3. Dear my piece

1.4K 183 17
                                    

"Kenapa pulang?" Tanya Renjun pada mama Jeno yang beranjak dari tempat duduknya.

Wanita itu memang sejak Renjun pulang dengan Jaemin, langsung menghampirinya ke rumahnya dan mengobrol dengan mamanya beberapa saat sebelum ikut mengajak Renjun masuk dalam obrolan.

"Jeno sebentar lagi pulang dengan papanya, mama harus menyiapkan makan malam." Jawab nyonya Lee sambil memainkan rambut Renjun.

Dengan cepat Renjun meraih lengan wanita itu. "Aku ikut, nanti aku bantu mama." Senyum anak itu adalah untuk membujuk nyonya Lee agar mengizinkannya ikut.

"Ini sudah malam Renjun, angin malam tak baik untukmu." Tapi mama dari Lee Jeno ini memcoba tak mudah luluh akan bujukan Renjun.

Seketika itu pula Renjun merengut mendengarnya.

Melihat hal itu nyonya Lee bertanya. "Kenapa memangnya? Ingin bertemu Jeno?"

"Iya." Renjun mengangguk semangat.

"Mama suruh Jeno saja yang kemari." Ujar nyonya Lee, dan Renjun semakin melebarkan senyumannya.

Jeno baru saja sampai rumah, kemudian segera menuju dapur untuk mengambil minum

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno baru saja sampai rumah, kemudian segera menuju dapur untuk mengambil minum. Mendapati sang mama tengah menyeduh kopi untuk papanya.

"Jeno, setelah makan malam nanti, ke rumah Renjun ya? Ia bilang ingin bertemu denganmu." Ujar sang mama.

"Iya, nanti aku kesana."

Saat mereka mulai duduk di kursi makan untuk memulai makan malam, nyonya Lee kembali bersuara lebih dulu. "Tadi ia pergi dengan Jaemin, kau tau?"

Jeno mengangguk. "Tau, Renjun meminta izin padaku sejak kemarin malam. Ia tidak pulang kesorean kan, ma?" Ia menatap sang mama.

"Tidak, mama sendiri yang melihat ia pulang masih awal." Jawab nyonya Lee.

"Jaemin mengantarnya?"

"Tentu saja, anak baik macam Jaemin tak mungkin membiarkan Renjun pulang sendirian." Nyonya Lee tau betul bagaimana Jaemin sering bersikap pada Renjun.

Jeno sempat terdiam mendengar hal itu, lalu. "Aku justru khawatir akan kata baik itu, ma." Lirih Jeno.

Sang mama masih bisa mendengarnya, ia pun berdecak menanggapi sifat berlebihan putranya. "Ck, makan dulu cepat. Renjun menunggumu."

Setelah menyelesaikan makan malamnya, juga menyempatkan diri mengganti pakaian Jeno bergegas menuju rumah Renjun.

Saat memasuki rumah yang memiliki banyak aroma Renjun, Jeno bisa melihat anak itu tengah menonton tv dengan kepala terkulai di sofa. Sepertinya anak itu menonton dengan terpaksa, karena itu hanya untuk menemaninya menunggu Jeno.

Jeno mengacak rambut Renjun, kemudian duduk di sebelah anak itu. "Kau sudah makan malam?"

Renjun mendongak menatap Jeno. "Sudah, mama bilang akan mengusirku kalau aku tidak makan." Wajahnya merengut, setelah mengingat lagi ancaman mamanya tadi.

"Jeno, kau bilang aku bagus dengan jaketnya." Secepat itu ia menambah ucapannya, sambil menatap Jeno yang tengah melihat acara apa yang tengah Renjun tonton dengan bosan sedari tadi.

Mendengar ucapan Renjun yang terselip nada kesal, Jeno mengerutkan dahinya. Hingga ia ingat pagi tadi Renjun meminta penilaian Jeno soal pakaian yang dikenakan anak itu.

"Memang bagus." Jeno menoleh, ia meraih telapak tangan Renjun dan menggenggamnya, menghangatkan telapak yang sering terasa dingin itu.

"Kau pasti mengatakan bagus hanya agar aku tak ribut banyak bertanya lagi kan?" Renjun menatap tak terima pada Jeno, sungguh ia akan sangat kesal pada Jeno kalau memang Jeno hanya menjawabnya dengan asal.

"Aku mengatakan dengan jujur, Renjun. Kau bagus dengan pakaian yang tadi pagi kau perlihatkan padaku." Jeno menarik pelan kepala Renjun agar berbaring di atas pahanya, kemudian membelai pipi Renjun dengan lembut.

Yang sejak tadi memasak wajah cemberut perlahan menikmati usapan Jeno, matanya menatap mata Jeno sambil menyamankan posisi kepalanya di atas paha Jeno. "Jaemin bilang bagus tanpa jaket."

"Kau bahkan lebih nyaman dengan jaketnya." Ujar Jeno.

"Tapi aku tak apa kalau Jaemin bilang bagus tanpa jaktnya aku bisa memaksakan diri menyamankan hal itu di tubuhku."

Penuturan Renjun sontak membuat Jeno berdecak, ia menghentikan elusannya pada pipi Renjun. Dan hanya menyandarkan punggungnya di sofa dengan mata yang terpejam.

"Berhenti memaksakan diri untuk mengubah tampilanmu demi Jaemin." Ujar Jeno tanpa mau menatap Renjun, anak itu selalu keras kepala saat menyangkut segala hal tentang Jaemin.

Di bawah sana, Renjun diam tak mau menyahuti ucapan Jeno. Sampai beberapa saat keduanya hanya dalam keterdiaman, sampai Jeno mencoba meraba dan meraih lagi tangan Renjun untuk ia beri usapan pada punggung tangannya.

Merasakan hal itu, Renjun tau kalau Jeno sudah tak sekesal tadi. "Jeno, kau ingat tempat saat kita berlibur begitu kelulusan?"

"Iya ingat." Jawab Jeno lembut.

"Aku ingin kesana lagi." Suara Renjun terdengar senang, sepertinya anak itu mengatakannya sambil tersenyum juga.

"Iya, nanti aku antar saat—

"Benarkah?" Renjun bertanya antusias. "Padahal tadinya aku hanya ingin meminta izin saja, Jaemin besok akan kesana. Jadi kita bisa bertemu dengan Jaemin disana."

Mata Jeno yang sejak tadi terpejam, terbuka dengan elusan pada punggung tangan Renjun yang langsung ia hentikan juga. "..saat aku sedang libur, besok aku tak ada libur. Dan aku tak akan mengizinkanmu pergi."

"Yaaah, Jeno." Renjun berujar lesu, padahal tadi ia sudah senang mengira Jeno mau pergi dengannya.

"Tadi apa saja yang kau makan?" Jeno mencoba mengalihkan perhatian, tak mau fokus pada kekecewaan Renjun. Nanti ia bisa membujuk anak itu dengan apa saja.

Posisi berbaring Renjun tadinya terlentang, kini ganti jadi menatap televisi lagi. Tak mau menatap Jeno. "Pasta, aku juga memesan soda, dan membeli keripik kentang." Jawab Renjun datar.

Jeno menegakkan tubuhnya dengan cepat, begitu mendengar Renjun mengabsen makanan yang tak sehat untuknya. "Itu adalah apa yang tak boleh kau telan Renjun."

"Tadi kau mengatakan agar aku berhenti mengubah tampilanku demi oranglain, tapi kau sendiri menyuruhku mengubah pola makanku demi kau." Renjun mendelik kesal saat Jeno mencoba menarik bahunya agar kembali berbaring terlentang, sudah pasti Jeno ingin menatapnya untuk memberi tatapan memperingatkan.

"Apa yang kau ucapkan barusan, bukan hal yang semestinya kau bandingkan. Itu hal yang berbeda, dan jelas dampaknya juga berbeda." Ujar Jeno.

Renjun mendengus tak mau meladeninya.












_________

Maaf ya baru update, akunya lagi susah nemu waktu buat nulis banyak untuk double up ataupun tiap hari update. Tapi aku usahain updatenya biar cepet-cepet.


Dear my night ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang