"Selamat datang kembali di Hogwarts, Edelweiss."
EDELWEISS mengetuk-ngetukkan jarinya berulang kali di sampul buku tebal yang ada dipelukannya. Sejak sepuluh menit yang lalu gadis itu hanya menghela nafas kasar. Dirinya sedang menunggu sahabatnya itu bersiap-siap. Thea masih sama seperti ingatannya dulu, paling susah untuk dibangunkan dan dengan tak sadar diri gadis blonde satu itu juga sangat lama saat merias dirinya.Baiklah, Edelweiss sudah muak sekarang. Ia langsung menggedor pintu kamar asramanya itu dengan tak sabaran. "Thea ini sudah sepuluh menit berlalu sejak yang kau janjikan dan kau belum siap juga? Demi Merlin, kita harus sarapan sekarang sebelum kelas di mulai." Ucap Edelweiss kesal.
Dari dalam Edelweiss masih mendengar kesibukan tak jelas itu. Lalu setelahnya gadis yang ditunggunya itu muncul dengan jubah berantakan dan tangan penuh tumpukan buku.
Thea terkekeh canggung sambil menunjukan sedikit wajah penyesalannya, "Sorry El. Lagipula ini salahmu yang bercerita sampai tengah malam kemarin." Thea beralih menyalahkan Edelweiss.
Edelweiss melotot mendengar hal itu. Gadis satu ini benar-benar. Padahal dirinyalah yang merengek kepada Edelweiss untuk tidak tidur dulu dan mengajaknya mengobrol semalaman. Ia bilang masih banyak cerita yang harus Edelweiss ketahui selama tak sadarkan diri kemarin.
Edelweiss mendengus kecil. Sudahlah lupakan, kalau dilanjut mereka tak akan ada waktu untuk sarapan lagi. Edelweiss berjalan dahulu meninggalkan Thea yang masih sibuk merapikan letak jubahnya itu.
Thea mencoba mengejar langkah Edelweiss,"Hei El, tunggu aku. Iya aku minta maaf. Kau ini cepat sekali merajuknya."
Edelweiss memutar bola matanya, tapi tak urung menunggu Thea untuk menyamakan langkah mereka. Thea tersenyum senang melihatnya dan langsung merangkul lengan Edelweiss.
Mereka turun ke Common room yang sudah padat dengan para murid Slytherin yang sibuk berlalu lalang dengan buku mereka.
"Kau beruntung sekali tak perlu mengejarkan Essay dari Professor Mcgonagall. Tanganku rasanya sudah keriting menulis materi tentang Animagus itu." Thea memanyunkan bibirnya.
Edelweiss tertawa mengejek, "Kalau begitu, kau bisa menyuruh Parkinson untuk melemparkan Bludger ke kepalamu." Thea mendelik kesal mendengarnya.
Memang benar, Edelweiss diberi keringanan untuk tidak mengerjakan Essay itu oleh Professor Mcgonagall. Lagipula, tenggat waktunya hari ini dan Edelweiss baru saja sadar kemarin.
Tiba-tiba langkah Thea berhenti. Gadis itu menatap Edelweiss dengan panik. "Salazar, Essayku ketinggalan di kamar. Kau pergi duluan saja ke aula, tunggulah aku disana." Thea langsung berlari terburu-buru meninggalkan Edelweiss yang sudah menatapnya dengan kesal.
Edelweiss berteriak. "Jangan lama-lama. Atau akan ku tinggalkan kau ke kelas duluan."
Edelweiss melanjutkan langkahnya keluar dari asrama bawah tanah itu. Ia berjalan menyusuri lorong Hogwarts yang sudah padat dengan aktivitas para murid dari berbagai asrama itu.
Edelweiss tersenyum kecil dan mengeratkan buku-buku yang ada dipelukannya. Euforia yang dirasakannya pagi ini, mengingatkan Edelweiss akan perasaannya ketika hari pertama ia bersekolah di Hogwarts dulu.
Cukup lucu sebenarnya kalau mengingat jiwa yang ada di tubuh Edelweiss saat ini sudah berusia 38 tahun dan ia harus kembali bersekolah. Tapi hal itu tak membuat semangat Edelweiss untuk kembali menuntut ilmu sebagai siswa di tahun kelimanya itu pudar. Malah saking semangatnya dan sedikit gugup juga, ia tak bisa tidur semalaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bright and Black
FantasiDemi jenggot Merlin, apakah ia penuh dosa sehingga arwahnya tidak diterima di dunia akhirat? ini benar-benar tak bisa dipercaya. Harusnya malaikat pencabut nyawa sudah menjeputnya setelah Bellatrix sialan itu mengucapkan mantra Tak Termaafkan kepada...