; the pact of innocent

37 6 6
                                    

.

Bekerja di kedai ayam bukanlah hal buruk. Pekerjaan Hye Yeon terasa lebih ringan karena yang diandalkan bukan otak, tetapi fisiknya. Meski cukup lelah juga, tapi tak selelah ketika dirinya pusing memikirkan projek baru atau apapun itu semasa di perusahaannya yang dulu.

Tentang ucapan dokter yang memergoki gadis itu mengintip beberapa foto di meja temannya, ternyata memang benar. Pemerintah telah mengeluarkan larangan berkeliaran di malam hari dengan alasan banyak oknum-oknum tak wajar yang memang hobi mencelakai warga sekitar—alasan yang tak logis.

Kedai ini juga tutup ketika sore hari, tak ada lagi yang namanya lembur sampai tengah malam. Hye Yeon harus mentraktir Seung Hwan karena merekomendasikannya bekerja di sini. Pemilik kedai dan orang-orang yang bekerja di sini sangat ramah, ayamnya pun kualitas terbaik, bumbu racikan Bibi Ha Rin—pemilik kedai—benar-benar nikmat, patut saja kedai ayam ini termasuk kedai terlaris di Korea Selatan.

Selain itu, tugas Hye Yeon hanya menggoreng ayam, membersihkan tempat makan, dan mencuci piring. Kalau tahu seperti ini, harusnya dia bekerja dari dulu saja.

Suara derit pintu terdengar, Hye Yeon yang sedang menyapu sontak berbalik ke asal suara, "Selamat da—" ucapannya terhenti ketika tahu siapa yang memasuki kedai tempatnya bekerja.

Gadis itu tersenyum lebar. "Sepertinya aku tidak harus mengucapkan selamat datang kepadamu."

"Pelayanan kedai ini buruk, haruskah aku memberi penilaian terburuk?" kekehnya.

Keduanya meledak dalam tawa, Seung Hwan berjalan ke arah meja dan duduk di kursi kayu. "Bibi, apa aku boleh berbicara dengan anak baru ini?" teriakan Seung Hwan membuat Hye Yeon melotot memberi peringatan.

Sedangkan si Bibi hanya terkekeh pelan dari tempatnya berada. "Silahkan. Lain kali sering-seringlah berkunjung ke sini, apa kau sudah melupakan Bibimu ini?"

"Tolong jangan bicara seperti itu," wajahnya yang memelas sangat ingin Hye Yeon pukuli, menyebalkan, "mulai sekarang aku akan sering berkunjung ke sini, apa tidak apa-apa meski aku tak membeli ayammu itu?"

"Coba saja kalau kau ingin menjadi pelayan di sini."

Candaan dari sang Bibi membuat Seung Hwan lagi-lagi tertawa, Hye Yeon yang melihatnya tersenyum tipis. Hubungan mereka lebih seperti hubungan ibu dan anak.

"Ada apa ini? kau sangat akrab dengan Bibi."

"Dia malaikatku."

"Hentikan omong kosongmu itu, Seung Hwan. Malaikat dari mana."

Lagi, mereka tertawa mendengar gerutuan Bibi.

Hye Yeon segera menuju ke arah Seung Hwan dan menduduki kursi kayu berhadapan dengan sang pria. "Ada apa?"

Seung Hwan terlihat menggaruk tengkuknya, berpikir keras untuk mengatakan sesuatu kepada Hye Yeon yang sedang kebingungan melihat tingkah laku temannya.

"Ada apa?" dia bertanya lagi, kali ini menatap Seung Hwan dalam.

"Kau ... tidak bertanya apapun?" Seung Hwan terlihat ragu-ragu.

"Bertanya apa?"

"Tentang foto itu di ruang kerjaku."

Hye Yeon mengerjapkan mata dua kali, lalu tersadar dengan apa yang membuat temannya ragu-ragu sedari tadi.

"Oh, tentang itu ..." terdapat jeda panjang sebelum si gadis kembali bersuara, " ... sebelumnya aku ingin meminta maaf padamu karena telah menyentuh dan melihat barangmu, itu tidak sopan meski kita sudah lama berteman. Aku baru menyadarinya ketika teman doktermu berada di ruangan kerjamu untuk mengambil foto itu."

CRIMSON : Echoes Of The PastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang