Episode 6

22 5 0
                                    

Besok adalah hari puncak pembalasan (Y/n). Hari ulang tahun Kepala sekolah.

Diam-diam (Y/n) tersenyum manis (baca: menyeringai). Tentu, tanpa sepengetahuan orang lain.

'Aku tahu ini agak kekanak-kanakan, tapi rasanya mendebarkan melihat orang yang menyakiti kita kena ganjarannya.'

'Setidaknya, perasaan ini semata-mata untuk pembalasan diriku dan Nam Ji Kyung di masa lalu.'

Memang sekarang (Y/n) masih merasakan sakit kepala itu secara berkala tapi, hatinya berkata (Y/n) akan mengikhlaskan nama Nam Ji Kyung dalam hatinya.

Meski kenangan Nam Ji Kyung terkenang dan sering berputar di dalam memorinya, (Y/n) lebih menganggapnya sebagai peringatan Nam Ji Kyung, bahwa Nam Ji Kyung ada di masa lalunya.

Nam Ji Kyung yang kesepian, yang hanya memiliki sosok Kakek dan Nenek untuk selalu menemaninya dalam keadaan suka dan duka, gelap maupun terang, asam atau manis.

(Y/n) akan terus mengingat Nam Ji Kyung, dan melihatnya seperti kakak perempuan yang selalu menemani (Y/n) dimanapun (Y/n) berada. Di keadaan suka dan duka, gelap maupun terang, asam atau manis.

(Y/n) ingin perasaan Nam Ji Kyung yang tersakiti oleh orang lain terbalas, dan menorehkan luka untuk orang yang menyakitinya. Bukan luka fisik memang, setidaknya itu akan melukai harga dirinya. (Y/n) sudah cukup puas dengan itu.

....

"Baik, pemeriksaannya sudah selesai. Anak baik, kau patuh sekali. Ini, ada permen untukmu." Ucap dokter yang memeriksa kondisi (Y/n) secara berkala memberikan permen dari balik sakunya. Yah, tipikal dokter anak.

Tersenyum tipis, (Y/n) dengan senang hati menerima permen itu. Memang tidak terlihat jelas, tapi mata (Y/n) terlihat berbinar begitu menerima permen itu. Membuat dokter dan Yusaku yang kini menemaninya tersenyum senang.

'Bagus, stok permenku bertambah tanpa mengeluarkan tambahan uang.'

....nyatanya isi hati (Y/n) tak sesederhana yang mereka pikirkan.

....

"Kau senang?" Paman Yusaku menggandeng (Y/n) yang terus berbinar menatap permennya.

(Y/n) mengangguk dengan semangat. Sekalipun suaranya tidak keluar, tapi senyum (Y/n) terus tersungging. Membuat Yusaku yang melihatnya ikut gembira.

"Kau suka permen?"

Mendengar kata 'permen' masuk ke pendengarannya, (Y/n) segera menoleh ke arah Yusaku dan menatapnya dengan mata yang bersinar.

Kekanakan memang. Tapi, ingatan Nam Ji Kyung yang tertanam di diri (Y/n) membuat kebiasaan berhematnya tumbuh. Mendengar perkataan Yusaku yang seperti akan membelikan 'pereda rasa sakit kepala'-nya dengan sukarela, tak sadar membuat (Y/n) bertingkah seperti anak kecil.

Sembari tersenyum lebar, Yusaku berkata, "baiklah. Setelah kau sembuh nanti, akan kuberikan permen sebanyak yang kau mau."

(Y/n) mengangguk. Kali ini sambil berkata, "arigatou!" Dengan senyum manisnya.

....

Hingga akhirnya hari yang ditunggu-tunggu tiba. Para anak kelas akselerasi berbaris di barisan yang cukup terpisah dengan barisan kelas reguler.

Berbagai sambutan dan rangkaian acara, hingga akhirnya tampak beberapa petugas (yang menyamar) tiba-tiba menyerobot dan menyergap salah seorang guru. Tentu beberapa guru lainnya tak luput disergap.

Hingga salah seorang inspektur berkata, "kalian ditangkap! Atas tuduhan penyalahgunaan wewenang dan kekerasan kepada anak dibawah umur!"

"Apa?!"

"Apa-apaan ini?!"

"Hei! Lepaskan tanganmu!"

"Pak! Tampaknya ada kesalahpahaman! Saya tak pernah-- akh!!'

"Diam!" Ketus inspektur itu menyelonong dan menghampiri kepala sekolah.

"Maaf mengganggu acara sekolah anda. Kami datang atas...." Tampak kepala sekolah kebingungan dan kewalahan dengan kedatangan inspektur.

'yah... Setidaknya itu bukti bahwa kepala sekolah tidak bersalah. Dia hanya dikelabui oleh oknum yang saling bersekongkol dan tidak bertanggung jawab. Kepala sekolah hanya pak tua yang tak tahu apa-apa.'

(Y/n) termenung dan membatin melihat semuanya. Tampak beberapa murid kelas akselerasi yang tampak senang dengan penangkapan itu.

"Permisi, tuan polisi. Saya tahu bahwa ada kasus penyalahgunaan wewenang. Tetapi, kenapa Ayah saya harus ditangkap juga?"

Ah benar. Yura. (Y/n) tidak ingat marga anak itu, tapi dialah biang kerok dari segala penindasan di sekolah ini.

Meski (Y/n) mencoba mengingat, tapi kalau diingat-ingat (Y/n) juga tidak begitu kenal dengannya. 'Yah, lagipun, dia bukan tokoh penting.' Batinnya malas.

Tampak inspektur itu mengamati wajah Yura. Hingga berkata, "maaf nak. Tapi kau juga akan kami tahan atas dakwaan penindasan murid. Mohon kerjasamanya."

Langsung saja, Yura disergap oleh petugas lainnya (yang datang bersama inspektur) dan dibawa ke mobil tahanan.

"T-tuan..." Kepala sekolah kebingungan. Ia tidak tahu sama sekali mengenai kejadian ini. Beberapa bulan terakhir, ia hanya menerima laporan di rumah sakit akibat kesehatannya yang memburuk.

Meskipun begitu, kepala sekolah tak tega melihat anak didik yang bersekolah di sekolah ini ditahan. Menurutnya, anak-anak tetaplah anak-anak.

Yura yang tidak terima, segera memberontak dan meraung gila. "Akkh!!! Aku tidak bersalah!! Lepaskan tanganmu! Kau tahu! Ayahku punya kuasa disini! Lepaskan!!! Atau anakmu tidak akan bisa bersekolah di sini!!"

Kepala sekolah yang awalnya ingin membela Yura segera berhenti.

"Apa ada yang ingin anda katakan, Tuan?" Inspektur berbalik melihat kepala sekolah.

Dengan wajah mantap, kepala sekolah berkata, "tidak. Tidak apa-apa. Anak itu memang pantas mendapat ganjarannya."

"Sebelum itu, Inspektur, saya boleh bicara kepada Ayah Yura?" Inspektur mempersilakan.

"P-pak! Ini kesalahpahaman, Pak! Saya tidak pernah melakukan penyalahgunaan wewenang!"

Segera saja, kepala sekolah meninju wajah Ayah Yura. "Ya ampun... Aku yang sudah renta ini jadi mengeluarkan tenaga lagi. Sudah Pak inspektur. Saya sudah selesai dengan urusan saya."

Seketika beberapa petugas langsung memberikan jalan. Mereka merinding melihat salah satu terdakwa sampai mimisan hanya dengan tinjuannya.

"Ya ampun... Orang-orang jaman sekarang bagaimana sih mendidik anak? Memang siapa dia mengatur sekolahku? Hingga melarang mereka masuk sekolah ini."

"Sepertinya aku terlalu lembut dengan karyawan ku. Mulai sekarang, akan kutunjukkan, siapa atasan dan pemilik dari sekolah ini. Huh!" Gerutu kepala sekolah.

"B-baik. Terimakasih Tuan." Segera, inspektur menyelesaikan penangkapan dan proses investigasi.

Ya, aku termasuk orang yang diinvestigasi. Mengingat aku salah satu korban.

Yah... Tentu, kubumbui dengan sedikit drama. Begitu investigasi dimulai, mereka menanyaiku begini begitu, dan ketika aku berusaha mengingat bagaimana mereka memperlakukanku, tubuhku akan gemetar secara otomatis.

Karena tak tega, akhirnya inspektur segera menyudahi sesi wawancara ku. Tentu, sandiwaraku berlangsung hingga aku pulang.

Dan sekarang, sakit kepalaku kambuh lagi. Sepertinya merancang skema jahat dengan otak kecil ini akan membuatnya merengek.

Ya ampun. Kukira menjadi aktris akan mudah, nyatanya tak segampang itu.

----------------------------

Maaf! Kepencet up fanfict 'Idol' tadi! Seharusnya up yang ini:)

Hiks, saking gak fokusnya. Gara-gara galau kena lihat Eugeo mati di SAO Alicization:(

Semoga, season depan Eugeo bisa diidupin lagi...
Kali aja, 'kan, kearsip di flughlight nya Kirito dan yang lain...

Hiks.. •́⁠ ⁠ ⁠‿⁠ ⁠,⁠•̀

Skip Class (Acceleration!)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang