Bab 7

21 18 0
                                    

Sesuatu tak kasat mata, menarik kami sampai keatas. Energi yang tidak dapat aku pahami, seperti gravitasi atau medan magnet, aku tidak tahu.

"Berhenti bermain-main!"

Rasanya menggelikan saat aku tidak menyentuh tanah, ada sedikit kesenangan dan ketakutan, ketegangan. Kami diangkat sampai melewati pucuk dari pohon-pohon tinggi, terlihat dari atas, tidak ada permukiman, yang ada hanyalah hutan, yang sangat luas.

Dan langitnya... tidak salah lagi... itu adalah Dyson Sphere! sebuah teknologi extraterrestrial yang sering aku lihat di yousufe! omg! orang-orang sinting itu pasti akan menangis melihat ini! tidak diragukan.

"Stella pegang tanganku!" Stella menjerit sangat kencang hingga telingaku ingin copot rasanya. Mungkin ini akan membuatnya trauma, aku jadi kasihan padanya.

"Hei! Turunkan kami! Aku berjanji akan membuat pilihan! Kumohon!" Benar-benar mengerikan! Aku pernah membayangkan rasanya terjatuh dari tebing, aku rasa mungkin saat baru saja terjatuh masih berada di atas jauh dari dasar, ada perasaan lega, perasaan itu mengarah pada kegembiraan emosi positif. Ketika berada di tengah, kecemasan mulai merasuk, ketakutan atau emosi negatif. Begitu hampir menyentuh dasar, pikiran akan kosong.

Mereka menurunkan aku... tapi tidak dengan Stella.

"Hei! Turunkan dia! AKU BILANG TURUNKAN!"

"Dia akan turun, setelah kau menentukan pilihan."

"Sial, apa yang harus aku lakukan..." Diam sejenak lalu aku melanjutkan, "Aku memilih Perisai, kumohon turunkan dia."

"Tekan."

Aku melangkah ke arah tombol dengan simbol perisai, aku memilih untuk menyerahkan diriku. Saat aku ingin menekan, dari belakang, ada tangan yang mencegahku, seseorang di belakangku. Aku menoleh ke belakang...

"Eh, kenapa kau berada disini?"

Kenapa Dea berada disini...

***

[Dari Pengamatan Dea]

Seusai dari kampus, aku menunggu di sebuah kedai yang tidak jauh dari Minimarket tempat Willy bekerja.

Sesekali aku melihatnya terlihat akrab dengan rekan kerja wanitanya. Saat pikiranku terganggu oleh perasaan tidak nyaman, seperti yang aku rasakan sekarang, cemburu, aku selalu menyekanya dengan kalung yang kita berdua punya.

Dulu saat kita semua pergi berwisata sekolah di Candi Borobudur, ada seorang nenek penjual batu akik yang menyeret Willy untuk melihat-lihat. Aku yang melihatnya merasa geram, nenek itu tidak mau melepaskan Willy sebelum dia membeli sesuatu darinya.

"Ah, tidak nek, sungguh..." Nenek itu memegang tangan Willy saat dia ingin pergi.

"Aku akan memberimu penawaran spesial," Nenek itu menatap, mengintimidasi, "Lihat, ini adalah Kalimaya, putih dan bersih seperti dirimu."

"Tapi, warna kulitku kan cokelat."

"Kau tidak paham, aku melihatnya! di dalam dirimu, jujur dan penuh kasih seperti Kalimaya. Batu ini dapat mendatangkan keberuntungan bagi yang memilikinya! Lihat coraknya! lihatlah anak muda!"

"Ah, oke, aku rasa harus memiliki satu." Dua buah kalung yang terdapat batu aneh diserahkan kepada Willy.

"Aku bilang sat..." Nenek itu menyela, "Totalnya dua ratus ribu. Tunggu sebentar..." Nenek tersebut berbicara dengan telfon, memalingkan muka pada Willy.

Tidak memberikan Willy kesempatan untuk bicara, nenek tersebut meminta uang.

Aku menghampirinya... "Nenek, dia bilang sat..." Nenek tersebut menyela, "Nah! pas sekali," Nenek menutup telfon, "Batu Kalimaya dapat meningkatkan rasa cinta! kalian berdua akan langgeng, jika masing-masing dari kalian memilikinya satu."

Orang-orang yang berlalu-lalang melihat kearah kami, membuatku merasa malu. Lalu akhirnya Willy membayar kedua-duanya.

"Willy, tidakkah itu keterlaluan?" Aku berbicara dengan kesal.

"Ya, menurutku juga begitu..." Kita berjalan menuju ke titik perkumpulan teman-teman sekelas, willy melanjutkan, "Tapi, itu kan sudah terjadi," Willy mengambil satu buah kalung dari plastik kemasan yang diberikan nenek itu, "Ini untukmu saja, aku tidak bisa memberikan ini pada ayahku atau rasa cintanya semakin menggila. Yah, aku tidak percaya juga sih sesuatu seperti itu."

"Apa kau serius? Aku tidak ingin memberatkan mu, aku ingin membayar untuk itu." Ucapku merasa tidak enak hati.

"Tidak, tidak usah, akhir-akhir ini aku banyak menghabiskan waktu untuk mencari uang, simpan saja untuk mu anggap saja itu hadiah dariku." Balasnya, aku merasa semakin enggan menerimanya.

"Willy! aku tidak suka itu." Aku memberinya uang dan bilang, "Aku memaksa!"

Aku menatap serius kearah matanya, lalu dia berkata, "Salahku, aku minta maaf, terkadang memberi pada orang yang tidak tepat, itu dapat melukai dirinya." 

Lalu aku menjawab, "Yup, itu maksudku." lalu aku melanjutkan, "Willy, mari kita percaya pada apa yang dikatakan nenek itu." Aku lega saat mengatakan itu, menarik tangannya yang besar, menuju ke puncak Candi; salah satu dari jutaan keajaiban dunia yang penuh akan misteri.

Aku selalu mengenakan kalung ini, kemanapun aku pergi.

Dan aku berpikir saat melihat rekan wanitanya; mungkin itu hanyalah komunikasi kerja.

Hari sudah malam, pemilik kedai hampir menutup tokonya. Aku menunggu dari jam enam sore, sampai sekarang jam sembilan malam.

Aku melihatnya keluar dari Minimarket bersama wanita itu.

Mereka membicarakan sesuatu, aku harus menghampirinya, firasatku tidak enak!

"Willy!" Saat aku memanggilnya dari jauh, sebuah cahaya muncul dari atas kepalanya. Aku berlari dan berteriak memanggil namanya...

Aku hampir mendapatkannya... lalu kemudian terseret oleh cahaya itu.

Saat aku membuka mataku... aku berada di sebuah hutan. Gelap dan sesak, mengacaukan pikiranku... melihat ilusi bahwa gadis itu... merebut Willy dariku. 

Mereka yang benci aku karena menganggap diriku sempurna, melakukan banyak hal yang membuatku menderita, hingga Willy bertarung untukku, memberiku lentera pada hutan yang gelap ini... seketika kalung ini bercahaya.

Menuntun aku keluar dari hutan.

***

"Dea, aku tidak berharap menemui kamu di tempat seperti ini." Ucapku.

"Huft... aku pikir juga begitu," ucapnya sembari merapikan poninya yang menghalangi, "tempat macam apa ini?" tanya dea, memandang tempat ini dengan leluasa.

Aku memberi tahu Dea tentang situasi kita dan segala hal yang aku tahu, kecuali tombol itu.

Aku menengadah dan berkata pada suara itu, "Hei! berjanjilah untuk membawa mereka berdua kembali ke Bumi dengan selamat."

"Kami berjanji."

"Dea, saat kita berada di dalam kereta... sebenarnya aku hanya ingin bilang; terimakasih sudah menjadi temanku." 

Sebuah portal terbuka saat aku menekannya...

Aku berjalan kearahnya.

Aku melihat Stella tidak sadarkan diri diturunkan dari atas.

Dea menagis dan berkata, "Will, kamu kejam sekali, padahal aku belum mengatakan apa yang ingin aku katakan!" kecewa, membentak-ku, menangis dan lanjutnya, "aku mencintaimu."

"Selalu, dan selamanya!" 

Aku berjalan kedepan, meninggalkannya yang menangis dibelakang...

Tidak ada yang perlu aku katakan, karena aku harus melindunginya...

Kini aku sedikit mengerti ayah.

The ButtonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang