Sringgg
Sinar terang berpencar sesaat aku mengucap kata-kata suci itu. Sinar itu menembus ahool yang ada di depanku, dan menusuk langit kelabu itu.
Angin berhembus dengan kencang. Menerbangkan semua yang ada di sekelilingnya. Sekelas manusia aja terdorong mundur.
"TIDAKKK. APA YANG DI LAKUKAN OLEH BOCAH ITU? TIDAK, KEKUATANKUUU!!"
Perlahan sinar matahari menyinari bumi lagi. Menyentuh tanah, dan menyorot diriku yang tengah terduduk sembari menangis tanpa sebab
Entah apa yang membuatku sedih, tapi rasanya aku telah melakukan hal besar dan mengintip sesuatu yang tak boleh di lihat.
Apakah ini ingatan mereka yang ada di dunia mimpi? Mereka yang berubah menjadi ahool, namun itu bukan keinginannya.
"NARAYAAA," samar-samar aku mendengar sebuah teriakan dari grub ku. Tapi semuanya terhalang oleh suara dengungan di telinga.
Pluk
Kak Ganet memeluk tubuh yang ku rasa masih setengah sadar ini. Apakah dirinya menangis? Apakah semua teman-temanku terluka? Bagaimana keadaan bocah-bocah itu? Inilah yang ada di pikiranku sekarang.
"Mereka...sudah pergi ke surga," gumamku sembari melihat ke arah mereka (teman-temanku). Tak lupa senyum lega ku ukir begitu saja.
"Lu itu...benar-benar," ku dengar suara Mahes bergetar. Antara lega dan tidak ia tunjukan padaku.
"Syukurlah kakak selamat. Syukurlah," rengek kan ketiga bocah ini mengembalikan fokus ku.
"Maaf ya, kakak bikin kalian takut. Lihat, kakak baik-baik saja," ucapku dengan lembut.
"Tapi tetap saja, kakak kan tadi jadi dalam bahaya gara-gara keegoisan kami," Yosani masih gendeleotan padaku.
Untuk satu fakta itu memanglah tak salah sih. Tapi rasanya tak enak saja. Bahkan membuat mereka resah.
Aku berusaha berdiri, tetapi kakiku rasanya lemas. Ada apa ini?
Syung....tap
"Kalo lemes tuh bilang. Lu tuh udah berjuang sendirian, tapi tetep aja maksain diri. Udah sini, gw gendong," Mahes langsung menangkap tubuhku yang limbung.
Aku hanya bisa pasrah. Aku kira mah bakalan di gendong di belakang. Taunya...
"EHHHH," tolong Gusti. Hamba gak kuat iman.
Mahes menggendongku ala bridal style. Akhhhhhhhh. Maaf, tolong di kondisikan. Ini gantengnya melewati batas imaji gw. Astagfirullah, la Ilaha Ilallah.
"Muka lu kenapa dah? Mikir yang aneh-aneh lu ya?" Mahes tiba-tiba memicingkan matanya.
"So...sotoy kamu. Lagian siapa juga yang mikir aneh-aneh? Ka...kamu kali yang mikir kek gitu," elakku dengan tergagap-gagap.
Mungkin pandangan Mahes lurus ke depan. Tapi aku bisa memastikan pipinya bersemu merah. Tipis, sangat tipis. Jadi hanya mata yang jeli saja yang dapat melihatnya.
Entahlah, aku sebenarnya bingung. Ini sebenarnya perjalan horor atau romansa. Kalau ini hanya mimpi, tolong jangan ciptakan rasa ini, Ya Allah.
Hatiku rasanya getir bila terbangun dan sosok ini tak ada. Lucu, ini tak adil. Dunia mimpi sangat indah, tapi realita tidak.
"Mahes...bisa tolong turunkan aku saja? Aku ingin jalan sendiri," ucapku memohon.
"Loh, tapi lu baru gw gendong bentar loh. Tuh, jaraknya gak jauh. Hanya melewati satu pekarangan rumah yang luasnya 1 hektar," Mahes bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Battle in Dream
HororPertarungan di dalam mimpi yang begitu panjang antara kubu manusia dengan kubu monster serta penyihir malam. Sebuah bunga tidur, namun terasa nyata. Gelap, mengeringkan, seakan terus memerangkap jiwa yang tengah berkelana. Buruk, namun tak bisa bang...