Tragedi terjungkalnya Bisma tadi berhasil membuat huru-hara di sekitaran parit. Bagaimana tidak, setelah Bisma terjungkal karena tidak seimbang saat mengangkat trash bag besar berisi sampah, nasib buruk tidak berhenti sampai di situ. Saat Bisma mencoba untuk bangkit, karena pijakan yang begitu licin membuat ia kembali terjatuh. Kali ini Bisma terperosok ke dalam parit, beserta dengan buntelan sampah yang ia bawa.Hal inilah yang menjadikan beberapa warga di sekitaran sana menghentikan aktifitas mereka dan segera melakukan pertolongan, termasuk Gala yang melihat kejadian itu di depan mata. Selokannya memang tidak dalam, hanya sebatas paha orang dewasa, tapi tetap saja pertolongan pertama harus tetap dikerahkan.
Beruntungnya tidak ada luka yang serius, hanya saja kaki Bisma keseleo dan terdapat beberapa baret di sepanjang betis sampai lutut akibat goresan pinggiran selokan. Sisanya, Bisma merasa benar-benar malu.
“Kok bisa jatuh, sih, Bis?” tanya Hansel yang memang tidak masuk ke tim bagian bersih-bersih. Ia hanya mendengar dari Ibu-Ibu yang sedang masak, mereka dapat kabar kalau ada salah satu mahasiswa yang jatuh ke parit.
Entah sudah berapa kali Bisma mendapatkan pertanyaan serupa, sampai ia bosan dengan jawabannya sendiri. “Licin, sih, kayaknya,” jawab Bisma dengan template yang sama.
“Iya, sih. Emang harus hati-hati kalau lagi di pinggiran sungai itu. Harus banyak-banyak berdoa. Takut-takut ada babang Uwo lewat, kan, ya? Kesenggol entar.”
Bisma hanya menyerengeh dan memilih tak menimpali kata-kata Hansel. Bisa-bisa laki-laki itu akan menceritakan asal-usul genderuwo sampai ke nenek moyangnya. Hansel memang suka membicarakan hal-hal mistis, pamali dan sebagainya. Tidak jarang juga, anak-anak perempuan dibuat parno gara-gara kata-kata Hansel.
Bisma menatap luka di kakinya yang sudah terbalur gel dari lidah buaya yang diberi oleh tetangga. Sensasi dinginnya cukup membuat luka-luka itu cenat-cenut.
Kalau diingat-ingat momen terjungkal, Bisma merasa tidak habis pikir dengan tindakannya sebelum itu. Kalau saja ia tidak sok menjadi superhero di depan Dara, pasti tidak akan ada kejadian itu. Bisa jadi ia masih anteng di dalam parit sambil mengambil sisa-sisa sampah.
“Boleh nggak, sih, salahin orang?” gumam Bisma begitu pelan sehingga hanya dirinya sendiri yang mendengar.
Andai saja Gala tidak hadir di sana, Bisma tidak akan tiba-tiba punya ide untuk jadi superhero dadakan.
“Gimana, Bro? Aman?”
Bani bersama Janu baru saja datang usai menyelesaikan tugasnya untuk membagikan rumput ke para peternak kambing dan sapi. Mereka mendengar kabar jatuhnya Bisma dari obrolan warga saat sedang makan bersama tadi.
“Menurut ngana—ANJIR! SAKIT BANI!”Bani tiba-tiba menekan kaki Bisma yang keseleo. Seolah tidak peduli ringisan Bisma, Bani terus menekan-tekan area itu. Laki-laki itu mengisyaratkan pada Janu untuk mengambil bantal yang ada di sofa. Setelahnya, ia meletakan bantal itu di bawah kaki Bisma dan membuat kaki itu berada lebih tinggi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Tak Selalu Biru
RomanceBisa berada satu kampus dengan Bisma-mantan kekasihnya saat SMA-saja, sudah membuat Dara merasa dunia ini begitu sempit. Terasa makin sempit ketika Dara dan Bisma berada dalam satu kelompok untuk pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata. Selama satu bulan, me...