Dua Puluh Tujuh

78 6 1
                                    

Halo, maaf karena tidak dapat up terlalu sering. Sekolah sudah mulai fullday, jadi sedikit sibuk. Kalian juga sama, kan?

jangan lupa tinggalkan comment dan vote. Share juga cerita Jevandra ke teman-teman kalian, ya. Terima kasih🍓

***

Selama ada usaha di setiap keadaan, keberhasilan akan menantimu.

***

Craaang!

"Sialan!"

Umpatan kasar terlontar dari bibir Ettan saat berbalik menatap jendela balkonnya pecah karena lemparan sebuah batu. Serpihan kaca tampak memenuhi lantai balkon. Rahangnya mengeras diikuti kedua tangan yang terkepal kuat.

Beberapa pekerja rumah tampak berbondong-bondong menuju lantai dua tepat suara itu berasal. Kepanikan mereka bertambah saat tuan mudanya berada di balkon. Dua di antaranya berlari mengambil sapu dan pengki di lantai bawah. Sisanya menenangkan anak dari majikan mereka.

"Tuan, jangan melangkah sedikitpun. Tunggu sampai lantai selesaikan dibersihkan," titah salah satu pengawalnya.

Ettan bergeming. Ia berbalik menatap sekeliling area luar kawasan rumahnya. Kedua tangannya bertumpu pada pagar balkon. "Cari tahu pelakunya. Jangan sampai ayah dan bunda mengetahui kejadian ini."

"Alangkah lebih baik tuan dan nyonya mengetahui masalah ini," saran pengawal itu.

"Nanti mereka akan tahu dengan sendirinya."

"Tapi-"

"Gue nggak butuh penolakan. Kerjakan semua yang gue perintahkan," ujar Ettan final meninggalkan balkon yang baru saja selesai di bersihkan menuju lantai tiga, kamarnya berada.

"Baik, Tuan."

***

"Lo yakin malam ini cosplay jadi maling?"

"Nggak elit banget cara kita."

"Serius nih nggak ada cara lain?" Liam yang sedari tadi mengoceh tidak mendapat respon sedikitpun, sontak memukul belakang kepala orang di sampingnya. "Respon omongan gue bisa, kan?"

Varel hanya bisa menghela napas pelan menghadapi kelakuan anak dari atasannya yang tidak kalah tengil dengan sang ayah. "Semua data terkait sekolah ada di dalam sebuah map dan flashdisk yang sengaja diletakkan di dalam brankas."

"Dari mana lo tahu?"

Tolong! Siapapun bantu Varel untuk membuang manusia beban dunia. Jika tahu akan seperti ini, ia menolak keras permintaan Liam untuk pergi bersamanya. Lebih baik pergi menjalankan misi sendiri daripada harus bersama manusia bermulut bak petasan banting itu.

Varel tidak berminat membalas perkataan Liam yang dianggapnya angin lalu. Ia keluar dari tempat persembunyiannya di balik pilar besar sekolah saat melihat sang kepala sekolah keluar dari gedung. Suara seseorang mulai terdengar melalui earpiece yang terpasang di telinga kanan Varel. Lelaki itu mengisyaratkan Liam yang terpaut dua tahun di bawahnya untuk melangkah dengan hati-hati.

Keduanya memasuki gedung sekolah lantai satu. Lantai satu berisikan ruang kelas 10, perpustakaan, koperasi, kantin, ruang penerimaan tamu, ruang BK, dan sebagainya. Lantai dua terdapat ruang kelas 11, ruang guru, ruang tata usaha, laboratorium, dan sebagainya. Kemudian ruang kelas 12, ruang belajar untuk jam tambahan, ruang keagamaan, dan lainnya berada di lantai tiga.

JevandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang