You are my reason

100 10 1
                                    

Sudah sekitar 19 menit Azkia berada dalam mobil yang sama dengan Najid dan Umma. Sesuai dengan yang dikatakan Umma kemarin, hari ini Azkia akan fitting baju dan ... apa lagi ya? Umma bilang banyak yang harus dilakukan hari ini. Sedangkan mereka tadi baru mengunjungi toko perhiasan.

Hari ini pakaian Azkia juga serba putih, kalau Najid mah celana hitam kemeja putih. Coba tebak mereka berdua mau apa?

Tepat sekali. Foto untuk buku tanda kepemilikan, alias buku nikah.

"Umma, kita gak kecepetan ya? Masih sisa 6 hari," tanya Azkia.

"Saya juga kemarin bilang begitu," ucap Najid.

Umma tersenyum menoleh pada Azkia yang duduk di kursi belakang.

"Ada pepatah Sunda yang mengatakan, kudu nepi memeh indit."

"Maksudnya Umma?"

"Harus sampai sebelum berangkat. Persiapan itu dilakukan dari jauh-jauh hari. Waktu berjalan cepat, sedangkan hanya ada beberapa yang baru terselesaikan. 6 hari terlalu singkat untuk disebut persiapan pernikahan."

Azkia mengangguk paham dengan penjelasan Umma.
Umma benar, Azkia memang terlalu santai, bahkan belum menyiapkan apapun, kecuali menyiapkan berkas yang dibutuhkan untuk buku nikah.
Mamah, Papah dan Kak Azura yang lebih sibuk mempersiapkan. Sekarang Papah juga bertemu dengan Abah, ayahnya Najid. Ya tidak jauh-jauh dari membahas pernikahan anaknya.

"Najid mah kayak yang iya aja bilang kecepetan. Padahal dia sendiri udah lama latihan ngucap ijab kobul,"

"Umma ...," tegur Najid pelan.

Azkia tersenyum, melihat Najid dari kaca spion dalam. Kentara sekali Najid memberikan kode pada Umma agar tidak membahas lebih lanjut.

"Loh, Umma kan bicara dengan jujur, kamu kan memang--"

"Maaf Najid memotong ucapan Umma. Kita mau ke butik yang mana?" tanya Najid.

Umma mengehela napasnya pelan, kalau Najid seperti ini, itu tandanya  percakapan yang dia dengar terasa tidak nyaman.

Umma berbalik pada Azkia yang duduk di kursi belakang.

"Kia mau ke mana?"

Azkia mulai memainkan kukunya, dia ingin mengatakan sesuatu, tapi ragu.

"Euh ... Umma, tentang butik ... Kia maunya ke butik punya Umma."

Najid dan Umma saling pandang, lalu Umma beralih pada Azkia.

"Sayang, kamu beneran mau ke sana? Nanti kalau gak ada yang sesuai sama style kamu gimana?"

"Kia pernah buka blog butik Umma, banyak yang modelnya tuh Kia banget. Dan ... ada satu gaun yang Azkia pengen Umma. Pokoknya suka banget sama gaun itu."

Umma terkekeh kecil dengan penjelasan Azkia. Sedikit pun Umma tidak pernah berpikir butik yang  Azkia pilih adalah butik miliknya sendiri.

"Na, kamu denger apa yang calon menantu Umma bilang kan?"

Najid mengangguk sebagai jawaban. Entah hanya perasaan Najid saja atau mungkin memang benar, Najid merasa bahwa Umma sangat menyukai Azkia. Umma selalu exaited setiap membicarakan atau bahkan mendengar nama Azkia.

Najid melajukan mobilnya menuju butik, cukup lama keheningan menemani perjalanan. Hingga Azkia memberanikan diri untuk bertanya.

"Umma, Azkia boleh nanya?"

"Boleh sayang, Kia mau nanya apa?"

Azkia menggigit bibir bawahnya, sebenarnya dia juga tidak tahu mau bertanya apa.

Nakia [ Na Jaemin ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang