Menangkapmu Seutuhnya

698 64 6
                                    

"apa yang kau lakukan disana?"

"Maksudmu?"

"Seperti yang kukatakan hyung, mengapa kau berdiri disana?!"

Pria itu tidak membalas dan hanya memberikan senyum kesedihannya.

5 Menit yang lalu

Jinwoo hanya sebentar meninggalkan ruangan untuk mengambil air dan kembali untuk mendapatkan ruangan kosong tanpa ada siapapun disana.

Jinwoo melebar gemetar sebelum dirinya menggigit bibirnya dan berlari mencari Hyungnya. Dia sebenarnya tau bahwa hal ini akan terjadi. Dia sadar saat Dokja memintanya untuk mengambilkan minuman. Dia sadar saat gerak gerik dan kegelisahan yang dia dapatkan dari wajah Dokja sebelum meninggalkan ruangan.

Dan jika dia tidak ada disana, maka hanya satu tempat dimana dia berada. Tempat dimana dirinya berada dekat dengan langit.

BRAKK!

Jinwoo membanting kasar pintu menuju rooftop. Sesampai disana, dirinya langsung membeku tegang di tempat saat melihat Dokja yang berdiri di ujung pembatas sambil menatap langit langit.

Mendengar suara bising, Dokja menoleh kebelakang untuk melihat wajah pucat Jinwoo yang bergetar hebat.

"Hyung, apa yang kau lakukan disana?"

Dokja terdiam sebentar sebelum tersenyum lembut, "apa maksudmu?"

Jinwoo tersentak dan secara tidak sengaja menaikkan suara. "Mengapa kau berdiri disana?!!"

Dokja terdiam sebelum senyumnya semakin berubah menjadi kesedihan yang dalam. "Jinwoo-yah" panggilnya

Jinwoo langsung tersentak kaget dan segera melebar gemetar. Bibirnya tampak ingin berkata namun seluruh tubuhnya yang gemetar membuatnya kesusahan untuk membuka mulut

"..hyung... Ingatanmu.." Jinwoo merasakan sensasi kebahagiaan yang sangat baik di hatinya. Sebuah perasaan hangat kembali muncul menghangati hatinya, namun sebagai gantinya sebuah rasa sesak kembali menusuk dadanya saat melihat Dokja yang sedikiy bergerak ke belakang. Bergerak saat angin besar yang kencang muncul dari bawah seolah olah mengajaknya untuk segera mendorong diri kebelakang.

"Hyung, disana sangat berbahaya. Bisakah kau turun. Ada banyak hal yang ingin ku katakan" Jinwoo bergerak ke depan dengan hati hati, mencoba untuk membujuk agar pria itu segera turun dari perbatasan

Dokja tidak menjawab uluran itu, dirinya justru kembali menatap langit sambil menyatukan kedua tangannya di belakang.

"Jinwoo-yah, apa kau ingat? Saat pertama kali kita bertemu. Aku mengajakmu untuk bermain bukan?" Tanya Dokja tersenyum lembut, namun Jinwoo sama sekali tidak menyukai senyuman itu.

TIDAK SAMA SEKALI

"Aku mengajakmu bermain untuk menangkapku. Terdengar sangat lucu. Aku pikir, mungkin sudah saatnya untuk mengakhiri permainan konyol itu." Lanjutnya sambil mengambil satu langkah

"Hyung, tidak! Kumohon, berhenti dan jangan melanjutkan lebih dari itu" Jinwoo untuk pertama kalinya merasakan takut. Bukan takut saat dirinya hampir kehilangan ibunya, bukan takut saat dirinya berada sejengkal dengan kematian, bukan takut saat dadanya tertusuk oleh belati pada saat bekerja..

Itu takut yang lebih mengerihkan, dirinya takut untuk kehilangan sosok yang menjadi mentarinya. Sosok yang menyinarinya. Sosok yang sangat dia butuhkan.

"Kumohon jangan menyiksaku lebih dalam lagi, kembalilah kemari. Kim Dokja" tak pernah terbayang oleh Dokja untuk melihat wajah menyedihkan dan penuh keputus asaan dari Jinwoo. Dirinya tak kuasa melihat kekasih yang ia cintai begitu rapuh. Dokja menggigit bibirnya, tanpa sadar bahwa matanya yang sudah berkaca kaca dengan setumpuk air mata yang berkumpul di ujung mata.

Wanna Play? [JinDok] (part 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang