Voice 2.0

4.9K 382 109
                                    

"Haru aku datang"

Haruto mundur satu langkah dan menatap tajam netra serigala lelaki tan di depannya. Jeongwoo hendak melangkah lebih dekat namun Haruto mengangkat tangannya., menyuruh dirinya berhenti.

'Mau apa kesini? Tau darimana aku disini?'

Menangkap reaksi yang tidak sesuai bayangannya, Jeongwoo jelas bingung. Haruto di depannya seolah tidak menyukai kehadirannya, sunggguh berbeda dengan pengakuan laki-laki manis itu di surat yang ia baca.

"Kakek" jawab Jeongwoo. Haruto terdiam sejenak dan menatap gugup Jeongwoo. Pasti Jeongwoo sudah membaca suratnya.

'Mau apa kesini?'

"Ru, kita bicara bisa?"

'Aku bisu. Kamu mending pulang, aku nggak mau ketemu kamu.' Jeongwoo menghela nafas panjang, terlalu bingung dengan reaksi dingin Haruto saat ini.

"Ru--" ucapannya terhenti ketika telunjuk si manis mengarah ke arah pekarangan, seolah menyuruh Jeongwoo untuk pergi. Netra bulat itu juga menatapnya gusar seolah terganggu dengan kehadirannya.

Haruto yang melihat Jeongwoo masih tetap di posisinya pun berbalik dan pergi meninggalkan lelaki tan itu sendirian. Jeongwoo hendak menyusul sebelum suara wanita di belakang menghentikannya.

"Nak Jeongwoo, bisa kita bicara?"

Jeongwoo menoleh dan tersenyum canggung. Ia kembali menatap kepergian Haruto dan memilih duduk di samping bunda mantan kekasihnya. Wanita itu tersenyum hangat kepadanya dan mulai berbicara

"Maafkan kelakuan Haru, ya" ucapnya memulai pembicaraan. Bunda Haruto melihat semuanya dan dirinya pun mengerti Haruto hanya belum siap bertemu dengan Jeongwoo.

"Kecelakaan yang menewaskan kedua orangtuamu dan tantangan berhadiah. Itu faktor utama Haruto tidak mau bertemu dengan kamu, nak. Dia belum bisa berdamai dengan kejadian itu. Apa yang papanya perbuat sudah sangat membuat Haruto tidak punya wajah untuk bertemu dengan kamu,apalagi permainan itu, Haruto malu.," Jeongwoo menghela nafas panjang. Dia bahkan sudah total melupakan kejadian kelam yang ia alami. Mengikhlaskan papa dan mamanya pergi, menganggap takdir Tuhan memang sudah seharusnya begitu.

"Saya bahkan sudah melupakan itu, tante. Saya baca surat yang kakek berikan dan itulah kenapa saya langsung kemari" Wanita paruh baya itu tersenyum manis dan mengusap pundak lebar laki-laki muda di sampingnya.

"Iya, saya tau. Haruto hahh saya,suami saya, Jihoon dan Hyunsuk sudah kuwalahan meyakinkan Haruto untuk melupakan semuanya. Tapi anak itu, bunda nggak ngerti lagi. Intinya anak itu sayang kamu, sayang banget kalau nggak sayang, dia pasti dari dulu menerima tawaran Jihoon untuk operasi donor pita suara karena sejujurnya dokter bilang kalau pita suara punya kamu itu sudah rusak total dan hanya tiga persen kemungkinan bisa sembuh. Tapi kamu tau dia bilang apa?" Jeongwoo menggeleng pelan.

"Aku nggak papa kok bund. Kalau ini diganti, aku nggak punya sesuatu yang berhubungan sama Jeongwoo. Aneh kan? Tapi itu yang Haruto bilang ke bunda"

"Saya harus gimana tante?" Sang bunda tertawa pelan.

"Dekati saja. Anak itu nggak lama bakal luluh, percaya sama bunda. Terlalu cinta dia sama kamu, Jeongwoo. Kamu yakinkan dia, kalau kamu yang ngomong dia pasti dengerin" Jeongwoo mengangguk. Wanita itu berdiri dan menatap teduh ke arah laki-laki yang di cintai putranya.

"Ayo, ke taman belakang. Ini waktunya Haruto menemani adik-adiknya makan siang." Jeongwoo mengangguk dan mengekori bunda Haruto.

Sesampainya di taman belakang, Jeongwoo tertawa pelan melihat bagaimana kuwalahannya Haruto ketika harus berlarian dan membujuk dua atau tiga anak untuk makan. Sang bunda sudah lebih dulu bergabung dan kini Jeongwoo berjalan menghampiri Haruto yang duduk dengan wajah memelasnya.

Jeongharu Oneshoot Compilation (Mostly Based on Songs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang