; prologue

94 10 5
                                    

.
.

Jalanan semakin sepi, malam ini angin berembus cukup kencang. Mengingat kalau sekarang memasuki musim dingin, banyak orang beramai-ramai menggunakan jaket tebal dan syal untuk melindungi diri dari dinginnya udara.

Kesalahan besar bagi Hye Yeon karena sepulang dari tempat kerjanya tak menggunakan jaket hangat, dan lebih sialnya lagi benar-benar tak ada kendaraan untuk gadis itu tumpangi. Malam yang sial.

Dengan berat hati, akhirnya perempuan kuncir kuda itu memutuskan untuk jalan kaki dari tempat kerjanya sampai ke rumah. Jaraknya tak terlalu jauh namun juga tak bisa dibilang dekat, tapi tetap saja jalan kaki malam-malam begini tepat pukul sebelas malam hawanya serasa berbeda. Lebih baik untuk jalan kaki menuju ke kantor daripada jalan kaki pulang menuju rumah.

Memasuki jalanan yang sepi, entah hanya perasaan Hye Yeon atau tidak—ia bisa merasakan ada yang mengawasinya. Dalam hati gadis itu merutuk kesal, apakah dirinya akan menjadi target preman sekarang? Rasanya gadis itu ingin menangis tapi air matanya tak kunjung keluar.

Brengsek, brengsek.

Entah sudah keberapa kali meneriakkan kata-kata keramat dalam hatinya, Hye Yeon mencoba menoleh ke belakang. Mengawasi sekitar yang menurutnya agak sedikit berbeda. Keadaan memang sepi, tetap saja dia merasa diawasi oleh seseorang. Sekali lagi dia mengawasi sekitar, namun nihil tak menemukan satu orangpun.

Kakinya kembali melangkah maju ke depan, meski rasanya agak was-was karena beberapa kali kepalanya menoleh ke samping dan belakang. Untuk mengatasi kekhawatiran yang semakin membesar, gadis itu memutuskan untuk mengambil ponsel pintarnya dari tas selempang coklat yang selalu dipakai ketika hendak bekerja.

Tak banyak yang dilakukan, hanya menggulir beberapa postingan media sosial teman-temannya yang terlihat sedang bersenang-senang. Hye Yeon agak iri melihat postingan teman-temannya yang menikmati liburan sekarang, atau hanya sekadar belanja beberapa baju dan kosmetik yang semakin membuat Hye Yeon meronta-ronta.

Dengan kondisi finansial yang tidak cukup baik, melihat kesenangan teman-temannya itu membuat Hye Yeon lekas-lekas menutup media sosialnya. Sebagai gantinya, dia menyentuh notifikasi berita yang membuat keningnya mengerut dalam-dalam.

Rumor Vampir di kota Seoul pada malam hari kian merajarela. Simak beberapa buktinya!

"Konyol."

Hye Yeon mendecih pelan melihat isi berita. Vampir? Yang benar saja. Apakah mereka sudah benar-benar kehabisan bahan untuk membuat berita yang katrok seperti itu? Hanya orang-orang bodoh yang mempercayai berita semacamnya.

Gadis itu dengan cepat menutup ponselnya, memilih untuk tak membaca lagi berita-berita yang semakin hari semakin aneh. Persis ketika Hye Yeon menaruh ponsel di dalam tas kecil coklat miliknya, sekelebat bayangan hitam sekilas lewat di hadapannya.

Hye Yeon siaga. Berhenti sejenak sembari melirik arah sekitar—lagi dan lagi. Tak ada siapa-siapa, kini gadis itu kembali was-was. Benar-benar vampir kah?

Dia menggelengkan kepala, setelah membaca berita tadi sepertinya dia terlalu terbawa suasana—ditambah malam yang tiba-tiba mencekam— rasanya Hye Yeon benar-benar ingin menangis dan berdiam di tempat saja.

Suara telapak kaki di belakang lagi-lagi kembali membuat rasa takut Hye Yeon semakin menjadi-jadi. Kepalanya ingin menoleh ke belakang dan memukulnya dengan sepatu high heels tepat ke arah wajah seseorang—yang sepertinya mengikutinya—namun tak bisa, kepalanya mendadak kaku, keringat sebesar biji jagung mulai jatuh di pelipisnya. Apakah dia benar-benar tak punya kerjaan lain selain menakut nakuti seorang gadis di malam-malam begini?

Jujur saja, Hye Yeon tidak ingin mati muda. Setidaknya gadis itu bisa membeli barang-barang mahal serta liburan seperti yang teman-temannya rasakan sebelum dirinya mati mengenaskan.

Ketika di ujung jalan cahaya mulai mendekat, Hye Yeon berlari. Mengangkat tangan kanannya untuk menyuruh taksi berhenti. Syukurlah ada kendaraan yang bisa ditumpangi dalam kondisi seperti ini.

"Taksi taksi!" tangannya melambai-lambai sampai akhirnya kendaraan tersebut berhenti di depannya.

Tubuh kecilnya langsung saja masuk dan menutup pintu mobil. Memberi tahu alamat rumahnya pada supir taksi.

"Maaf tapi—"

"Cepat ya, Pak. Saya harus segera ke rumah sekarang."

Supir taksi terlihat menghembuskan napas panjang sebelum kendaraannya pergi melesat.

Satu hal yang membuat Hye Yeon merasa agak aneh—lagi—di situasi seperti ini. Supir taksinya terlihat masih muda, bukan bapak-bapak yang biasa Hye Yeon temui ketika pergi naik taksi. Entah keberapa kali juga laki-laki itu menatap sekilas dirinya dari balik kaca dalam mobil. Apakah ada yang salah dari penampilannya? Atau karena seorang gadis masih di luar malam-malam begini?

Supir aneh.

.
.

Untuk mengobati kerinduan akuu sama drakor scholar who walks the night dan ngeship Hye Ryeong sama Gwi akhirnya aku bikin aja fanficnya hahaha. Have fun aja sebenernya buat ini berhubung aku masih belum move on sama mereka T__T semoga suka! (kalo ada yang baca) maaf juga kalo ada kesalahan dalam tata penulisannya karena aku juga baru pertama kali buat fanfic ini haha.

Sebelum baca, kalian bisa nonton dulu dramanya biar lebih tahu juga hubungan mereka berdua. Kalau ngga pun gapapa karena (mungkin) bakalan aku jelasin juga di sinii. So, let's go to the next chapter! Hope you like it <3

CRIMSON : Echoes Of The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang