Bab 27

98 7 0
                                    

Zidan berjalan menuju kantin, cacing di perutnya sudah minta diisi. Menghembuskan nafas, mencoba melupakan masalahnya sejenak.

Sebenarnya ia tidak pergi kemana-mana, hanya tidur di perpustakaan.

"Laper banget gue," keluhnya.

Dia tidak tahu kalau kedua sahabatnya tadi mencarinya.

Kini dirinya sudah masuk ke kantin, ia segera memesan bakso.

****

"Van, ini semua gara-gara lo. Gue jadi make ginian," sarkas Indra.

"Kok nyalain gue? Ini salah lo, ya. Ngapain ngajak gue maling?"

"Sepi kalo sendiri, makanya gue ngajak lo. Lah, terus lo ngapain mau?"

Devan menyengir kuda. "Sebagai sahabat yang baik, dan juga solid. Gue gak mau liat lo nanti masuk neraka sendiri, jadi gue bakal temenin lo."

"Bangsul!"

"Dari pada lo berdua ribut adu mulut, mending cepetan jalannya." Andra langsung meninggalkan kedua sahabatnya, ia tidak menghiraukan teriakan Indra yang terus memanggil namanya.

"Woy, Andra! Tungguin elah," teriak Indra berlari sambil memegang sarung yang melekat di pinggangnya, supaya tidak terjatuh.

Sekarang Indra persis seperti anak yang baru selesai disunat.

"Andra!"

"Andra! Lo budeg?!"

Devan memutar bola matanya malas. Kenapa harus berteriak? Memalukan saja. Dia yang teriak, dirinya yang malu.

"Kagak usah teriak-teriak juga. Santai kayak di pantai," ucap Devan sambil menyugarkan rambutnya ke belakang.

"Mata lo kayak pantai!"

****

Brak!

Zidan berdecak kesal, baru saja dirinya tenang. Ia langsung menatap sang pelaku, untung saja ia sudah selesai makan bakso.

"Gak usah gebrak-gebrak meja segala," sentak Zidan. "Lo habis disunat?"

Indra langsung duduk di hadapan Zidan dengan kesal. "Iye-iye, maap. Kagak, yakali gue sunat dua kali yang ada buwung gue dempes."

"Terus?"

"Celana gue robek, terpaksa minjem sarung Mang Ujang."

Mang Ujang salah satu pegawai di sekolah ini, ia bertugas sebagai tukang bersih-bersih.

Zidan manggut-manggut, ia kembali fokus pada handphonenya. Setelah mengirim pesan pada seseorang ia kembali menyimpannya ke atas meja.

Ini adalah jalan satu-satunya untuk mengetahui keberadaan Alia, walaupun dirinya tahu apa yang akan terjadi nanti.

'Gue harap lo bisa gue andalin.'

****

Panasnya matahari sudah tergantikan dengan terangnya sinar bulan. Seorang pemuda tampan berdiri di balkon, tatapannya terus mengarah pada bulan.

"Lia, lo itu bagi gue udah seperti bulan. Menyinari hidup gue dikala gelap, lo cahaya gue. Lo candu gue! Senyuman lo, perlakuan lo, sifat galak lo. Tapi ....

Tapi gue malah bikin lo pergi, pergi dari hidup gue."

Zidan mengusap ujung matanya, kehilangan seseorang yang paling berharga dihidupnya selain keluarga membuat dirinya hancur, dan rapuh.

Alia gadis yang selalu menjewer telinganya, gadis galak yang selalu membuat Zidan tambah sayang dan cinta. Dia gadis yang mampu memporak-parikan perasaannya, gadis limited edition!

"Good night, Lia. Semoga besok gue dapet jawabannya. Do'ain gue supaya bisa cepat-cepat jemput lo."

______

Zidan [END]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang