Bab 11 : Wanita Ular itu

4K 247 20
                                    

Hana menyipitkan mata melihat sejauh mana bola golfnya melambung. Menunduk menonton bola baru dipasang lagi di samping kakinya. Diayunkannya kembali klab miliknya. Merasa bolanya tidak tepat sasaran, hana memutuskan beristirahat, duduk di kursi lipat seperti biasa sembari meneguk air mineral dinginnya.

"Nyonya, sudah waktunya." Hana menengadahkan tangan menerima botol-botol obatnya untuk ia konsumsi.

"Emang ya, nggak heran, mimpi orang-orang kayak Kinan itu udah bisa ketebak."

Kenaya, perempuan yang duduk tidak jauh darinya itu kini membuka suara, "terus kamu mau gimana? Kamu mau biarin aja gitu Dimas dimanfaatin?"

Hana mengangkat bahunya acuh. Ia tidak terlalu peduli dengan Dimas. Toh benar kata Kinanti, Dimas akan lebih percaya pada Kinan.

"Biarin aja. Nanti juga Dimas tau sendiri. Aku gak mau buang-buang air liur, toh aku juga gak ada bukti."

Kenaya memandangnya gemas, bukan jawaban itu yang ingin ia dengar. "Kalau Dimas gak tau gimana? Kamu mau Keluarga Kusuma diambil alih sama anak haram?"

Hana tidak ingin berespon lebih memilih memangku kaki sembari memandang kuku-kuku tangannya yang harus ia poles dengan warna baru lagi.

Hana tidak ingin melakukan hal-hal yang sia-sia. Mengatakan Kinanti perempuan yang hanya menikahi Dimas karena menginginkan hartanya serta memberitahu fakta bahwa anak yang tengah dikandungnya saat ini bukan anak Dimas sama seperti sedang membacakan dongeng panjang untuk pria itu. Kinan dimata Dimas adalah perempuan baik-baik, lugu dan penurut. Sedangkan Hana dimata Dimas adalah perempuan yang hanya akan berpihak pada uang.

Hana berjalan memasuki rumah, melirik ke arah dapur dimana tiga manusia itu sedang duduk bersiap untuk makan malam. "Wahh...makan malam keluarga ya?" Tanyanya menghampiri, menarik kursi untuk turut bergabung di sana. Hana memberi kode pada salah satu pelayan di sana agar alat makannya disiapkan juga.

"Bobi bilang kemarin kamu ikut meriksa laporan produksi Anggur di anak cabang."

Hana memandang Dimas lalu melirik Kinanti yang sedang duduk menikmati makanannya dengan wajah polos buatannya itu. Hana mengangguk pelan, "hitung-hitung selain nemuin para pengutang-pengutang, aku juga nemuin beberapa pelacur." Tangan hana bergerak sebentar mengambil lauk, "yang ternyata ga hanya di rumah bordil doang bersarangnya." Ujarnya melirik Kinan yang juga sedang memandangnya diam-diam.

Dimas memilih melanjutkan makanannya, tidak ingin merespon ucapan Hana yang tidak ia mengerti ke arah mana, sedang Kinanti, perempuan itu diam-diam mengepalkan tangan di bawah sana. Hana adalah satu-satunya yang paling mengganggunya di tempat ini. Kinanti tidak boleh diam saja, sebelum wanita itu kian melunjak, Kinan harus segera menyingkirkannya.

Besoknya karena Hana sedang kurang enak badan, perempuan yang biasanya paling banyak menghabiskan waktu di luar rumah memilih untuk bermalas-malasan di rumah untuk hari ini. "Segini nyonya?" Hana yang sejak tadi bersidekap tak jauh dari sana bergerak mendekat ke pinggir kolam memandang ke bawah memeriksa ketinggian air yang ingin ia gunakan untuk berenang.

"Udah gitu aja," ujarnya sembari mencepol rambutnya.

"Makasih ya udah diisiin airnya." Hana yang nyaris saja mencelupkan kakinya ke tangga kolam, menoleh mendengar suara Kinanti dari belakang sana. Perempuan berbadan dua itu berdiri tak jauh dari pinggir kolam dengan pakaian khusus renangnya.

Mau apa Si kampung ini.

"Kamu mau olahraga juga?"

"Mas dimas," Kinan yang di depan Hana melayangkan tatapan permusuhan berbalik menghampiri Dimas dengan wajah lugunya, menggandeng lengan kekar pria itu.

Business ClassTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang