"kaveh tunggu!!!"
Lelaki bersurai abu-abu itu segera bergerak mengejar tetapi tangannya terhenti oleh gadis yang masih bersikeras memaksanya untuk menjadi pacarnya. Gadis itu benar-benar menahan tangan Haitam, matanya sangat keliatan tekad yang tak cepat luntur.
"Faatin, tolong lepaskan tangaku.. ada urusan yang lebih penting ini," ucap haitam sambil berusaha melepaskan tangan
Gadis itu menggelengkan kepala dan menolak permintaan itu,
"Memang urusanmu itu lebih penting dari permintaanku untuk jadi pacarmu?" Tanyanya dengan nada sedikit tinggi dengan adanya kesan paksaan.
Alhaitam menghela nafas,
"Ya.. urusan ini lebih penting. Tolong sekarang lepaskan aku," ucapnya sambil menahan perasaan gelisah ketika dia menyadari kaveh sudah menghilang di tengah keramaian kota.
Faatin yang mendengar penolakan itu merasa tersinggung dan emosi,
"Bisa-bisanya- ?! baiklah kalau begitu... Aku akan melepaskanmu kali ini, Alhaitam tapi bukan berarti urusan kita selesai disini,"
Dan dengan segera Haitam langsung berlari meninggalkan gadis itu sendirian. Dia berlari dengan secepat yang dia bisa sambil meringis kesakitan ketika tangan yang barusan di genggam erat itu tangan yang masih tahap recovery.
"Cih"
Alhaitam mengkecap sambil melirik tangannya yang meninggalkan bekas merah dari genggaman itu.
Di dalam kamar asrama, lelaki blonde itu sudah tak lagi ingin berbicara dengan siapapun termasuk temannya yang dari tadi menghiburnya.
"Kaveeeh.. ayolaah jangan ngambek donk~ setidaknya copot-copot baju dulu dan mandi biar kepalamu dingin..." Ucap lelaki berambut hitam sambil duduk di pinggiran kasur.
Kaveh hanya menggeleng-gelenhkan kepala sambil terus membenamkan wajah di bantalnya. Dia tak ingin berbicara dengan siapapun. Perasaannya terlalu kacau hingga dia gak tau harus bagaimana.
"Kaveeeh... Yuk jangan marah-marah.." ucap tighnari sekali lagi sambil menarik-narik tangan kaveh biar dia berdiri dan tak tenggelam dalam emosi tak stabilnya.
Emosi yang tak stabil membuat kaveh langsung menepis tangan dari temannya yang tanpa sengaja nyaris menampar tepat di wajah temannya.
*Plak*
Suara tamparan yang terhenti oleh seseorang yang juga menahan tangan itu. Tighnari yang sudah memejamkan mata sebagai respon akan dirinya tertampar itu perlahan membuka matanya dan melihat siapa yang menahan tangan kaveh.
"Ah? Haitam? Sejak kapan kau-?"
Tighnari gak percaya sang pemilik kamar satunya sudah datang dan tepat waktu menyelamatkan dirinya. Tanpa basa-basi Alhaitam langsung meminta tighnari untuk memberikan mereka waktu sendiri dan segera dia ijin pamit.
Sebelum dia pergi, tighnari berbisik,
"Tolong jangan kasar sama dia.. dia masih lelah, Haitam,"
Haitam mengangguk dan menunggu temannya meninggalkan kamar.
Pintu kamar tertutup dari luar dan mereka akhirnya memiliki waktu bersama. Haitam masih memegang tangan yang nyaris melukai temannya sendiri dengan membabi buta. Dia perlahan duduk di ranjang kasur,
"Kaveh, lepaskan bantal yang menutupi wajahmu itu. Ini semua salah paham," ucap haitan dan kaveh hanya menggeleng dan berusaha melepaskan tangannya.
"Gak! Salah paham apaan!!! Aku liat dengan jelas kalo cewek itu mau sama kamu dan kamu memang tidak menolaknya!" Balas kaveh yang masih marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Bawah Atap yang Sama (Al-Haitam x Kaveh)
Fanfiction"aku pikir.. rasanya semalam aku memimpikanmu deh, Haitam," ucap lelaki pirang itu sambil tertawa geli membahas betapa konyolnya apa yang sedang ia ucapkan. entah perasaan seperti apa yang akan mereka jalani setelah cukup lama menjadi teman belajar...