IV. Tetangga

106 19 4
                                    

"Mau pergi kemana pagi-pagi sekali, Haein?" Jisoo mengusap matanya sembari menyadarkan tubuh pada ambang pintu, sayup-sayup melihat Haein hendak masuk ke dalam mobil di kejauhan.

"Aku ada urusan sejenak," Haein lantas duduk pada kursi kemudinya. Namun, laki-laki itu tiba-tiba berbalik dan menghampiri kembali Jisoo, "Aku sudah menyiapkan segelas susu vanila untukmu. Sudah kuletakan di atas meja makan. Jangan lupa untuk meminumnya selagi masih hangat."

Setelah pandangan Jisoo lebih jelas, ia tersenyum tipis mendengar perhatian Haein dan melirik segelas susu di atas meja sekilas, "Lain kali tak perlu melakukannya lagi, aku takut merepotkanmu. Aku bisa membuatnya sendiri, Haein. Tapi terima kasih karena sudah membuatkannya untukku."

"Tak apa, aku tak merasa direpotkan." Haein ikut tersenyum melihat wajah Jisoo yang cantik tanpa polesan apapun. Gadis itu memiliki wajah yang murni indah dari segala sisi bahkan meskipun dia baru bangun tidur dengan rambut yang masih acak-acakan.

Haein teringat sesuatu, wajahnya berubah serius secara signifikan, "Jika ada seseorang mencurigakan datang kemari, jangan bukakan pintu untuknya. Aku tampaknya akan pergi hingga petang menjelang, pastikan kamu dengan Jennie selalu berwaspada dengan keadaan sekitar. Jika perlu, kunci pintu dan semua jendela yang ada."

"Siap, komandan!" Seru Jennie yang tiba-tiba muncul diantara mereka berdua sambil bergaya hormat kepada sang dokter.

"Good girl. Mau menitip sesuatu?" Tanya Haein dan tentu mendapat ekspresi bahagia dari Jennie.

"Bawakan aku pizza boleh? Harus ukuran yang large." Jennie nampaknya sudah tak canggung sama sekali dengan Haein. Berbeda halnya dengan Jisoo, dia masih malu-malu bahkan hanya untuk berbicara dengannya. Jisoo masih menganggap Haein sebagai seniornya yang harus ia hormati dan tak boleh bertingkah kelewat batas.

Haein mengacungkan jempolnya ke arah Jennie. Ia lalu menatap Jisoo kembali, "Kamu mau apa, Ji?"

"Tidak perlu repot-repot. Aku tinggal meminta sepotong pizza dari Jennie sudah lebih dari cukup. Hati-hati saat diperjalanan nanti." Jisoo sedikit berucap dengan malu dan kaku.

Haein kembali tersenyum, ia lantas berjalan kembali ke mobilnya dan meninggalkan rumah penginapan.

Melihat mobil Haein perlahan menghilang, Jisoo lantas menuju dapur dan menatap segelas susu vanilla yang ditutup menggunakan penutup gelas. Masih terasa hangat, itu membuktikan bahwa Haein baru saja membuatnya. Ia meneguk minumannya dengan nikmat, sedangkan Jennie kini tengah memanggang roti dalam alat pemanggang.

Jennie menyandarkan tubuhnya pada tepi meja di samping alat pemanggangan itu, ia melihat Jisoo yang tengah menghabiskan susu buatan Haein, "Ji, kapan kamu membuka hatimu untuk orang lain? Ini sudah tiga tahun semenjak kejadian hari itu."

Jisoo menyeka bekas susu pada sudut bibirnya serta menutup gelas kosong itu dengan penutupnya kembali, "Kenapa bertanya seperti itu tiba-tiba, Jen?"

Roti yang telah matang pun timbul dari pemanggangnya, Jennie mengambil keduanya menggunakan capitan lalu meletakkannya di atas piring dan membawa selai strawberry ke atas meja dimana tempat Jisoo duduk sekarang. Gadis itu menyodorkan salah satu roti panggang tadi kepada Jisoo, "Bukan apa-apa. Hanya saja kurasa kamu perlu membuka hati kembali. Usiamu sekarang sudah menginjak 22 tahun. Apakah sesulit itu melupakan kejadian di masa lalu hingga membuatmu sulit untuk menjalin hubungan dengan orang baru?"

Setelah Jisoo menerima roti darinya, Jennie mengoleskan rotinya sendiri dengan selai kesukaannya itu, "Aku sudah mencoba untuk berusaha men-comblangkanmu dengan banyak laki-laki, Chaeyoung mencoba untuk menjodohkanmu dengan teman luar negerinya, bahkan Lisa sampai memperkenalkan sepupunya padamu. Tapi semua sia-sia, kamu menolak semua laki-laki yang kami kenalkan. Tidakkah ada keinginan sedikitpun untuk mengenal laki-laki lagi? Tidak semua orang sama sepertinya, Kim Jisoo."

Beauty Creatures [Jaesoo]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang