Episode 4

29 7 0
                                    

1st POV.

Hari pertama sekolah, aku diantar oleh Shinichi dan Bibi Yukiko. Awalnya berjalan biasa saja. Pelajaran juga normal.

Hingga suatu hari, seseorang menumpahkan jus diatas makananku ketika jam istirahat. Dia berumur 13 tahun, dan berasal dari kelas reguler.

Dan bukan pertama kalinya ia melakukan hal buruk seperti ini. Sudah banyak siswa jalur akselerasi yang menjadi korbannya. Kebanyakan mereka berumur 10 tahun, atau 11 tahun.

Padahal jarak umurnya tidak jauh, tapi ia tidak segan dengan adik kelasnya. Hanya karena ia iri dengan seseorang yang lebih baik darinya. Bocah menyedihkan.

Ingat, mentalku sudah 25 tahun, oke?

Sudahlah, hanya membuang energi menghabiskan waktu dengan bocah freak sepertinya. Segera aku membereskan barang-barang ku dan melenggang pergi.

"Cih, lihatlah dia. Setelah ini, pasti akan mengadu pada para guru. Percuma saja. Kau tidak akan bisa menangkapku, hehe!"

Oho~ guru-guru sudah disuap ternyata. Pantas saja sebelumnya kasus kasus pembulian anak-anak kelas akselerasi, mereka diam saja.

Lihatlah, akan ku perlihatkan, kekuatan anak kecil yang sesungguhnya!

....

2nd POV.

Bruak!

Suara berisik itu terdengar dari belakang gudang sekolah. Awalnya kukira itu hanya petugas kebersihan yang membereskan barang-barang di sana.

Namun, ketika pulang sekolah, aku terkejut melihat bercak darah di sana. Sial, siapa orang bodoh yang melakukan ini? Mereka merusak nama baik sekolah saja.

Setelah itu, aku ke ruang klub karate untuk menemui Ran. Katanya bocah itu menemuinya.

Namun, yang kulihat ketika sampai disana adalah, pemandangan (Y/n) terjatuh ke dalam pelukan Ran. Tampak nafasnya tak beraturan.

"Ran! Apa yang terjadi?!"

"Aku tidak tahu. Dia hanya berkata ingin bersamaku sampai pulang. Aku heran karena dia mencoba menutupi seluruh wajah dengan rambutnya. Ternyata ia menyembunyikan semua ini."

"Bagaimana ini, Shinichi?" Tampak Ran yang panik melihat berbagai luka di kepala dan lengan (Y/n).

Aku menggertakkan gigi, lalu menyuruh Ran. "Tenanglah, Ran. Bawa saja bocah ini ke rumah sakit. Sisanya serahkan padaku."

Ran mengangguk dan segera berlari menggendong (Y/n) ke rumah sakit. Sialan... Semoga Bibi Natsuko tidak mendengar hal ini.

....

(Y/n) membuka mata, dan meraba bau obat-obatan di sekitarnya. "Dimana... Ini?"

"(Y/n)! Kau sudah bangun?" Kaa-san mendekap tangan (Y/n) ketika melihat tangannya mulai bergerak.

Sebentar, kaa-san, matanya sudah terbuka. Mengapa menanyakan hal yang tidak berguna itu?

Setelah ia menenangkan diri dan diberi obat oleh dokter, aku segera bertanya. "Siapa yang membuatmu seperti ini?"

Hening.

Ia tampak tidak mau membahas semua ini.

Karena tak segera dapat jawaban, tou-chan mengganti pertanyaan. "Kalau begitu, apa (Y/n) sering mengalami hal ini sebelumnya?"

Tampak ia sedikit tersentak, dan menunduk. Tangannya mencengkeram erat selimut. Lalu, ia menggeleng pelan dengan ragu-ragu.

Ran tampak ingin menangis. Bukankah ini berarti. Sebelumnya ia sering mendapatkan perlakuan seperti ini? Dan dia diam saja?

Aku mendecak sebal, dan menatapnya penuh kesal. "...dasar bodoh..!" Segera aku berjalan keluar ruangan.

Sialan! Siapa yang berani-beraninya melukai bocah itu, lihat saja nanti.

Tap!

"Shinichi, tenanglah." Tangan Tou-chan menggenggam pundak ku.

Menghela nafas sejenak, "Ada apa, Tou-chan?"

"Kau marah? Apa itu artinya kau mulai menyayangi (Y/n)?" Goda Tou-chan tersenyum.

Aku memalingkan wajahku. "Tidak. Bukan berarti aku menyayanginya. Aku hanya tidak suka dengan orang yang buang-buang waktu dengan rasa iri nya yang tidak berguna itu."

Mata Tou-chan meneduh. "Sabar sejenak. Aku tahu ini mengesalkan. Kali ini kita biarkan dulu."

"....apa?"

....

1st POV.

Sudah dua hari sejak kejadian itu. Shinichi dan yang lainnya tampak tidak bereaksi apa-apa. Yah... Biarlah. Orang dewasa memiliki cara masing-masing untuk menyelesaikan masalah.

Aku memegang keningku yang diperban. Ini adalah hasil dari mereka yang membenturkan kepalaku ke tembok.

Sakit? Iya. Tapi sudah terbiasa.

Reaksiku di rumah sakit bukan sekadar akting belaka. Di kehidupan yang lalu, aku juga mendapat perlakuan seperti ini. Hanya saja saat itu aku tidak berdaya karena tidak punya koneksi.

Bersyukurlah sekarang aku punya antek (keluarga) yang bisa diandalkan.

Jika kau playing victim dengan orang tuamu, maka aku juga akan playing victim dengan orang-orang ku. Fufu...

....

Sudah beberapa hari setelah kejadian itu. Hingga kini, perlakuan mereka semakin menjadi. Sudah banyak lecet dan lebam di balik baju seragam (Y/n). Tapi mereka (Shinichi, dan yang lain) belum terlihat melakukan apa-apa.

'Benar. Menahan sedikit lagi pun bukan masalah.' batinku sedikit meringis dengan luka baru di lututku. Aku harus berhati-hati agar tidak terlihat terlalu pincang.

Bukan tanpa alasan, aku berakting baik-baik saja. Tapi, di mata orang dewasa, anak kecil berusia delapan tahun yang berpura-pura kuat akan terlihat menyedihkan sehingga sebagian besar orang akan bersimpati. Ini berdasarkan tesisku di masa lalu.

Mungkin akan memakan waktu. Tapi proses inilah yang paling efektif untuk memukul telak pelakunya. Jadi kita hanya perlu kembali melawan dengan bermain victim juga.

Disaat aku fokus untuk menahan rasa sakit ku sembari berjalan pulang, Ran memelukku dari depan. Ia menangis begitu kencang.

Hei, bikin sesak...!

Meski begitu, aku tidak berani mengatakannya. Aku bukanlah seseorang yang setega itu merusak suasana ini.

Dalam diam aku hanya menepuk pelan punggungnya dengan pelan. Yah, agak gemetaran, sih. Ingatlah jika lututku masih terluka! Menahan beban badanku sendiri sudah sulit. Begitu saja ditubruk dan dipeluk oleh orang (Ran) ini.

"Ran. Kau tidak peka atau bagaimana. Anak itu terluka." Ketus Shinichi ikut berjongkok menyamakan tinggi dan menunjuk pada lututku.

"Akh! Maaf. Aduh, aku ambil antiseptik dulu." Ran segera mengusap air matanya dan bergegas ke ruang UKS.

Tiba-tiba tangan Shinichi menepuk kepalaku dengan lembut. "Kau berjuang dengan baik."

Hah?

....

3rd POV.

Seketika (Y/n) sweatdrop. Pantas saja penanggulangan kasus ini sedikit membutuhkan waktu. Shinichi dan Yusaku perlu mengumpulkan bukti-bukti dan merekam beberapa pembulian yang terjadi padaku.

Sehingga, mereka terpaksa diam saja, meski setelah itu mereka (Yusaku dan Yukiko) menangis histeris dan minta maaf serta mengobati luka-luka yang ada di tubuh (Y/n).

'Ya ampun.. mereka berlebihan ..'

Beruntungnya, (Y/n) mendengar Shinichi berkata, "tenanglah. Mereka akan mendapatkan ganjarannya."

Diam-diam, (Y/n) menantikannya. 'Kuharap, itu terjadi dengan sangat memalukan.'

Skip Class (Acceleration!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang