Kenalin, namaku Naraya. So, aku gak mau ngasih tau namaku panjang-panjang. Males aja.
Aku seorang siswi SMA di Jakarta. Masih kelas 10, baru semester 2 untuk saat ini. Tinggal di rumah tante, sebab merantau dari Bandung ke Jakarta. Hari-hari ku terbilang sibuk, termasuk hari ini.
Biasanya pulang jam 3 sore. Tapi kali ini beda. Aku pulang jam 12 siang sebab sedang masa ujian tengah semester.
Pulang dengan rasa lelah, capek, pokoknya seperti itu. Tidur? Tentu aku tidur siang setelah sholat Zuhur. Bangun lagi jam 4. Semula kehidupan ini berjalan damai.
Tapi berbeda setelah aku tertidur di malam hari. Mata terpejam, tanda roh akan terbang melayang ke alam mimpi. Namun mimpi ini...
"Naraya...Naraya, bangun. Naraya"
"Hah?!" Mataku terbuka. Terlihatlah sesosok remaja laki-laki yang sedari tadi mengguncang tubuhku, seolah menyuruh untuk cepat terbangun.
Aku bangun dari posisi rebahan. Ku lihat sekeliling. Tempat ini, tak asing. Rasanya seperti lingkungan rumahku yang ada di Bandung.
"Naraya, ayo kita lari," ajak laki-laki itu.
"Lari? Kenapa kita lari? Ada apa? Dan, kamu siapa?" Aku bertanya-tanya dan kebingungan
"Itu tak penting sekarang. Nanti saja gw ceritain ke lu. Sekarang kita harus lari," laki-laki itu langsung menarik tanganku.
Aku tertatih-tatih mengikuti langkahnya yang cepat. Kami berlari menuju sebuah bangunan yang tertutup daun-daun serta pohon lebat.
Clek
"Kamu sudah berhasil membawanya?"
Tanya sesosok gadis berhijab yang tengah memegang pistol. Hah? Pistol. Weh, aku mau di bunuh, kah?
"Tenang saja. Pistol itu untuk mengalahkan Bhavi dan pasukannya," ucap dia yang sedari tadi menarik tanganku. Kini ia sudah melepaskannya.
"Bhavi? Siapa itu Bhavi?"
Mereka saling tatap. Rautnya seperti suram, takut, dan tak mau bilang. Tapi ku yakin, mereka tak akan menyembunyikan hal itu dari itu.
"Selamat datang di markas kami, Naraya. Maaf sudah membawamu dengan cara yang kasar tadi. Aku Wira, ketua perkumpulan ini. Duduklah, kami akan ceritakan yang sebenarnya padamu," ucap salah seorang pria berusia 22 tahun menyambut ku. Dia datang dari sisi lorong gelap.
Sesuai instruksinya, aku duduk di bangku kayu yang tersedia di sana. Tak lama, datanglah garis berhijab lainnya membawakan 2 cangkir coklat hangat.
"Sebelumnya kita berkenalan terlebih dahulu. Dia adalah Ganeeta, kamu bisa memanggilnya Ganet. Yang itu namanya Elina, panggil saja Elin. Bocah-bocah yang di sana namanya Trisha, Yosani, dan Janitra. Lalu yang menolong mu tadi..."
"Nama gw Mahesa. Lu bisa manggil gw Mahes. Gak usah formal. Gw liat, kita cuman beda setahun doang"
Aku hanya bisa mengangguk. Kak Wira memperkenalkan satu per satu diantara mereka yang ada di sini. Di mulai dari gadis pembawa minum, gadis pemegang senjata, dan ketiga anak perempuan kecil yang mungkin masih SD itu padaku. Setidaknya sekarang aku sudah mengenal mereka. Sisanya tinggal sosok Bhavi saja yang belum aku ketahui.
"Baiklah, mungkin kamu sudah penasaran dengan sosok Bhavi. Dia adalah wanita yang penampilannya seperti manusia, namun ia adalah penyihir/monster/apalah sebutannya. Yang kami ketahui, dia adalah penyebab kekacauan ini. Bermula dari penyebaran virus zombie yang awalnya dia paparkan pada manusia hingga menyebar luas. Kami yang selamat akhirnya membuat perkumpulan untuk berlindung dan menyerang. Tenaga medis, koki, ahli bela diri, ahli senjata, dan semacamnya ada di sini. Kami di ajari teknik-teknik dasarnya oleh mereka"
KAMU SEDANG MEMBACA
The Battle in Dream
HorrorPertarungan di dalam mimpi yang begitu panjang antara kubu manusia dengan kubu monster serta penyihir malam. Sebuah bunga tidur, namun terasa nyata. Gelap, mengeringkan, seakan terus memerangkap jiwa yang tengah berkelana. Buruk, namun tak bisa bang...