya aja yang gak pernah liat ke rak mie."

     "Aya beli 5 bungkus deh. Nih sama telur 6 butir. Berapa semua bang?"

     "Mienya 15 ribu, telurnya 12 ribu. Totalnya 27 ribu deh.."

     Kamfret memang. Mahal kali.

     "Harga telur naik bg? Perasaan terakhir kali beli telur 10 ribu masih dapat 6." Protes halus darinya, tapi tetap saja keluarkan uang dari saku celananya.

DOKTERKU SUAMIKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang