Prolog

57 20 0
                                    

Saat aku mulai sadar separuh wajahku menyentuh rerumputan yang lembap, belaian angin menyentuh punggungku membuatku hampir terlelap. Anggota tubuhku rasanya baru saja menyatu kembali, aku tidak tahu kenapa terbaring disini. Perlahan aku membuka mata, buram memandang sekumpulan objek hijau cerah terjela oleh angin, setelah mataku mulai fokus ternyata itu hanyalah himpunan pohon dengan daun yang terayun.

Aku bangun dengan tubuh separuh basah, air yang mengalir menggerayangi kulitku hingga barangsur jatuh ke tanah, aku melihat sekelilingku himpunan pohon mengitari tanah lapang sejauh mata berputar, seluas sebuah stadion. Sentuhan lembut cahaya pagi membuat tubuhku merasa nyaman, aku berjalan di atas rumput halus yang terasa basah. Aku melangkah ke arah tengah dan melihat ada dua bangunan persegi dengan tinggi di atas perut orang dewasa, bangunan itu berwarna putih, lebarnya hanya beberapa kaki. Selagi aku mendekatinya aku melihat ke atas langit dikelilingi pohon-pohon tinggi yang menutupi ujung hanya menampilkan bagian tengahnya saja.

Aku melihat bulan persis berada ditengah dan seakan tidak percaya ada benda langit yang melebihi bulan terhalang oleh pohon sehingga aku hanya dapat melihat setengahnya saja.

Setelah cukup dekat dengan bangunan yang aku tuju, aku melihat ada dua buah tombol pada masing-masing bangunan persegi itu, keduanya berwarna merah mencolok, yang satu dengan simbol perisai dan yang satunya dengan simbol pedang. Aku mendekat mencoba untuk memeriksanya; namun tidak kutemukan pesan apapun yang dapat menjelaskan kedua tombol tersebut. Pikirku, bagaimana jika aku menekannya.

"Selamat datang." Suara misterius.

Saat aku hendak menekannya ada sesuatu yang bersuara dari atas, membuatku tersentak kaget mengurungkan niat untuk menyentuh tombol itu. Menengadah ke atas, tidak kutemukan sumber suara itu hingga membuatku tidak yakin keberadan suara tersebut.

"Jangan takut." Suara itu muncul lagi, kini aku yakin! dia berbicara mengunakan bahasaku. Suara itu bergemuruh dari atas langit.

Aku merinding ketakutan terdiam untuk sejenak; mencoba memberanikan diri lalu bertanya pada suara tak berwujud, "Siapa anda?" Masih banyak yang mengganjal pikiran ku, namun aku perlu tahu terlebih dahulu dengan siapa aku berhadapan.

"Nenek moyang kalian." Balasnya.

Aku bukan tipe orang yang mempercayai takhayul tetapi dengan fenomena yang saat ini sedang terjadi membuatku ragu dengan sudut pandangku. Aku bukan orang yang taat pada Tuhan, tidak pernah kuambil pusing perkara akhirat sementara perutku menjerit meminta makan, aku hanya menghadapi masalah yang terjadi pada hidupku.

"Tempat apa ini?" Saat kulontarkan pertanyaan itu seketika aku merasa takut pada kematian, dengan cara yang misterius pikiranku menganggapnya demikian, kulihat sekelilingku baik itu atmosfer, hutan tempat persembunyian bangsawan dari kerajaan hewan yang geraman-nya berpindah dengan cepat dari telinga kiri sampai ke kanan, atau langitnya yang tidak dapat aku pandang dengan bebas akibat pohon-pohon, menutupi objek bundar yang mirip seperti bola keranjang, sesuatu yang lebih besar.

"Tempat penciptaan adam." Angin berhembus menusuk kulitku yang basah, membuatku bergidik kedinginan, menurut sepengetahuanku Adam itu tercipta di surga, apakah saat ini aku berada di surga, apakah aku mati?.

"Adam yang kami maksud berada dalam diri Anda." Aku dibuat bingung dengan maksud perkataannya.

"Saya tidak mengerti maksud Anda, tombol apa yang ada di depan saya itu?" Aku menunjuk pada tombol merah yang ada di hadapanku.

"Tombol kehancuran Bumi."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The ButtonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang