Tiga Puluh Tiga

70 8 0
                                    

Bantu ramaikan, yuk! Komen dan bintang jangan lupa🍓

***

Sindiran dengan mengatasnamakan sebuah candaan itu berhasil menghantam kuat batinnya.

***

Seorang pria berjas dengan kacamata hitam yang bertengger manis di hidung bangirnya baru saja turun dari mobil setelah salah satu anak buahnya membukakan pintu. Menelisik sekitar sebelum pada akhirnya melepas kacamatanya dan ia masukkan ke dalam saku jas.

"Elah, sok keren banget lo, Bang," celetuk seseorang yang baru saja turun dari mobil lain.

Varel, lelaki dengan setelan jasnya tampak menghela napas kasar. Manusia di hadapannya sangat merusak suasana. "Jaga sikapmu, Liam. Lakukan tugasmu dengan benar, CCTV memantau setiap pergerakan kita."

"Bukannya ada anak buah lo?"

"Tim saya masih belum sampai ke ruang CCTV, maka jaga sikapmu beberapa menit kedepan," ujar Varel tegas.

Berbanding terbalik dengan konsep pakaian Varel, Liam memakai kaos putih dibalut kemeja kotak-kotak. Kancing kemejanya sengaja tidak ia pasang, layaknya outfit seorang mahasiswa pada umumnya. Keduanya sudah membuat janji jauh-jauh hari untuk berkunjung ke SMA Cendrawasih dengan tujuan yang sama, namun wajib menambah sedikit bubuk skenario.

Sebisa mungkin Varel memakai pakaian khas seorang petinggi meskipun cukup membuat tubuhnya tidak betah. Ah, bukan begitu! Jika biasanya ia hanya memakai kaos dengan balutan jas dan dipadukan celana jeans atau celana apapun yang membuatnya nyaman, kali ini ia harus memakai kemeja, dan celana bahan sesuai warna jas. Juga jangan lupakan dasi yang menggantung indah di lehernya. Sungguh penyiksaan tiada tara bagi seorang Gevarel.

Sementara itu, Liam tersenyum penuh ejekan mengetahui gelagat dari lelaki yang terpaut beberapa tahun lebih tua darinya. Sebuah keberuntungan baginya menggunakan dresscode anak kuliahan, sementara manusia kaku itu menggunakan pakaian ala para petinggi di sebuah instansi. "Cakep, Bang, cakep. Meskipun sedikit mencekik leher lo, tahan sebentar ya."

Daripada harus mendengarkan ocehan dari manusia tengil itu, Varel melangkah dengan penuh wibawa menuju lobi utama sekolah. "Sialan, anak itu selalu mengejekku."

"Waduh, ditinggalin gue." Liam mengetuk pintu mobil yang dikendarainya hingga membuat tiga orang di dalamnya keluar. "Ayo."

"Apakah kami tidak terlihat terlalu tua untuk ukuran anak kuliahan?" tanya salah satu di antara ketiganya.

Liam merotasikan kedua bola matanya jengah. "Hanya untuk penyamaran. Ibaratnya, lo pada cuma pemeran figuran di sini. Buruan jalan!"

Jika mengira Liam membawa teman kuliahnya dalam menyelesaikan misi, maka jawabannya salah! Ia mengubah penampilan tiga anak buah Varel yang dianggapnya cocok dengan peran anak kuliahan. Bahkan sebelum mereka memberi jawaban mengenai tawaran tersebut, Liam sudah datang menyeret ketiganya untuk ikut berbelanja pakaian tema kasual.

Oh, ayolah! Ketiganya tidak terbiasa memakai pakaian seperti itu. Meskipun terkadang tubuhnya tidak terbalut jas, mereka hanya memakai kaos polos serba hitam atau jaket anti peluru yang mereka punya. Kemeja kotak-kotak berwarna terang, semua itu bukan fashion mereka. Ingin menolak, tapi sadar bahwa terdapat point bahwa dilarang menolak permintaan klien apapun itu selama tidak merugikan.

"Malah melamun, ayo brader!"

***

"Louren, bagaimana kabarnya?"

JevandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang