Taman Tua #4

0 0 0
                                    

HAMPIR dua puluh menit Ibu tetap berada di posisi seperti itu. Dalam dua puluh menit itu pula, Ibu masih tidak kunjung mereda. Pelayan dirumah Ibu hanya dapat menyaksikan tangisan pilu itu dari lantai dasar. Mereka sadar atasannya ini di posisi yang sangat membingungkan. Dan mereka tidak ingin semakin mengacaukan perasaannya. Khususnya Bu Ann.

Bu Ann adalah kepala pelayan dirumah Riri. Namun masa kerjanya tidak selama Mbok Tuti. Semua orang dirumah Riri mendapat asistennya sendiri-sendiri. Dan jika Riri dengan Teh Vida, maka Ibu dengan Bu Ann.

Tangisan Ibu terdengar sangat memilukan. Semua orang yang mendengarnya pasti turut merasakan kepedihannya. Kecuali orang yang memandang Ibu dari ujung lorong. "Bahkan jika sisa hidupmu kau abdikan. Itu tidak akan dapat menghapus semua dosa-dosamu kepada gadis itu. Sebab tangisan pilumu tidak setara dengan trauma masalalunya yang tercipta karenamu" setelah itu Mbok Tuti beranjak dari tempat itu. Ibu memandang kepergian Mbok Tuti, perih hatinya semakin bertambah ketika melihat tatapan Mbok Tuti persis dengan tatapan kebencian Emak kepadanya bertahun-tahun silam. 

Padma Kahiyang, wanita desa yang hanya ingin hidup bekecukupan dengan merantau dikota. Yang ternyata dia hanyalah seorang ibu dan istri yang tidak baik. Kasarnya dia adalah manusia yang paling tidak layak untuk dikasihani. Sebab, sudah terlalu banyak dosa-dosa masalalu yang dia lakukan.

...

Layar ponsel Riri menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Itu berarti Dia telah mengurung diri sambil menangis selama lima jam. Kepala Riri terasa pusing bukan main, ditambah lagi ketika Riri menempelkan telapak tangannya di dahinya sendiri, Ia merasakan suhu badannya yang lumayan tinggi. Badannya lemas bukan main. Namun Riri memaksakan diri untuk bangun dan duduk di tepian kasurnya. "Bisa gila Gue lama-lama" Riri menggerutu, bosan sekali dikamar ini. Badannya lemas, tetapi dirinya juga berkeinginan untuk keluar dari penjara sementara ini. 

Dikarenakan tekadnya yang kuat, maka terpaksa Riri merogoh laci nakasnya untuk menemukan botol pil yang entah sudah keberapa kali Dia meminum itu. Setelah mendapatkan botol yang Dia inginkan, segera Riri mengambil dua pil dan meminumnya. Riri pernah berfikir bahwa dirinya termasuk dalam manusia yang sudah overdosis obat-obatan. Karena terlalu banyaknya obat yang Ibu dan Papa berikan kepadanya, Riri sampai tidak dapat menghitung seberapa seringnya Dia muntah-muntah secara tiba-tiba. 

Setelah dirasa tubuhnya dapat bangkit, Riri berusaha berdiri walaupun badannya begetar. Dia paksakan dirinya untuk mengambil mantelnya di walk in closet  walaupun butuh waktu lima menit sendiri untuk menuju kesana. Sehingga ketika pintu ruangan terbuka, dirinya buru-buru menyambar mantel broken white dan memakainya. 

Belum sampai dirinya keluar dari ruangan penuh barang-barang mahal ini. Teh Vida datang masih dengan jas hitam yang menjadi seragam pelayan dirumah Riri. Riri mengembuskan nafas panjang. Lagi-lagi Ia harus menghadapi posisi seperti ini. Teh Vida menggeleng kepadanya, Riri tahu persis Teh Vida melarangnya untuk kesekian kali. Riri paham betul ini semua demi kebaikan Riri. Tetapi Ia hanya butuh beberapa jam saja untuk mengistirahatkan pikirannya. Apapun resikonya Riri akan tanggung. Riri tidak peduli dengan omelan Ibu, pikirnya Ibu saja acuh dengannya selama ini. 

"Teh, I just need one hours. Setelah itu Aku balik dan mengurungkan diri in this fucking prison. Please give me a chance, i just need calm down. Jadi biarin Riri ya?" Riri menahan peluhnya. Jarang ada orang yang tau bagian diri Riri yang lemah ini. Semua tahu bahwa seorang Ardhiona Apsarini Adiratna Koesmala Putri adalah gadis yang tangguh. Dia jarang merendahkan badannya jika tidak ada yang pantas untuk dia perlakukan seperti itu. Hanya disinilah diri Riri yang lemah dan rapuh terus menerus muncul. Riri benci ini, Dia benci ketika Ia tidak dapat melawan rasa lemahnya. 

Kotak Pandora Masalalu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang