Bab 7

1 0 0
                                    

Tank top Bella basah di beberapa bagian ketika keringat mengucur deras membanjiri tubuhnya. Bella menari secara non stop setelah telinganya mendengar bukan namanya yang di sebut oleh juri tadi. Kecewa lagi, terus seperti itu yang Bella rasakan. Apapun yang dia inginkan benar-benar belum di jabah oleh Tuhan. Dengan air mata merembes dari sudut matanya Bella semakin leluasa menari di atas panggung, meliuk-liuk tubuhnya hingga suara tepuk tangan dari arah pintu membuyarkan konsentrasi.

Otomatis kepala Bella menoleh dengan cepat, terperanjat sesaat sebelum akhirnya dia oleng dan jatuh ke bawah panggung karena tak kuasa mengatur keseimbangan tubuhnya.

"Akhhh!"

Keenan termangu sesaat, sebelum akhirnya berlari kencang mendekati Bella begitu tubuh mungil gadis itu terjatuh dari atas panggung dengan posisi yang sangat mengenaskan. Suara rintih kesakitan terdengar pelan ketika salah satu kakinya terasa ngilu saat di gerakan. Bella mengangkat kepalanya menatap sengit seseorang yang sempat membuat dirinya jatuh seperti ini.

"Sakit tauk!" Bella mendesis sambil mendorong tubuh Keenan lumayan kasar sampai tubuh cowok itu terjengkang di hadapannya---sebelum akhirnya dia terisak pelan. Keenan menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan meringis kecil melihat Bella malah semakin menangis sesegukan. Keenan mendekati Bella, mengelus punggung cewek itu naik turun, bermaksud menenangkan gadis itu. Bella sempat menegang sesaat merasakan sentuhan nyaman itu, namun detik kemudian dia berusaha menormalkan kembali keteganganya.

"Ada masalah?" Keenan memberanikan diri untuk bertanya.

"Gue nggak guna..." Bella semakin menunduk menyembuyikan wajahnya yang telah di hiasi air matanya sendiri.

"Kenapa gue bodoh banget sih," Bella memukul-mukul dadanya sendiri yang terasa sesak, suara tangisannya semakin terdengar kencang. Tapi Bella tak peduli, dia pikir hanya dengan menangis rasa kecewanya sedikit musnah.

"Lo bisa curhat sama gue,"

Bella mengangkat kepalanya menatap Keenan sengit. "Percuma, gue nggak bakalan bisa ikut lomba ke provinsi meskipun udah curhat sama lo!" bulir-bulir air matanya bercucuran deras membasahi pipinya yang putih. Keenan merasa trenyuh, tanpa sadar salah satu tangannya mengusap air mata Bella yang jatuh. Pandangan mereka bertemu beberapa saat sebelum akhirnya Bella menunduk karena tiba-tiba pipinya memanas. Detak jantungnya pun ikut bertalu.

"Gagal itu ujian, tanpa kegagalan lo nggak akan ngerasain gimana rasanya berproses." sambil mengangsurkan satu botol air mineral ke arah Bella. "Nih minum,"

Bella mengusap air matanya cepat lalu mendongak menatap Keenan dan mengangguk cepat.

Keenan tampak tersenyum. "Gue juga barusan gagal ujian Matematika."

"Nilai gue tetep di angka 8," imbuhnya.

Refleks Bella melebarkan kedua matanya. "8? Dan lo bilang itu gagal?"

Keenan mengangguk singkat. "Ya, karena Mama gue cuman pengen nilai gue 10 semua."

"Apa!!!" Bella berteriak. Tak habis pikir nilai dengan angka 8 masih di bilang gagal. Lalu bagaimana dengan dirinya yang mendapat nilai 5 di ujian Matematika.

"Sini aku bantu pijit kaki kamu,"

***

Siang itu pukul 2, Keenan menanti kedatangan Bella di parkiran. Duduk di sepedanya sambil sesekali mengetik sesuatu di ponselnya---mengirim pesan kepada Mamanya jika dia pulang telat karena ada urusan mendadak. Syukurnya Sintia tak banyak tanya, dan langsung memberikan ijin pada Keenan. Memasukkan kembali ponselnya kedalam saku celana saat dari tempatnya berada Keenan melihat Bella berjalan mendekatinya.

Wajah cantik dengan kulit putih bersih itu semakin memerah saat sinar matahari menerpanya. Sesekali tangan kanannya diangkat keatas dahi untuk menutupi wajahnya dari sinar matahari. Senyuman tipis terus terpatri indah di bibir pink gadis itu. Langkah kecilnya yang sedikit terseok semakin membuat Keenan merasa bersalah. Jika bukan karena dirinya tadi pasti Bella tak akan jatuh dari atas panggung. Membuang muka cepat ketika Keenan tertangkap basah melihat Bella sedari tadi.

KEENAN & BELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang