; should i go?

34 6 3
                                    

.
.

"Dimana aku pernah melihat dia ya ...." irama ketukan yang ditimbulkan oleh jari telunjuk Hye Yeon tak pernah berhenti. Dirinya masih mengingat ingat siapakah orang yang dibawa menggunakan brankar dorong ketika Hye Yeon berada di rumah sakit beberapa hari yang lalu.

"Wajahnya tak asing bagiku." perempuan itu memperdalam kerutan di dahinya.

Ae Ri yang sedari tadi memakan menu kedai ayam--sebenarnya dipaksa oleh Hye Yeon agar pendapatan perempuan itu meningkat--menoleh ke arah temannya yang mengaduk-aduk minuman hangat miliknya.

"Apa kau tidak ada niatan untuk memberitahuku siapa yang kau maksud? Sudah berapa menit kau termenung seperti ini." kesalnya.

Yang ditanya masih tetap pada keadaann yang mengaduk minuman hangat Ae Ri, perlahan, Hye Yeon mengembuskan napas pelan.

"Aku saja tak tahu dia siapa, tapi wajahnya terasa tak asing."

Ae Ri membelalakkan mata, sedetik kemudian tersenyum menikmati ayam pesanannya terasa nyaman di dalam mulutnya. Tak menghiraukan jawaban Hye Yeon yang benar-benar tak memuaskan.

"Mungkin hanya beberapa orang yang kau temui di sepanjang jalan. Tak usah dipikirkan."

Hye Yeon menyerah. Punggung kecilnya menyentuh sandaran kursi kayu kedai ayam. Mungkin apa yang Ae Ri bilang benar.

"Ayam di sini enak." suara Ae Ri memecah keheningan, membuat Hye Yeon menaruh sepenuh atensi kepada teman di hadapannya.

"Kalau begitu sering-seringlah ke sini, ajak Myung Ah juga." Hye Yeon melipatkan tangannya ke dada, mengangguk kecil untuk memberi respon yang sesuai.

Sekarang giliran Ae Ri yang balik menatapnya. "Sayangnya sekarang dia benar-benar sibuk, bos selalu memberikan tugas padanya semenjak kau keluar dari perusahaan." wajahnya menjadi lesu.

"Maaf, aku merasa tak enak kepada Myung Ah." Hye Yeon meringis pelan.

Perempuan berambut pendek di hadapannya menggeleng cepat. "Mengapa kau harus meminta maaf? Kau tahu sendiri bos seperti apa, kan?"

Hye Yeon mengangguk.

Sebuah benda pipih yang berada di saku celananya bergetar, tangannya mengambil ponsel hitam itu untuk mengangkat siapa yang menganggu ketenangan bersama temannya.

Seung Hwan, Hye Yeon seratus persen yakin. Siapa lagi yang akan meneleponnya satu hari penuh setiap hari? Entah untuk menanyakan kabar setelah bekerja, apakah kedai ramai, atau laki-laki itu yang memesan ayam sehingga dirinya harus pergi untuk mengantarkan pesanan menuju ke rumah sakit.

Setiap hari selalu seperti itu. Hye Yeon jadi khawatir apakah setiap hari Seung Hwan harus makan makanan instan seperti ini? Memakan ayam setiap hari apakah dia tidak bosan?

Tepat. Tebakan wanita itu benar. Sebuah nama yang meneleponnya setiap hari terpampang jelas pada layar ponselnya. Bola mata memutar malas, apakah pria ini tidak ada pasien sekarang? Nampaknya rumah sakit setiap hari terlihat ramai, Hye Yeon bisa melihatnya lewat jendela di samping kedai.

Ibu jarinya menggeser layar ponsel pada panggilan tersebut ke arah kanan, sampai sebuah suara telah terdengar jelas bahkan ketika ponselnya tidak wanita itu dekatkan pada indera pendengaran.

"Ada apa lagi?! Memesan ayam lagi? Jangan memesan ayam setiap hari atau kau akan berubah menjadi ayam untuk aku goreng sekarang juga."

Omelan yang dilontarkan oleh Hye Yeon membuat Ae Ri menatap temannya heran. Wanita itu buru-buru menundukkan kepala meminta maaf pada temannya.

CRIMSON : Echoes Of The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang