DIAM Riri hanya bisa diam disini. Memakan makanannya dengan setengah hati. Dan selama itu Mbok Tuti memperhatikannya dengan tatapan iba. Mbok Tuti tau semua sejarah yang ada di rumah Riri. Semuanya, karena beliau lah yang pekerja paling setia dengan Ibu dan Ayahnya. Mbok Tuti juga hampir tidak pernah keluar dan lepas dari jangkauan Ibu, bahkan selama ini Mbok Tuti masih belum mempunyai suami. Dikarenakan beliau tahu, pekerjaannya ini mempunyai beban yang berat. Dimana beliau harus menjaga rahasia terbesar keluarga Riri.
Dan Mbok Tuti mengetahui apa yang ada dipikiran Riri selama duduk disana. Semua tentang masalalu Riri. Fakta bahwa sebenarnya Papanya sekarang adalah Ayah sambungnya. Trauma masa kecilnya. Kepergian dua orang yang paling Riri sayang. Dan fakta setelahnya Dia kehilangan sosok Ibu nya yang dulu. Jati diri Ibu yang dulu, Riri kehilangan itu. Setelah Ayah meninggal, tiga bulan setelahnya Ibu menikah dengan sekertaris Ayah sendiri. Berkedok dengan 'amanah terakhir Ayah' tetapi Riri benar-benar tidak bisa menerima kenyataan itu. Karena Riri tahu apa yang sudah terjadi jauh sebelum Ayah meninggal. Seorang anak usia enam tahun yang melihat Ibunya sendiri berkhianat dan selingkuh dihadapannya. Dan itu adalah awal dari semua ketakutan terbesar Riri.
Hanya Mbok Tuti yang mengetahui, bahwa gadis itu menyeka air matanya diam-diam. Tangan Riri terasa berat untuk mengangkat sendok didepannya. Riri benci keadaan ini. Keadaan dimana Riri tidak dapat melakukan apapun saat melihat orang yang paling Dia benci sedang bergurau dengan orang yang Dia sayang. Ya, memang Riri yang paling tidak bisa menyembunyikan kemarahannya. Riri paling benci Papanya. Walaupun semua saudaranya sudah bisa menerima Papa, bagi Riri sembilan tahun tidak cukup baginya untuk menerima orang yang sudah menghancurkan Riri sampai sehancur-hancurnya. Memang Papa baik dengan Riri, tapi trauma Riri jauh lebih besar untuk dapat diungkapkan.
Disaat pandangan Riri mulai mengabur, dan badannya mulai bergetar. Riri tersentak karena suara Mbok Tuti. "Ibu maaf, ini tadi Mbak Riri kurang sehat. Kecapekan seharian disekolah. Boleh Saya antar Mbak Riri kekamar saja?" Mbok Tuti berkata sopan. Karena hanya perkataan Mbok Tuti saja yang dapat meluluhkan hati Ibu. Entahlah, kalau soal anak Ibu paling percaya dengan Mbok Tuti. Mungkin karena Ibu tidak pernah merawatnya dengan benar, begitu pikir Riri.
"Iya, sayang?" Ibu menatap Riri yang menunduk. Perlahan-lahan Riri mengangkat kepalanya, "iya" Riri berkata dengan suara bergetar. Sebegitu nggak taunya Ibunya bagaimana keadaan Riri, batinnya.
"Ayuk, Nduk" Mbok Tuti menuntun Riri berdiri. "Mbok, nanti angetin buburnyq ya?" Ibu berkata sebelum akhirnya Riri dan Mbok Tuti beranjak.
Riri dibantu dengan Teh Vida dan Mbok Tuti menuju kamarnya. Disepanjang jalan Riri hanya menahan tangis, dan akhirnya tersampaikan juga saat Dia terduduk dilantai kamarnya. Riri meraung, menjerit karena traumanya terus berdatangan. Mbok Tuti yang masih setia berdiri didepan pintu, menyeka air matanya. Sungguh, beliau sangat tidak tega dengan gadis yang Dia rawat dari kecil. Dia hanya bisa berdoa agar gadisnya mendapatkan orang yang dapat mengobati semua traumanya.
Mbok Tuti menghampiri Teh Vida yang duduk di kursi yang berhadapan langsung dengan layar yang dipenuhi cctv. Iya, cctv kamar Riri. Dan Teh Vida sejak Riri kembali ke rumah ini, Riri adalah tanggung jawab Teh Vida. Hampir 24 jam penuh Teh Vida mengawasi Riri. Dan terkadang Teh Vida sering muncul tiba-tiba disekolah Riri. Riri juga tahu, keberadaannya disekolah juga diawasi ketat oleh orang suruhan Ibunya. Walaupun Riri tidak tahu siapa saja yang mengawasi setiap pergerakannya.
"Nak kamu tau kan apa yang harus dilakukan?"
Teh Vida mengangguk, "Mbok tidak perlu khawatir, sudah empat tahun Saya mengawasi Nona Ardhi, jadi sepantasnya Saya sudah tahu apa yang seharusnya dilakukan disaat seperti ini, bukan begitu?" Teh Vida tersenyum manis. Mbok Tuti menghembuskan nafas, "nak, tolong jangan dikasih penenang Mbak Riri nya ya? Biarin Dia tenang sendirinya" Mbok Tuti menahan tangan Teh Vida yang mengambil suntikan penenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kotak Pandora Masalalu
Teen FictionBacalah, setidaknya kalian mengerti, mengapa kematian seseorang bukan akhir dari segalanya. Bisa jadi, awal dari segalanya. Kedua, setidaknya kalian tahu, perasaan mungkin tidak bisa diutarakan. Melainkan dapat dibuktikan, tanpa ada ucapan, hadiah...