first love - 1

67 9 4
                                    

Aku akan menceritakan tentang cinta pertamaku. Aku bertemu dengannya saat masih SMA. Tepatnya di kelas 1. Aku sekelas dengannya. Dia bukan anak yang terkenal, tetapi bukan anak culun juga. Dia tidak setampan itu, tetapi tidak jelek juga. Dia tidak termasuk anak yang jenius, tetapi tidak bodoh juga. Dia tidak terlalu tinggi, tetapi tidak sependek itu. Dia anak yang biasa-biasa saja. Pas rata-rata. Oleh karena itu, saat itu aku belum memiliki perasaan padanya.

Dia pernah duduk semeja bersamaku. Meskipun demikian, kami tidak banyak mengobrol. Kami hanya membicarakan hal-hal yang diperlukan, seperti tugas atau pelajaran. Walaupun jarang berinteraksi, aku tahu dia berkepribadian baik. Aku tahu dari cara bicara dia yang halus.

Itu saja kenanganku akan dia selama kelas 1. Tidak ada yang spesial.

Di kelas 2, kami tidak sekelas. Namun, semuanya justru berawal dari saat situ. Di awal tahun pembelajaran, semua ekstrakurikuler mempromosikan kegiatannya untuk menarik perhatian anak kelas 1 yang baru saja masuk. Saat itu, aku baru mengetahui bahwa dia tergabung dengan klub band. Saat dia mulai memukul drum, semua atensiku jatuh padanya. Dia terlihat sangat menikmati permainannya. Dia pemain drum yang sangat baik.

Saat melihatnya, tanpa sadar aku tersenyum. Sebuah kalimat lalu terlintas di kepalaku, Dia keren juga.

Setelah pendemostrasian selesai, aku jadi tergoda untuk ikut klubnya. Oleh karena itu, aku mendatanginya yang sedang berkumpul dengan teman band-nya.

"Permisi," selaku, "Yang kelas 2 masih boleh daftar, kan?"

Mereka yang sedang mengobrol menoleh padaku bersamaan. Dia tersenyum. "Hai!" sapanya dengan gembira, "Boleh, dong! Kenapa enggak?"

Aku masih mengingat jelas senyuman itu sampai sekarang. Itu kali pertama aku merasa dia manis. "Perlu audisi, kah?"

"Bisa main drum?" tanyanya.

"Enggak."

"Gitar?"

"Enggak."

"Bass?"

"Enggak."

"Hm... keyboard?"

"Gak juga."

"Berarti bisa nyanyi?" tanyanya pada akhirnya.

"Hm .... Mungkin bisa."

Dia tertawa. Mungkin sedang berpikir buat apa aku ingin ikut bergabung jika tidak bisa apa-apa. Dia lalu berkata, "Oke. Kapan-kapan kita harus dengar kamu nyanyi."

Beberapa hari kemudian, aku pergi ke ruang band untuk menunjukkan kebolehan menyanyiku. Yang datang tidak hanya aku, melainkan beberapa anak lain yang ingin menjadi anggota band. Semua yang ikut audisi merupakan anak kelas 1, kecuali aku. Semua yang datang secara bergantian menunjukkan kebolehannya.  Aku menonton yang sedang tampil sambil diam-diam mencuri pandang. Dia menggoyang-goyangkan kepalanya dengan pelan dan mengetuk-ngetukkan jemarinya ke buku yang digunakan untuk mencatat penampilan.

Setelah orang yang di depan selesai tampil, dia menoleh ke arahku. "Giliranmu."

Aku menelan ludah. Aku berdiri dan merapikan rok seragamku. Setelah menarik napas dalam-dalam, aku berjalan menuju mikrofon. Dia menatapku sambil tersenyum. Menunggu aku mulai menyanyi. Sial. Jika gugup begini, bisa-bisa aku mengacau. Aku kembali menarik napas untuk mengusir rasa gugupku.

Aku menyanyikan lagu yang sedang populer saat itu. First Love karya Utada Hikaru. Aku tidak boleh mengacau supaya bisa menjadi anggota inti band bersama dengannya. Oleh karena itu, aku menghindari kontak mata dengannya selama menyanyi.

Aku sudah percaya diri dengan suaraku. Menjelang akhir lagu, aku memberanikan diri untuk menatapnya. Ternyata, dia masih tersenyum. Tidak hanya itu, dia juga memberikanku tatapan bangga. Salah tingkah, aku mengacaukan nada terakhir. Dengan begitu, akhirnya aku gagal menjadi anggota inti.

first love - nijiro murakamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang