08: Selagi Kita Baik-Baik Saja

37 9 0
                                    

Halo, sebelum membaca ceritanya, jangan lupa klik tombol bintang dulu yaa :)) Selamat membaca dan selamat bersemesta

Halo, sebelum membaca ceritanya, jangan lupa klik tombol bintang dulu yaa :)) Selamat membaca dan selamat bersemesta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Halo, kamu. Bagaimana rasanya hidup dengan isi kepala yang tampaknya sedikit unik itu? Bagaimana rasanya hidup dalam sebuah dunia dongeng kendati usia sudah semakin beranjak dewasa? Bagaimana rasanya melihat dunia dengan kacamata fantasi yang menakjubkan itu? Bagaimana rasanya menjadi bahagia dengan secercah senyum yang menawan itu? Bagaimana rasanya menjadi bebas seperti itu?

Ada sebuah dunia milikmu yang entah bagaimana ingin sekali untukku gapai. Dunia kecil dengan khayalan anak kecil yang katamu bisa cukup mengobati di tengah berisik dan sintingnya dunia ini. Dunia yang kata orang menyebalkan, tapi katamu menyimpan begitu banyak hal menakjubkan di dalamnya. Dunia ciptaanmu yang mulai kamu perkenalkan padaku. Dunia yang ingin juga untukku tinggal di dalamnya. Dunia di mana ada kamu, dunia di mana katamu kita bisa bermain dan berlarian dengan bebas. Mengejar kupu-kupu, menikmati hangatnya mentari di tengah padang bunga yang begitu wangi, berteduh dan memakan apel di bawah rindangnya pohon tua, serta melihat gemerlapnya bintang di bukit yang tak begitu tinggi.

Katamu aku bisa datang kapan pun di dunia itu. Katamu aku bisa kembali kapan pun aku mau. Namun, bisakah aku tinggal sedikit lebih lama? Bisakah aku tidak usah pergi dan hanya menetap di sana? Bersamamu?

*

Jengga usai dengan kalimat-kalimat yang telah ditulisnya. Dalam sebuah tablet berukuran 10 inci itu, dia menyimpan tulisan tangannya dalam sebuah folder khusus. Folder berupa catatan yang akhir-akhir ini menjadi bahan untuknya menulis. Sebuah folder baru yang berisi beragam isi hatinya akhir-akhir ini. Jengga pikir, menulis sudah tidak lagi menjadi hal kesukaan yang menarik minatnya. Namun ajaibnya, dalam kurun waktu tiga bulan setelah dia uring-uringan dan membawakan podcastnya seenak jidat, dia kembali menemukan keseruan itu.

Ada banyak sekali perasaan, isi hati, serta isi kepala yang berseliweran dalam dirinya. Jengga tidak mau membiarkan semua itu sia-sia. Dia lantas mengambil cepat tablet yang sudah digunakan untuk bekerja seperti biasa, lalu menyimpannya sebelum nanti akan kembali direvisi bersama dengan Bagas untuk bahan konten mereka.

Jengga meletakkan tablet miliknya pada meja bundar kecil di sebelahnya. Pemuda tersebut tersenyum cukup lama seraya mengambil secangkir teh lalu menyeruputnya perlahan. Di pangkuannya ada sebuah buku yang tengah dibaca, sebelum tadi terdistraksi atas Rasi yang mendadak muncul dalam kepalanya.

Sore itu Yogyakarta tengah mendung. Menjelang akhir tahun, hujan mulai sering membasahi kota. Senja yang biasa dinikmati Narajengga melalui balkon rumahnya tengah menghilang beberapa hari terakhir. Pemuda itu pun lantas merapatkan jaket yang sejak tadi dikenakannya. Lalu lalang kendaraan melewati kompleks rumah, suara anak-anak yang saling bermain, pun gerobak dan klakson para penjual yang sejak sore tadi meramaikan suasana.

Merekah BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang