Bab 10 : Kinan Lagi

3.9K 236 6
                                    

Hana membuka mata, mendapati Tama sedang memandangnya, raut wajahnya seolah sejak tadi menunggu Hana bagun.

Hana bergerak bagun menegakan tubuhnya dengan cepat, menoleh kanan kiri, lalu mendapati Dimas sedang bersidekap memandangnya.

"Ayo pulang, aku dah sehat." Ujarnya buru-buru turun. "Ahhh!!" Pekiknya tidak menyadari tangannya sedang dipasangi infus. Tama buru-buru mengamkan tangan kanan Hana yang infusnya nyaris copot akibat kebodohan Hana.

"Udah copot aja, mimisan doang pake infus segala." Ujarnya memperhatikan Tama yang tengah memperbaiki kembali selang infusnya yang sedikit berdarah.

Tama menegakan tubuhnya usai memperbaiki posisi infus Hana, lalu menoleh ke arah Dimas. "Aku tinggal ya." Dimas mengangguk membiarkan Tama pergi.

"Sana kamu keluar juga," ketus Hana lalu bergerak menutup seluruh tubuhnya dengan selimut tebal.

Gara-gara Dimas, ia tak lagi bisa menemui Yuda. Yuda sudah tau bagaimana tidak bahagiannya Hana usai pernikahan, tidak mungkin Hana menemui Yuda yang sudah pasti akan mengasihaninya seperti Kenaya.

Di dalam selimut yang pengap Hana melirik kebelakang begitu mendengar suara kursi ditarik untuk diduduki di dekatnya.

Dimas tidak pergi.

Hana memejamkan mata, kapan Hana bisa bernafas lega jika Dimas berdiam diri di situ.

Tok-tok, "permisi, saya izin beri obat tambahan dulu ya bu," Hana lantas membuka selimut yang menutupi kepalanya, melotot pada sang perawat yang datang dengan nampan stanliess di kedua tangannya siap menyuntikan obat tambahan pada selang infus Hana.

"Apa lagi itu, saya cuma mimisan doang." protesnya merasa perawatannya kelewatan lebay. Orang mimisan hanya butuh istirahat. 

"Makasih ya sus," ucap Dimas di sana membiarkan sang perawat berlalu kembali.

Dipandangnya suaminya itu, "apa-apaan, mulai kasihan kamu sama aku iya? Karna bentar lagi mati kamu mulai baik sama aku iya?" Dimas tidak berkata apapun memilih duduk saja, "Jadi penasaran kalau aku dah nggak ada bakal seliar apa Kinan." gumamnya bergerak turun.

"Mau kemana?"

"Pipis! Kenapa mau ikut juga?" semburnya menyinisi Dimas kemudian bergerak kesal menarik tiang infusnya menuju kamar mandi. 

Malamnya, karena Tama meminta Hana beristirahat full seharian dan baru diperbolehkan pulang besok pagi, Hana yang bosan dikamar memilih untuk keluar sebentar menghirup udara di taman barat rumah sakit. 

"Ayo buruan nanti ketemu mama," omelnya pada Dimas yang belum juga ingin pulang. Hana menoleh kanan kiri begitu melewati koridor inap khusus lansia, walau mustahil bertemu mamanya di tempat itu, tidak ada yang tau jika tiba-tiba takdir yang selalu mengejutkannya malah mempertemukannya pada sang mama di tempat yang tidak Hana inginkan.

Dimas mendorong kursi roda milik Hana melewati pintu kaca besar, memasuki area taman luas yang penuh dengan rerumputan hijau lengkap dengan bunga-bunga yang masih menguncup belum siap memperlihatkan kecantikannya.

Hana menghirup udara dalam-dalam, lalu menoleh kebelakang mengangkat kepalanya memandang Dimas yang berdiri di belakang sana sembari menumpukan kedua tangannya di penggangan kursi roda. "Sana balik, aku mau sendiri." usirnya karena pada awalnya hanya meminta diantar bukan ditemani. 

Dimas lagi-laagi diam saja alhasil jadi menganggu Hana. Dimas sekarang bersikap seolah esok Hana tak akan lagi hidup. Pria yang dulu meliriknyapun sangat enggan kini memilih berada di dekatnya. Hana jadi merasa benar-benar sedang diingatkan bahwa umurnya sebentar lagi habis.

Business ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang