Renjun berjalan sambil memeluk kotak itu dengan senyum lebar yang tersungging manis, ia hendak pergi ke rumah Jeno yang memang letaknya tak begitu jauh dari rumahnya.
Saat kakinya tersandung, dan nyaris jatuh seseorang menangkapnya lebih dulu. Membuat Renjun mendongak, kemudian tersenyum lebar melihat siapa yang ada di hadapannya itu. Jeno.
"Aku hampir jatuh." Cengirnya polos.
Jeno mengambil alih kotak yang dibawa Renjun. "Iya, karena apa? Karena kau tak melihat jalan dengan benar." Jeno mencubit gemas hidung Renjun.
"Aku kan terlalu senang, karena aku berhasil membuat ini setelah beberapa kali ikut kelas." Ujar Renjun riang, terlihat jelas memang anak itu begitu senang.
"Padahal tunggu saja aku ke rumah, aku akan mencicipinya nanti." Jeno membawa langkahnya mengikuti Renjun yang lebih dulu memasuki halaman rumah Jeno.
Renjun mendengus mendengar ucapan Jeno. "Lama. Lagi pula nanti bagaimana kalau ternyata kau pergi kerja hari ini, aku hanya akan menunggu tak jelas. Kalau aku pergi ke rumahmu, aku bisa menitipkannya pada bibi atau mama Jeno."
"Sudah aku bilang, setiap kamis aku pasti libur." Jeno dan Renjun kini duduk di luar, dengan Jeno yang hendak membuka kotak yang sejak tadi di pegangnya.
Tapi Renjun menahannya. "Jangan dulu dibuka, tunggu Jaemin. Ia bilang akan kemari setelah aku menyuruhnya."
Jeno pun menurut dan memilih menyimpan kotak tadi di atas meja yang ada diantara ia dan Renjun. "Masih lama tidak?" Tanya Jeno malas, tak mau menatap Renjun.
"Itu Jaemin." Seru Renjun sambil menunjuk kedatangan Jaemin.
"Aku sudah berusaha datang lebih cepat." Jaemin mengambil tempat duduk tepat di sebelah Renjun.
Renjun mengangguk. "Tidak apa-apa, aku juga baru sampai disini."
"Jaemin, tadi aku hampir jatuh. Untungnya ada Jeno." Kata Renjun sambil menatap Jaemin sambil tersenyum senang, seolah apa yang ia ucapkan barusan adalah hal membanggakan.
Yang baru datang dengan cepat menoleh. "Kenapa? tidak hati-hati?"
Renjun terkekeh, kemudian menatap Jeno. "Tadinya malahan aku ingin lari."
Jeno sontak melotot tak suka. "Heh!"
Meskipun tau kalau Renjun sedang mengusilinya, Jeno tetap memganggapnya serius. Karena ia memang tak suka salah satu sikap Renjun yang menunjukkan sisi kekanak-kanakan anak itu, semacam berlari padahal jarak rumah mereka tak sejauh itu. Juga Renjun pasti tak sedang dikejar apapun. "Tidak usah lari-lari juga kau pasti sampai."
Tawa kecil Renjun berhenti. "Iya kan tidak jadi, karena aku takut kue yang aku bawa nanti jatuh. Padahal aku sudah membuatnya susah payah."
"Kue?" Tanya Jaemin bingung.
"Jaemin, kau lupa?" Renjun ikut mengerutkan dahinya.
"Aku kan sedang ikut kelas memasak, dan ini kue yang resepnya sudah aku dapat sejak minggu lalu." Renjun akhirnya membuka kotak tadi.
Jaemin tau betul kegiatan apa saja yang diikuti submisif cantik itu, tapi untuk kelas memasak ia baru tau hari ini. "Bukankah kau ikut kelas melukis?"
Renjun mengangguk. "Itu setiap hari kamis. Untuk kelas memasak aku mendapatnya setiap hari sabtu."
"Hari ini sebenarnya kau ada jadwal lainnya." Ujar Jeno sambil lebih dulu mengambil potongan kue buatan Renjun.
"Ah, itu sudah bosan. Kalau pun aku kerjakan itu hal percuma." Renjun merengut tak suka.