Kian lama, sosok gadis berhijab yang bukan berasal dari dunia ini menjauh dari kelompoknya. Lelah, rasanya semakin lama semangat hidupnya menipis. Tapi jikalau begitu, dia tak akan bisa kembali ke dunia asalnya.
"Bhavi, ternyata kau mencoba membuatku menjadi gila secara perlahan-lahan"
Tepat di tengah kota, jantung dunia, ia bertemu dengan Bhavi. Rautnya datar, ia ingin semua ini berakhir sekarang juga.
"Jadi...pada akhirnya kau datang ke sini sendiri, entitas dunia nyata?"
"Ya, aku rasa dirimu juga tau akan hal itu"
Masih duduk dengan anggun di singgasananya. Bhavi di dampingi oleh Mare pengawal setianya.
"Jadi kau memilih untuk tunduk padaku, Naraya?"
"Tidak, aku akan bertarung melawan mu dan keluar dari dunia ini"
Seringai di bibir Bhavi terbentuk. Gadis ini membuat sang ratu mimpi geram.
"Kau menantang ku?"
"Kalau bisa iya. Kemarilah, kita akhiri ini sekarang juga. Aku sudah muak terjebak di duniamu"
Di Tempat Lain...
"Ughhh," pemuda yang sebelumnya pingsan, kini kembali sadar.
"Ini dimana?" Tanyanya dengan kepala yang masih memproses keadaan.
"Di bagian Utara. Sesuai janji kita pada Naraya," jawab Basuki yang menggendong Mahes.
"Utara...? Naraya....?"
Semuanya berhenti. Mereka duduk di tempat yang aman dan setelahnya membantu Mahes untuk menjelaskan yang terjadi.
Pemuda itu cukup syok. Gadis yang ia cintai dalam diam...tengah bertarung sendirian dengan kehancuran dunia.
"KALIAN GILA?! KALIAN MALAH MENINGGALKAN NARA SENDIRIAN DI SANA!"
"Mahes, ini yang terbaik untuk kita," ucap Wira menenangkan.
"BAIK? KALIAN MENUMBALKAN SATU NYAWA UNTUK KEHIDUPAN KITA SEKARANG INI, KAK," Mahes menggebu.
"Oh iya...gw lupa. Sekarang lu kan punya istri ya. Kak Ganet juga lagi hamil. Kak Elin juga ragu. Lu juga, Livia. Katanya lu abdinya, tapi malah ninggalin dia sendirian. Gak ada yang mau nolong Naraya. Haha...gw lupa"
Mahes duduk tertawa miris. Dia mencengkram baju di bagian dada. Sesak rasanya. Bernafas rasanya sulit.
"Kalo gitu...gw aja sendirian"
Mahes bangun, tapi di tahan oleh Livi. Dewi Ningrum ini menatap serius.
"Maaf Mahes, bukannya aku mau menahan dirimu seperti ini. Aku juga ingin menolong nona Naraya. Tapi ini perintah, dan aku tidak bisa menolaknya. Ada harga yang harus aku bayar"
Mahes mengepalkan tangannya. Matanya memicing tak suka. "Apa? Harga apa yang harus kau bayar? Nyawamu? At..."
"Nyawa nyonya. Itu hukum satu arah. Bukan aku yang akan mendapatkan kerugian. Tapi nona yang akan terluka"
"Licik...dasar ular"
Livi menunduk. Pedih, sakit. Lontaran kata sarkas itu ia tanggung. Mahes tidak tau kenyataan yang sesungguhnya.
"Kau salah Mahes. Justru Naraya yang menginginkan kontrak itu pada Livi. Aku pun sudah menentangnya. Tapi ia tetap saja meminta kontrak itu sebagai syarat abdi Livi padanya. Aku tidak bisa mengganggu gugat inginnya," Basuki menjelaskan.
Mahes kembali terduduk. Ia meremas rambutnya dengan frustasi. Ketiga gadis kecil yang melihatnya langsung memeluk sang kakak. Rasa pedih itu bisa di rasakan oleh mereka bertiga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Battle in Dream
HorrorPertarungan di dalam mimpi yang begitu panjang antara kubu manusia dengan kubu monster serta penyihir malam. Sebuah bunga tidur, namun terasa nyata. Gelap, mengeringkan, seakan terus memerangkap jiwa yang tengah berkelana. Buruk, namun tak bisa bang...