SEMPAT tercengang Riri, mengetahui murid saingannya itu telat sekolah. Sebelum akhirnya Riri berkacak pinggang didepan mereka semua. "Kalian lagi, kalian lagi, bosen Gue liat kalian" Riri menghembuskan nafas kasar.
"Kita masih sanggup buat Ibu Riri primadona sekolah tercinta marah-marah" Tobi tersenyum lebar. Dibalasnya Tobi oleh Riri, Dia tersenyum lebar "makasih tapi Saya udah marah-marah barusan" Riri berbalik dan berjongkok untuk menulis pada buku hukuman dilantai. Riri menyelipkan sebelah rambutnya ditelinga agar lebih ringkas.
"Berarti gak marah banget dong?" Tobi menyahut kembali. "Hmm bisa dibilang begitu.." Riri mengangguk dan membuka satu persatu halaman. "Sama siapa Bu?" Abra bertanya, "sama siapapun yang mengganggu ketenangan hidup Gue"
Riri mulai menghitung hukuman setiap siswa. "Ferdi sepuluh kali, Abra tiga kali, Tobi.. LU KEKNYA SETIAP HARI DEH BI"
"Iya apa bi?" Jawab Tobi. Riri melirik ke arah Tobi, " Alhamdulillah Stepi Gue kenalin ke sepupu Gue" jawab Riri tenang. "Jangan macem-macem Bu, Gue turunin saham Abang Lu" Abra hanya cekikikan.
"Silahkan.."
"Mahligai Alaska Dirgantara.." Riri bergumam. Meneliti setiap halaman, "sekali?!" Riri mengerutkan keningnya. "Kenapa, Al, kok bisa telat? Selama ini gak pernah telat, sekarang kok telat" Riri menulis dibuku. "Kenapa, jemput pacar dulu?" Riri bertanya dengan santai. Merasa tidak dijawab, Riri mendongak ke arah Alaska.
"Iya Al?"
"ASTAGHFIRULLAH!" Riri dikejutkan oleh Alaska yang berdiri menjulang disebelah dengan raut wajah datar. Riri memejamkan mata, untung kaya batinnya. Alaska menunjuk Abra, "Dia jemput Gue telat." Riri menoleh ke arah Abra yang berdiri kaku. "Padahal pacarnya dijemput Lisa" gumam Riri. "Kenapa sepeda Lo?" Riri menginterogasi. "Bengkel, diancurin adek" jawab Alaska dengan datar. Dia kembali ke posisi sebelumnya. Riri lagi-lagi menghembuskan nafas panjang.
Gadis itu berdiri tegap didepan siswa itu. "Hukumannya sesuai sama hitungan pelanggaran" Riri menatap mereka satu persatu.
"Abra hormat disini sampe nanti makan siang" Abra membelak, "panas Bu!" Riri memberikan kode untuk diam. "Ferdi bersihin kamar mandi belakang" Ferdi yang sedari tadi diam, menatap Riri aneh. "Hormat aja" jawabnya, Riri menggeleng. Tobi dan Abra cekikikan, "mampus nanti ditemenin Kunti" ejek Tobi. Berbeda dengan Alaska yang hanya diam. "Suruh anak OSIS temenin, Ri" Ferdi meminta belas kasih, "iya kalau gak lupa" jawab Riri enteng.
"RIRI!"
Abra dan Tobi semakin cekikikan. Karena kamar mandi belakang sangat-sangat kotor dan bau. Sering dipergunakan siswa untuk merokok atau bolos.
"Tobi, bersihin semua kamar mandi, sekaligus jadi tukang sampah seminggu" Riri menatap Tobi dengan senyuman. Ferdi tertawa dan juga Abra, "WOY GENTONG, ABIS INI LU TURUN LIMA BELAS KILO LU!" Abra menepok perut Tobi.
"RIRI LU BENER-BENER YE!" Tobi menunjuk Riri. "Stt... Diem Gue mau lanjutin" Riri berkedip pada Tobi. "Alaska.. nanti bantuin anak OSIS buat beresin lapangan ya?" Cowok itu mengangguk. "LOH, LOH ENAKNYA!" Abra terlihat tidak terima. "Dah balik! Kalian berdua cepet kerjain sekarang, Alaska balik kekelas!" Riri membubarkan mereka.
"RIRI BENER-BENER LU YE, GUE TURUNIN SAHAM ABANG LU YE!" Tobi berteriak ke Riri yang berjalan menuju lapangan MOS. "GAPEDULI TOBI!" Riri menjawab tanpa menoleh.
"RIRI, RI, RIRIIII"
Riri tetap berjalan dengan sepatu pantofelnya. Dan mengabaikan teriakan Tobi.
***
"Good job guys! Makasih kerjasamanya!" Riri berdiri dari duduknya. Akhirnya hari ini sudah selesai. Walaupun ada sedikit keributan, untungnya rekannya tidak mengeluh. "Sama-sama Riri!" Virda berteriak sambil menepuk pundaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kotak Pandora Masalalu
Teen FictionBacalah, setidaknya kalian mengerti, mengapa kematian seseorang bukan akhir dari segalanya. Bisa jadi, awal dari segalanya. Kedua, setidaknya kalian tahu, perasaan mungkin tidak bisa diutarakan. Melainkan dapat dibuktikan, tanpa ada ucapan, hadiah...