Bab 16

4.4K 335 2
                                    

"Kamu yakin bercerai? Kamu udah nggak sayang sama aku?"

Evelyn masih ingat saat ia memilih tegas dengan keputusannya. Ia mengungkap seluruh fakta betapa tidak becusnya Ravindra menjadi seorang suami. Poin utama, Ravindra tidak bisa menafkahi Ivy, juga dirinya dengan layak. Saat itu ia benar-benar kelelahan dengan keadaan finansial yang carut-marut, juga sikap pasif Ravindra.

Ketika itu Ravindra hanya diam, tak menyanggah sedikitpun. Evelyn baru berhenti bicara saat Ravindra menutup kedua mata dan menangis tanpa suara di hadapannya.

Hanya bahu yang bergetar dan isak tangis yang berusaha ditahan setengah mati.

Suaminya menangis.

"Ma... af.
Maaf Eve..." Ravindra tertunduk kemudian menyeka air matanya yang berjatuhan.

Evelyn sempat tertegun saat melihat Ravindra menangis, mengingat dalam setiap pertengkaran ia selalu menjadi pihak yang menangis.

"Maaf Eve... ma... maaf," ucap Ravindra dengan terbata. Lelaki itu terlihat berusaha keras menguasai dirinya. Beberapa kali Ravindra menarik napas panjang.

"Aku tetep mau cerai." Saat itu Evelyn merasa hatinya mati total. Sudah terlalu lelah, berusaha mengerti kondisi Ravindra. Lelah, menjadi satu-satunya prajurit yang bertarung habis-habisan demi keluarganya. "Ini yang perlu kamu tahu." Evelyn menyodorkan sebuah amplop besar ke hadapan Ravindra kemudian segera berlalu dari hadapan lelaki itu.

Evelyn ingat, setelah itu ia mengunci diri di kamar Ivy. Ia bahkan sudah tidak bisa menangis lagi. Rasanya seumur hidup terlalu lama jika harus dihabiskan dengan laki-laki seperti Ravindra.

Hatinya merasa siap, meski ia ingin menangisi pernikahannya yang kandas. Evelyn tidak ingin lemah karena air mata Ravindra. Tidak.

Pasca bercerai, Ravindra sempat tiga hari mengurung diri di rumahnya sendiri. Sesuai kesepakatan, Ravindra akan kembali menempati rumahnya yang lama.

Ravindra kembali muncul di hari keempat setelah mereka resmi bercerai. Saat itu Evelyn melihat Ravindra sudah tampak baik-baik saja, meski wajah lelaki itu sedikit kuyu.

Saat itu ia sedang membantu Ravindra mengemasi barang-barang lelaki itu. Mereka berusaha tetap berinteraksi dengan wajar, meski tahu hati masih sama-sama hancur.

"Kapan terakhir kali kita ciuman?" tanya Ravindra tiba-tiba saat sedang memasukkan barang-barangnya ke dalam kardus.

Tentu saja Evelyn menatap heran. Sudah bercerai masih sempat-sempatnya membahas ciuman?

"Memangnya kenapa?" tanya Evelyn dengan wajah datar.

Ravindra yang sedang berjongkok tersenyum menatapnya. Senyuman pertama yang muncul dari wajah lelaki itu pasca putusan cerai mereka.

"Cuma mau bilang, kamu selalu jadi perempuan yang terbaik di hidup aku. Aku memang nggak pantes jadi suamimu. Tapi aku janji, aku akan berusaha memantaskan diri jadi ayahnya Ivy." Ravindra mengangguk seolah mengamini ucapannya sendiri.

Saat itu Evelyn tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Aku nggak akan kemana-mana," sambung Ravindra kemudian. "Aku tetep di sini, deket sama kamu. Kalau kamu perlu aku atau butuh laki-laki buat.... " Gerak bibir Ravindra tertahan saat tatapannya menajam.

"Maksud kamu?" tanya Evelyn dengan nada galak.

"Maksud aku...." Ravindra tampak gelagapan sebelum tersenyum jahil. Evelyn tahu, dalam sorot mata lelaki itu masih tergambar luka yang nyata. Namun entah bagaimana, Ravindra bisa mengesampingkan itu semua dan malah berniat menggodanya, hanya setelah empat hari pasca putusan cerai?

Mantan Lima Langkah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang