; the whisper of fear

22 7 0
                                    

.
.

Setelah kejadian beberapa hari yang lalu, Hye Yeon sempat kebingungan dengan tingkah laku teman dokter Seung Hwan yang tiba-tiba saja bersikap aneh padanya. Selain itu ketika mata mereka bertemu, rasanya ada sesuatu yang mengganjal. Perasaannya campur aduk, ingin marah tapi tak tahu juga mengapa dirinya harus marah. Ingin menangis namun karena hal apa?

Sudah beberapa malam dirinya tak bisa tidur nyenyak, seolah ada yang mengawasinya, seolah ada suatu hal yang harus perempuan itu selesaikan namun tak tahu juga hal apa yang harus diselesaikan. Dirinya selalu kebingungan, dan rasa takut seakan menggerogoti jiwanya.

Takut ... perasaan itu tiba-tiba saja muncul, tak tahu jika dirinya takut karena apa, semuanya nampak abu-abu. Ada apa dengan dirinya? Tiba-tiba saja ia ragu pada apa yang sebenarnya terjadi, alasan Seung Hwan mengajak dirinya ke museum dan bertemu dengan Gwi Jae, Seung Hwan yang tiba-tiba saja mendatangi kehidupannya setelah dua tahun lamanya, Hye Yeon tentu tahu jika Seung Hwan bisa saja menemuinya dengan mudah.

Bukan dalam kondisi yang seperti ini, bukan dalam situasi yang mengharuskan dirinya bingung terhadap semua teka-teki ini. Mendadak, semua tentang Seung Hwan serasa abu-abu.

Akal sehatnya mencoba untuk menepis semua kemungkinan buruk, kepalanya digeleng pelan untuk menghempas segala teori yang dibuat oleh otaknya. Semua yang terjadi tak mungkin dilakukan dengan terencana, mulai dari Seung Hwan yang tiba-tiba datang, sikap aneh Gwi Jae, dirinya yang tiba-tiba menjadi pegawai di kedai ayam milik Seung Hwan, tentang dia yang tiba-tiba saja mengajak perusahaan lamanya bekerja sama.

Hanya kebetulan. Takdir memang selalu seperti itu, kan?

Maka di malam dingin yang saljunya mulai turun, Hye Yeon membungkus dirinya sendiri dengan selimut tebal di atas ranjang. Berguling-guling untuk menggerekkan badannya yang sudah terlalu malas untuk berdiri dan melakukan beberapa peregangan.

Sekarang jam pasti sudah menunjukkan pukul sebelas malam, dan entah siapa orang yang tiba-tiba menelepon di tengah malam seperti ini sehingga mengganggu aktivitas bermalas-malasan yang dilakukan Hye Yeon. Dering ponsel berbunyi cukup heras hingga Hye Yeon membuka selimutnya sebal dan mengambil benda pipih itu di akas nakas di samping tempat tidurnya.

Sebuah nomor tak dikenal terpampang pada layarnya, Hye Yeon menautkan kedua alisnya, berpikir jika yang menelepon pasti adalah penipu yang berpura-pura menjadi anggota keluarganya dan menyuruhnya untuk memberi uang akibat kecelakaan atau sebagainya. Hye Yeon sudah terlalu hapal trik yang dilakukan penipu itu.

Maka dirinya memilih untuk mengangkat panggilan itu untuk meladeni penipu di detik-detik keisengannya. Tak ada suara baik dari seberang ponsel hingga menimbulkan kesunyian. Salah sambung, kah?

"Halo?" Hye Yeon membuka suara lalu panggilannya terputus begitu saja. Benar salah sambung atau hanya orang iseng?

Gadis itu tak mempermasalahkannya, hanya sedikit kecewa karena niatnya untuk mengisengi pelaku yang memanggilnya pupus seketika. Kalau begitu lebih baik Hye Yeon merebahkan tubuhnya kembali ke dalam gulungan selimut yang dilepas tadi.

Sebenarnya, alasan Hye Yeon untuk membungkus dirinya sendiri ke dalam selimut bukan hanya menghangatkan tubuh semata, namun sejak beberapa hari yang lalu di jam-jam malam seperti ini dia merasa ada yang mengawasinya. Entah dari balik jendela atau di sudut-sudut ruangan. Namun ketika ia menoleh untuk mengecek, tak menemukan hal apapun.

CRIMSON : Echoes Of The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang