Empat Puluh Empat

71 6 0
                                    

Spam comment dulu sebelum ditinggal Tata selama 2-3 minggu, yuk!🍓

***

Kabar duka atas kepergian Heera terdengar hingga ke telinga Varel yang tengah berada di Italia guna menghadiri pertemuan bisnis. Ia meminta izin kepada Affan untuk pulang lebih dulu ke Indonesia tepat kabar kematian gadis berparas ayu itu tersebar di media.

Setelah menempuh perjalan di udara selama berjam-jam, ia bergegas menuju rumah sang kekasih. Memasuki gerbang utama rumah keluarga Mahatma, jantungnya berdegup kencang saat melihat banyak karangan bunga di sepanjang jalan menuju teras rumah. Pertama kali turun dari mobil, suara yang tidak pernah ia harapkan kehadirannya seakan menyambutnya datang. Siapa lagi jika bukan Lourenzya?

"Bang, bukannya lo ada di Italia sama bokapnya Ozi? Kenapa bisa ada di sini?" tanya Louren bingung yang baru saja memutuskan sambungan teleponnya dengan bunda ratu.

"Pertanyaan bodoh," maki Varel menutup pintu mobilnya lantas berjalan ke arah pintu utama.

"Kata-katanya sungguh menusuk hingga ke dalam tulang rusuk," ujarnya dramatis. "Itu orang sensitif amat kayak pantat bayi."

Gadis itu menyusul Varel ke dalam. Manik matanya menyapu ke seluruh ruangan mencari keberadaan lelaki berwajah datar itu. Namun, Ayden dan yang lainnya berkumpul seolah tengah membahas sesuatu. Merasa curiga dengan pembahasan mereka, ia perlahan berjalan mendekat. Terlihat Ettan tengah berpikir keras dengan memegang dagunya sendiri.

"Bukan bermaksud menyinggung siapapun. Tapi kepergian Heera sedikit janggal. Keluarga Mahatma punya beberapa gedung pencakar langit pada setiap usahanya, juga rumah peribadi bertingkat. Kenapa harus mengakhiri hidupnya di rooftop mall keluarga gue yang lantai gedungnya jauh di bawah gedung keluarganya?"

"Lo semua nggak sebodoh itu untuk mengerti ucapan gue, kan?" imbuh Ettan seolah setiap ucapannya mengandung makna tersendiri.

Ozi mengangguk setuju. "Perkataan Ettan benar. Bisa saja ini pembunuhan dan pelaku menyamarkan kematian Heera sebagai kasus bunuh diri."

"Sekarang jangan bahas hal ini. Nggak enak kalau salah satu keluarga Heera mendengar," timpal Gaven.

Kedua tangan Louren terkepal kuat seraya menghampiri mereka semua. "Untuk apa kalian mencari penyebab kematian Heera jika pembunuhnya ada di sekitar kalian?"  

Sontak seisi meja mengalihkan atensinya. Tatapan terkejut bercampur kebingungan terlihat jelas dari teman-temannya. "Sorry mengganggu dan nggak sengaja mendengar sebagian pembicaraan kalian. Tolong jangan membahas sesuatu mengenai mendiang Heera ketika berkumpul."

"Takut aja kalau salah satu dari kalian pembunuhnya. Bukan berarti gue menuduh salah satu di antara kalian, tapi lebih baik mencegah dulu," imbuhnya melipat kedua tangan di depan dada lantas berlalu untuk mencari keberadaan Varel.

"Apa maksudnya?" tanya Ozi menatap punggung Louren yang semakin jauh.

Arghi mengedikkan bahunya. "Sulit dimengerti, semoga harinya selalu berwarna."

Lelaki dengan tatapan lurus mencerna kalimat yang Louren ucapkan beberapa saat lalu. Gaven, ia memandang wajah temannya satu-persatu. Itu artinya salah satu dari kita pelakunya? Lantas, siapa?

"Bagaimana Louren bisa menebaknya?" bisik Ayden pada Gaven.

Sementara itu, Louren menghampiri Varel yang tengah berbincang dengan kedua orang tua Heera. Ia memerhatikan lelaki itu berulang kali meminta maaf kepada sepasang suami-istri di hadapannya sebab tak bisa menjaga Heera dengan baik. Louren tahu bahwa selama ini Varel menjalin hubungan dengan Heera demi mendapatkan banyak informasi mengenai SMA Cendrawasih.

JevandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang