07. Tatapan Bisma

5.4K 401 4
                                    

Sejak kejadian ketidak-sengajaannya memasak makanan favorit Bisma tempo hari, Dara makin hati-hati untuk berinteraksi dengan laki-laki itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sejak kejadian ketidak-sengajaannya memasak makanan favorit Bisma tempo hari, Dara makin hati-hati untuk berinteraksi dengan laki-laki itu. Khawatirnya, di alam bawah sadar Dara, ia malah melakukan hal-hal yang menjadi kilas balik hubungan mereka berdua. Ini tidak bisa dibiarkan. Dara tidak ingin Bisma berpikiran kalau ia masih belum move on dari laki-laki itu.

“Sendirian aja, Ra?”

Dara terkejut saat mendapati Gala berjalan di sampingnya. Ia memang baru saja membeli sesuatu dari warung yang tidak jauh dari posko. Alasan ia sendiri, karena teman-teman yang lain sedang sibuk mengurus tugas masing-masing.

Dara tersenyum kikuk saat tak sengaja melihat lesung pipi laki-laki itu. Paling lemah memang bagi Dara kalau lihat laki-laki semanis ini. Di mata Dara, ia melihat Gala ini seperti Kim Min-kyu lawan mainnya Seol In Ah di drama Business Proposal.

Manis dan ganteng berpadu satu.

“Dara?”

Dara terperanjat. Ia mengerjapkan matanya berkali-kali, mengangkat kedua alis, lalu memamerkan deretan giginya. Salah tingkah macam apa ini? Dara meringis malu. Ia seperti baru saja terpergok sedang mengagumi laki-laki itu secara terang-terangan.

“Kamu nggak apa-apa?”

“Eh, nggak apa-apa, Kak,” balas Dara sambil menggelengkan kepala.

Gala mengangguk-anggukkan kepalanya. “Kamu lagi sibuk, nggak?”

Dara berpikir sesaat. “Nggak, sih, Kak. Kenapa?”

“Anter saya ke depan, yuk? Bentar doang.”

Kebetulan sekali Dara sedang tidak melakukan apa-apa, karena pekerjaannya sudah diselesaikan sejak tadi. Sambil membunuh rasa bosan, Dara pun mengiyakan ajakan Gala. Toh cuma sebentar.

Sepanjang perjalanan, mereka saling bertukar cerita satu sama lain. Di mata Dara, Gala ini adalah sosok yang sangat menyenangkan. Laki-laki itu ternyata enak diajak bertukar pikiran. Saking asyiknya mengobrol, bahkan Dara sampai tidak sadar kalau mereka sudah berjalan kaki sejauh ini. Jarak tempuhnya nyaris sama dengan jarak tempuh dari posko sampai ke pasar tradisional.

“Kalau kamu capek, pulangnya kita naik ojek aja,” tukas Gala setelah usai melakukan transaksi dengan tukang martabak.

“Santai aja, Kak. Aku seneng jalan kaki, kok.”

Sejak dulu, Dara memang suka sekali jalan-jalan. Tidak hanya berkeliling mal, Dara bahkan pernah jalan kaki cukup jauh hanya untuk menemukan hidden gem tempat hijau. Ia sangat ingat sekali semangatnya saat itu. Ia juga sangat ingat dengan siapa ia berjalan kaki sejauh itu.

Sial!

Lagi-lagi Bisma muncul dalam pikirannya. Segera Dara tepis pemikiran itu, dan beralih memerhatikan Gala yang sedang menceritakan masa KKN-nya terdahulu. Omong-omong soal Gala, ternyata laki-laki itu sudah lulus kuliah dari dua tahun lalu. Kini, Gala tengah meneruskan bisnis sapi perah milik keluarganya di desa.
Sudah tampan, mapan pula.

Dara menertawakan dirinya sendiri dalam hati. Lama-lama ia bisa ketularan Moza yang dikit-dikit muji cowok. Dara jadi ingat pesan Moza tempo hari sebelum mereka berpisah karena KKN.

“Aku nggak tau sebenernya alasan kamu nggak mau deket sama cowok, tapi nggak ada salahnya kita coba buka hati buat yang lain. Iya, aku tau, KKN itu tempatnya mengabdi, tapi nggak ada salahnya kan kalau sekalian mencari pujaan hati?”

Pandangan Dara beralih fokus pada Gala. Memandang laki-laki itu dan memikirkan kata-kata Moza membuat hatinya sedikit tergerak. Apa Gala bisa membuat ia melupakan Bisma sepenuhnya?
“Udah sampe, nih, Ra!”

Suara Gala menginterupsi Dara hingga sedikit terperanjat. Tidak terasa ternyata kalau mereka sudah berada di depan posko. “Eh iya, Kak.”

“Makasih ya, Ra, udah anter saya,” ucap Gala sembari menyodorkan satu kantong plastik di tangannya, “ini tolong bagikan buat temen-temen yang lain. Maaf nggak banyak,” lanjut laki-laki itu.

“Eh?” Dara terkejut saat Gala memberikan plastik tersebut. Ia merasa tak enak saat laki-laki itu memberi kode untuk menerimanya. “Makasih, Kak Gala. Maaf jadi ngerepotin.”

“Santai aja!” Gala menyunggingkan senyumnya. “Saya pamit, ya. Maaf belum bisa mampir. Kapan-kapan saya main ke sini,” pungkasnya sembari beranjak pergi.

Dara menganggukkan kepala. Sekali lagi ia mengucapkan terima kasih pada Gala, sebelum akhirnya laki-laki itu perlahan menjauh. Dara menghela napasnya, lalu menyunggingkan senyum.

Namun, senyumannya perlahan luntur saat Dara membalikkan tubuhnya dan hendak masuk ke posko. Ia terpaku pada sosok Bisma yang tengah berdiri di depan pintu dengan tatapan yang sulit diartikan. Terlalu dingin dan mencekam, hingga Dara bergidik ngeri.

“Eh, Neng Dara, bawa apa tuh?”

Beruntung ada Bani yang tiba-tiba datang dari belakangnya, alhasil Dara bisa mengalihkan pandangannya dari Bisma.

“Ah, ini ada makanan dari Kak Gala buat temen-temen,” jawab Dara sambil memberi kode pada Bani untuk masuk ke dalam rumah.

“BARUDAAAK, ADA MAKANAN DARI A GALA, NIH!”

Dara bisa bernapas lega saat Bani secara tidak langsung menyelamatkannya dari tatapan Bisma yang mencekam.

***

Dara tidak bisa tidur. Sejak tadi badannya terus bergerak gelisah, hingga akhirnya gadis itu memilih untuk duduk dan tetap terjaga. Dengan keadaan gelap, Dara masih bisa merasakan tidak ada pergerakan dari keempat temannya. Mereka sudah tertidur pulas.

Desa tiba-tiba mati listrik. Ini kelemahan Dara. Ia selalu terbangun tiap kali ruangan mendadak gelap. Saking takutnya tidur di ruang gelap. Ia seperti merasa terhimpit dan was-was tiap kali gelap melandanya.

Dengan cepat Dara menyalakan flash di handphone-nya. Ini sudah larut malam, keadaan di luar juga sama gelap, bahkan bisa lebih gelap. Tidak ingin mengganggu karena flash miliknya, dengan sedikit keberanian Dara berjalan ke luar kamar. Ia memilih untuk berdiam diri di ruangan yang lebih luas sampai lampu menyala.

Di ruang tengah, hanya terdapat Janu dan Aksa yang tertidur mengampar di lantai beralaskan karpet, yang lainnya mungkin berada di kamar satu lagi.

Derit pintu di tengah heningnya malam berhasil membuat Dara yang tengah fokus memainkan jarinya nyaris terjungkal. Ia sangat terkejut karena tiba-tiba pintu utama terbuka setengah disusul dengan sinar yang sangat menyilaukan.

“Dara?”

Dara bisa bernapas lega saat mendengar suara Bisma di sana. Ternyata, sosok di balik sinar yang pekat itu adalah Bisma yang sedang menenteng dua senter besar.

“Kaget! Saya pikir siapa,” keluh Dara sambil mengurut dadanya yang berpacu lebih cepat.

Siapa yang tidak kaget, kalau sedang sendirian di kegelapan kemudian ada yang tiba-tiba membuka pintu? Untung saja Dara tidak menjerit histeris dan menyebabkan anak-anak yang lain terbangun.

Bisma tersenyum kikuk. Ia menyimpan satu lampu senter di atas nakas yang ada di ruang tamu, dan satunya lagi masih di pegang olehnya. “Tadi pinjem dulu senter ke rumah Pak Dasa, syukurnya beliau punya beberapa senter.”

Begitu mati listrik tadi, Bisma yang memang belum tertidur dan sedang merokok di luar pun berinisiatif untuk langsung ke rumah Pak Dasa. Ia ingat kalau di poskonya tidak menyediakan penerangan cadangan seperti lampu senter, ataupun lilin.

Dara mengangguk-anggukkan kepala. Keadaan mendadak hening setelahnya.

“Ini!” Bisma tiba-tiba menyodorkan lampu senter yangbia pegang ke arah Dara. “Buat di kamar,” lanjutnya saat mendapati Dara menatapnya dengan bingung.

Dara mengambil alih lampu senter di tangan Bisma.

“Tidur, gih!” titah Bisma setelah mendengar ucapan terima kasih yang keluar dari bibir Dara.

Dara sempat membeku beberapa saat, sebelum akhirnya ia pamit untuk segera ke kamar. Menyadari menghilangnya Dara dari ruangan ini, senyum Bisma tersimpul manis.

I know you so well, Dara.”

Luv, HD💜

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Luv,
HD💜


Langit Tak Selalu BiruTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang