Bab 2

3.6K 69 57
                                    

Menjadi istri diusia dua puluh satu tahun bukan impian seorang Oceana Navya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menjadi istri diusia dua puluh satu tahun bukan impian seorang Oceana Navya. Apalagi ia menikah karena kesalahan pahaman. Ditambah suaminya adalah om-om aneh yang baru ia kenal. Bukan baru kenal juga sebenarnya hanya saja, Ceana selama ini ogah berinteraksi jadi mengidentifikasi bahwa mereka baru mengenal.

"Kenapa sih, Om harus pinda? Aku mau di sini sama ayah bunda, lagian kuliah aku gimana kalau ikut, Om? Masa aku putus kuliah. Gak mau!" protes Ceana kepada suaminya. Setelah selesai memasukan barang yang diperlukan. Meski ingin keluar dari rumah itu, tetapi setelah dipikirkan apakah ini tidak terlalu cepat?

Hempusan napas panjang berkali-kali terdengar. Namun, tak ada jawaban yang Ceana dapatkan. Hanya kebungkaman Abi yang ia nikmati. "Om punya mulut buat ngomong. Engga cuma dengus-dengus doang kayak banteng," sindir Ceana karena kesal suaminya hanya diam sembari memainkan gawai.

Bukan tanpa alasan Abimanyu diam. Ia sudah cukup lelah meladeni istri kecilnya yang membuatnya sakit kepala. Ini juga bukan hal yang mudah untuknya. Namun, karena keterpaksaan ia juga harus terjebur dalam hubungan suami istri yang sangat mendadak ini. Padahal, ia tak memiliki rencana untuk menikah dalam waktu dekat meski usianya sudah kepala tiga. Alias tiga puluhan.

"Ish, jawab Om. Kalau ada orang tanya itu dijawab. Bukan didemin, Om kira pertanyaan itu bakal kejawab sendiri apa? Lagian, kalau diajak ngomong itu jangan sama main HP mulu, engga sopan," tegur Ceana karena hanya mendapat lirikan saja sedari tadi, bukan sepenuhnya atensi Abi.

Akhirnya Abi menaruh gawainya dan duduk mendekat ke sisi ranjang yang diduduki Ceana. Melihat pergerakan suaminya yang semakin dekat Ceana melirik dan mencoba menebak apa yang hendak dilakukan. Merasa takut karena pikirannya ke mana-mana, Ceana berdiri. Namun, Abi langsung menarik dan membuat keduanya duduk berhadapan.

"Duduk! Kamu yang minta jawaban, saat di dekati malah ingin pergi. Dengarkan dulu," pinta Abi dengan suara bersahabat. Ia tahu, jika anak muda ditegasi, biasanya akan memberontak. Daripada semakin pusing. Lebih baik mengalah dulu.

"Kita sudah menikah, tidak nyaman tinggal bersama kedua orang tuamu, ditambah niat saya ke sini hanya untuk liburan, bukan menetap. Saya memiliki pekerjaan, memiliki tanggungjawab terhadap karyawan saya. Karena baru membuka bisnis baru, saya tidak bisa meninggalkannya. Jika saya harus bolak balik, selain boros bahan bakar, saya juga lelah bila menempuh jarak dari sini ke usaha saya. Jika kamu saya tinggal di sini apa kata orang tua kamu? Saya bukan laki-laki yang tidak bertanggungjawab. Sekalipun kita bukan pasangan dengan ikatan batin, tapi saya sekarang suami kamu," jelas Abi kepada Ceana dengan tangan yang masih memegang tangan Ceana.

Beberapa kali Ceana menerjabkan matanya. Fokusnya terbagi, antara mendengarkan penjelasan sang suami, dengan tangannya yang masih ada di genggaman Abi. Ada gelenyar aneh yang dirasakan.

Sadar akan tatapan Ceana yang menyorot tangan keduanya masih berpegangan, Abi kemudian melepaskannya. "Maaf, saya tidak bermaksud demikian," ucap Abi saat melepaskan tangan itu dan menjadi sedikit gugup.

Ada perasaan lega dalam diri Ceana. Fyuhhh, kenapa perasaanku jadi aneh gini, deh. Astaga Ceana, perkara dipegang tangannya doang udah gini. Gimana nanti kalau serumah? Kalau aku suka dia gimana? Ceana sibuk dengan pemikirannya. Abi yang melihat istrinya terdiam menautkan alis. Tadi ngamuk-ngamuk, gara-gara dipegang tangannya doang aja bengong.

"Ceana," panggil Abi menyadarkan istri kecilnya.

"Eh, iya, Om. Maaf." Ceana mengambil napas, mengeluarkannya perlahan dan melanjutkan pembahasan. "Maaf soal barusan. Tapi, Om kuliahku gimana? Kuliahku kan di sini. Sama aja dong kalau Om antar jemput ya jauh."

Sebagai anak tunggal dan seorang perempuan, Ceana memiliki banyak larangan. Termasuk kuliah di universitas yang jauh dari rumah. Ia harus mengurungkan niatnya berkuliah di kampus impiannya karena jarak. Ceana harus puas hanya dengan berkuliah di universitas di kotanya yang cukup dekat dengan rumah.

"Soal kuliah, nanti kamu pindah. Engga apa, 'kan? Saya yang akan mengurusnya. Nanti kita cari kampus dekat dengan rumah atau usaha saya di sana. Maaf jika harus merepotkan. Tapi semua ini juga diluar rencana dan kendali saya. Soal biaya, karena sekarang kamu istri saya, jadi saya yang akan menanggung dan memenuhi kebutuhan kamu."

Aku kudu seneng apa sedih? Akhirnya bisa kuliah jauh dari rumah, tapi sedihnya jalan keluarnya harus jadi istri orang. Ini keberuntungan atau cobaan?

***

Awalnya orang tua Ceana meminta keduanya untuk lebih lama, tetapi mengingat Abi harus mencarikan kampus baru untuk Ceana dan Ceana harus beradaptasi dengan lingkungan dan status barunya. Kedua orang tua Ceana memberikan izin untuk putrinya di bawa.

"Kamu sekarang udah jadi istri orang. Jangan membantah ucapan suami kamu. Kamu harus membiasakan diri dengan kehidupanmu yang sekarang. Ayah sedih harus melepas kamu untuk pindah dari rumah, tetapi ayah sedikit tenang karena Abi yang menggantikan tanggungjawab ayah untuk menjagamu."

Abi merasa terharu, sementara Ceana sudah menangis dalam pelukan bundanya. Padahal ini juga keinginanku buat keluar dari rumah ini, tetapi kok malah sedih dan nangis gini, si.

Keduanya meninggalkan rumah Ceana siang hari. Karena perjalanannya lumayan jauh, Ceana tertidur di mobil. Abi membiarkan hal itu terjadi daripada harus adu mulut dengan sang istri.

Sesekali Abi mencuri pandang ke arah Ceana yang tertidur. Rambutnya yang diberi poni menbuatnya terlihat semakin imut. Bulu matanya yang lentik semakin terlihat saat tertidur. Tanpa sadar bibir Abi tertarik ke atas menciptakan sebuah senyuman. Entah karena apa, yang jelas Abi sedang mengagumi ciptaan Tuhan yang dikirim untuk melengkapi hidupnya saat ini.

"Kalau lagi tidur anteng banget, kalau bangun seperti singa. Maaf kamu harus terjebak dalam pernikahan ini. Saya sendiri bingung kenapa tidak menolak dan justru mengiyakan permintaan ayah kamu. Niatnya saya di sana ingin menikmati liburan, justru pulang membawa kamu. Semoga keputusan saya tidak menjadi kesulitan untuk kamu di masa depan. Saya mungkin terlihat buruk di matamu, tapi saya berjanji akan berusaha untuk membahagiakan kamu," ucap Abi saat menatap wajah Ceana yang tertidur dengan damainya.

Tidak mudah bagi Abi, yang notabennya harusnya menjadi om atau paman Ceana justru menjadi suaminya. Abi juga bingung alasan hatinya tidak menolak. Jika ia berbuat kesalahan Abi siap mempertanggungjawabkan nantinya. Namun, yang ia pikiran sekarang adalah ia sudah terbebas dari tuntutan orang tuanya untuk menikah. Akan tetapi sekarang bukan waktu yang pas mengenalkan Ceana. Pernikahan keduanya belum kuat secara hukum. Ditambah perbedaan umur yang pasti akan diprotes sang ibu.

"Kehidupan ke depan tidak mudah, Ceana. Tapi saya harap kamu mau terus menemani saya meski kita tidak saling mencintai. Jika kamu bisa melakukannya maka saya akan mempertahankan kamu apapun yang terjadi. Kamu tidak boleh tidak bahagia, karena saya disini yang menghancurkan kehidupanmu. Saya juga berjanji, kamu akan tetap seperti remaja pada umumnya. Saya tidak akan membebankan tugas seorang istri. Karena kita menikah bukan untuk itu," janji Abi untuk Ceana.

1068 Kata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

1068 Kata

Semoga menikmati cerita ini.
Jangan lupa berikan kritik dan saran. Salam sayang dan mari menjadi saksi pernikahan mereka.

Sampai bertemu di bab berikutnya 🤝

Mendadak Jadi PasutriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang