🌺15.🌺

4 2 0
                                    

⚠️ Support penulis dengan klik ⭐ dan komen..

Bismillahirrahmanirrahim.

Selamat membaca..

.
.
.

Ummi melenggang pergi ketika kak Irsyad akan melanjutkan ceritanya. Beliau masuk ke dalam kamar kemudian mengunci pintunya. Aku menangis, merasa bersalah kepada Ummi.

"Ummi..," Panggilku lirih.

Kak Irsyad menepuk bahuku, "apa kamu masih mau melanjutkan ceritanya?" Tanya kak Irsyad khawatir.

Aku mengangguk, "Ira mau tau semuanya, Kak," jawabku.

"Satu tahun setelah insiden naas itu, apa kamu ingat Ira?" Kak Irsyad melempar pertanyaan kepadaku.

"Memangnya kenapa, Kak?"

Mata kak Irsyad menatap kedua mataku sembari mengusap bahuku, "kamulah yang paling sedih dan depresi atas meninggalnya Abi, Ira." Tutur kak Irsyad membuatku terpaku.

"Kamu marah dan hendak mencekik Ibanez ketika kalian bertemu di rumah sakit."

Seketika kedua mataku terbelalak mendengar penuturan dari kak Irsyad. Rasanya tidak mungkin aku berbuat sekejam itu kepada orang lain. Apa ada hal lain yang tidak kuketahui?

"Saat itu, kamu mengantarkan ummi ke rumah sakit untuk kontrol diabetes beliau. Lalu kamu tanpa sengaja dan atas kehendak Allah bertemu dengan anak laki-laki yang menyebabkan kematian Abi. Saat itu pula kamu hilang kendali dan hendak mencekiknya, Ira. Qadarullah tim keamanan segera meleraimu bahkan kedua orang tua Ibanez sama sekali tidak menuntut perbuatanmu. Mereka sadar bagaimanapun mereka secara tidak langsung telah membuat Abi meninggalkan kita untuk selamanya."

"A-anak itu... I- Ibanez ?" Bibirku kelu rasanya. Kak Irsyad mengangguk.

"Itulah sebabnya Ummi tidak ingin kamu dekat dengan Ibanez, Ira. Beliau takut kejadian waktu itu akan terulang lagi. Ummi, sama sekali tidak pernah membenci Ibanez," jelas Kak Irsyad.

"Lalu.. kenapa Ummi bicaranya kasar sekali kepada Ibanez, Kak?"

"Agar dia menjauhimu."

Air mata luruh di pipiku. Tangan kekar Kak Irsyad merengkuh tubuhku ke dalam pelukannya. Aku meluapkan segala kesedihanku dalam pelukan kak Irsyad. Akhirnya, setelah sekian lamanya aku menantikan jawaban dari ummi. Hal yang memilukan itu berhasil meluluhlantakkan hati dan pikiranku.

"Ira.. kami tidak akan menghalangi keputusanmu. Sekarang kamu sudah mengetahui semuanya, kami harap kamu dapat dengan bijak dalam mengambil keputusan. Ummi dan kakak hanya mau kamu bahagia, kami tidak ingin kamu mendapat sanksi sosial jika menerima pinangan dari Ibanez. Pikirkanlah dengan matang."







15.  Peony










Dua hari setelah pernikahan Rey dan Vina, keadaan kantor pusat sedikit hening. Banyak orang yang menatap kasihan ke arah om Arfan. Aku yang tengah mendampingi kepala toko pusat, wajahku tertunduk karena tidak bisa membantunya. Wajah paruh baya om Arfan terlihat begitu lesu.

"Assalamu'alaikum dan selamat pagi bagi anda yang non muslim. Saya yakin anda sudah mengerti mengapa saya mengadakan pertemuan hari ini. Namun, tidak etis rasanya jika saya pergi begitu saja meninggalkan jabatan yang sudah 20 tahun saya emban. Bukan saja sebagai formalitas, namun dengan rasa hormat saya berterimakasih atas kerjasama anda semua selama ini. Saya Arfan Fathur Rachman selaku CEO Mahardika Pratama, telah menyelesaikan tugas sesuai ketentuan masa jabatan pada perjanjian perusahaan. Jika ada salah yang sengaja maupun tidak sengaja saya lakukan, mohon maaf yang sebesar-besarnya."

Perfect Ibanez--on Going-slow UpdateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang