Ceana terperangah melihat hunian yang kedepannya akan ia tempati bersama Abi--sang suami. Rumahnya tidak besar, tetapi cukup besar jika hanya ditempati berdua. Halamannya cukup luas dengan banyaknya tanaman hijau sehingga terasa sejuk saat baru menapakkan kaki.
Abi memimpin di depan sembari membawa barang mereka. Ceana di suruh membawa yang ringan ringan saja. Cat rumah itu didominasi warna putih sehingga terlihat estetik di mata anak muda seperti Ceana.
"Kita hanya akan tinggal berdua, tapi setiap pagi akan ada orang yang datang untuk membereskan rumah. Kadang juga memasak jika saya minta. Karena biasanya saya pulang malam dan tidak ada waktu untuk membereskan sendiri. Jadi kamu tidak perlu khawatir soal membersihkan dan membereskan rumah ini." Abi menjelaskan bagian-bagian rumahnya kepada Ceana agar gadis itu tahu dan tidak bingung nantinya. Meskipun memerlukan waktu untuk hafal.
"Ada beberapa kamar di rumah ini. Tapi seperti yang kamu tahu kita sudah menikah," ucap Abi, melihat ekspresi Ceana yang ingin protes Abi langsung menjelaskan. "Jangan protes dulu. Kita belum mengenal lama. Kamu belum tau keluarga saya seperti apa. Untuk jaga-jaga apakah kamu bisa untuk kita tinggal di kamar yang sama? Terlebih pernikahan kita belum kuat karena baru sah di mata agama. Nanti jika sudah kuat secara hukum. Kamu boleh pindah kamar. Tapi kembali lagi, keputusan ada di tangan kamu. Jika kamu tidak mau ya tidak apa, tapi nanti kalau ada keluarga yang datang tiba-tiba saya tidak dapat membantu banyak."
Niat yang awalnya ingin protes tidak jadi setelah mendengar penjelasan Abi. Lagi-lagi dengan kesal Ceana setuju dengan Abi. Ia tidak ingin menjadi janda secara cepat. Bukan karena cinta atau bagaimana. Namun, ia belum mendapatkan apa yang ia mau. Karena menyetujui menikah dengan Abi ada alasan tersendiri bagi Ceana.
"Boleh juga sekamar. Tapi ranjangnya besar 'kan? Biar engga ada kejadian kayak di rumahku terulang kembali."
Abi tersenyum, membuat Ceana terdiam melihat senyum itu. Tangan Abi terulur mengelus pucuk kepala Ceana. "Anak pintar. Mari kita bereskan barang-barang milikmu."
Ceana membeku. Perasaan apa ini? Duh engga boleh baper. Cuma digituin masa baper. Inget tujuan Ceana, tujuan kamu bukan untuk menjadi istrinya. Jangan libatkan perasaan atau nanti kamu tersiksa sendiri. Kamu harus fokus, Ceana!
***
Setelah membereskan barang Ceana, ia duduk sendiri di kamar sembari melihat sekeliling.
Setelah dipikir-pikir. Ini adalah pilihannya untuk memanfaatkan kesempatan yang ada. Lalu kenapa menyesal sebelum mendapatkan apa-apa?
"Aku harus yakin. Kenapa sekarang goyah? Bukan saatnya menyesali sesuatu sebelum aku mendapatkan keuntungan. Sabar, Oceana, semua pasti akan indah pada waktunya," ujarnya sembari menguatkan hati bahwa apa yang ia pilih sudah benar.
Ceana menghabiskan waktu di kamar, menata barang dan menyesuaikan apa yang ia rasa tidak sesuai. Kamar suaminya tidak begitu buruk bahkan hanya ada sedikit barang. Sejak tadi Ceana baru menyadari bahwa suaminya tak terlihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mendadak Jadi Pasutri
RomanceMenikah bukanlah hal mudah, yang saling mencintai saja bisa berpisah apalagi yang baru mengenal. Namun, itulah yang terjadi pada Oceana Navya, ia mendadak menikah dengan pria yang baru saja ia kenal beberapa hari karena kejadian yang tidak diinginka...