PART 9

187 183 52
                                    

Jakub si Ayam Jago milik Pak Pur -- tetangga sebelah – berkokok begitu lantang mengalahkan alarm manapun. Buktinya, kali ini Bagas berhasil terganggu setelah delapan kali alarm ponselnya berbunyi hingga mati sendiri.

Tangannya meraih ponsel yang ia selundupkan di bawah bantal. Matanya hanya terbuka setengah inci, samar-samar ia melihat jam di layar itu, nyawanya masih belum terkumpul.

"Ouh, jam setengah enam," gumamnya membenaran posisi selimut dan kembali menutup mata.

Ia ingat ada janji lari pagi hari ini. Tapi, susah sekali rasanya membuka mata melihat dunia. Kasurnya begitu nyaman dengan gaya magnet yang membuatnya terus tertarik.

Sedetik kemudian Jakub kembali berkokok membuat Bagas mengerang kesal dan melepas selimutnya kasar. Argh! Malas sekali rasanya bangun pagi di Hari Senin. Kalau bukan karena sahabatnya yang mengajak, ia pastikan ia masih mampu mengabaikan suara Jakub.

Reyza sengaja mengajak Bagas lari pagi di Hari Senin karena ia muak melihat Bagas yang terlalu over menggunakan vapor dan tidak pernah berolahraga di masa pandemi ini, kecuali saat jam mata pelajaran olahraga. Itu pun kalau ada tugas praktik.

Hari Senin menjadi pilihannya agar Bagas lebih fresh dan fokus di jam pertama pembelajaran. Ia tidak tega melihat guru matematika yang selalu marah mendapati Bagas yang tidak fokus saat diberi pertanyaan. Sebenarnya, Bagas tidak bodoh di mata pelajaran tersebut, namun bukan berarti ia juga pintar. Cowok itu mengakui rasa kantuknya semakin besar ketika berhadapan dengan hitung-hitungan.

"Lo kenapa gak sendiri aja sih? Biasanya juga lo serba sendiri," protesnya sambil mengikat tali sepatu.

"Lagi mau ngajak lo, biar lo segeran dikit kayak buah impor."

Ia berdecak kesal, kakinya melangkah meninggalkan Reyza. Kali ini nyawanya sudah sepenuhnya terkumpul. Tapi, raut kesalnya belum juga pudar.

"Ck, shhttt...ini lagi, berisik banget. Cari tempat lain kek!" omelnya pada Jakub yang bertengger di atas tiang pagar rumahnya. Pantas saja suaranya terdengar lebih jelas dari biasanya.

Reyza tertawa melihat tingkah sahabatnya di pagi hari.

"Gak usah ketawa, lo lebih bagus kalau datar!"

Reyza membiarkan Bagas yang lari lebih dulu dengan rasa kesal. Ia tidak tahu cowok itu menyadarinya atau tidak. Ia berlari kecil seratus meter di belakang Bagas. Sesekali ia melirik layar ponsel yang digenggamnya, Barangkali ada notif dari gadis tersayangnya. Ia sengaja tidak mengirim pesan duluan, ia menghargai waktu Lintang, ia tidak mau mengganggu aktivitas gadis itu, Jadi, ia memutuskan untuk menunggu.

"Liatin apa sih lo dari tadi? Kayak orang gak tenang." Ternyata udara sejuk di pagi hari tidak membuat rasa kesal Bagas padam. "Cuman ngecek udah jam berapa."

"Lo kalau cuman mau gue tau kebiasaan baru lo, mending gak usah ajak gue jogging. Ganggu jam tidur gue tau gak!"

"Ha? Maksudnya?"

Bagas menarik nafas kuat-kuat menahan amarah yang sudah di ujung tanduk. Untung saja ada tukang bubur yang datang membawa pesanannya. Entah kenapa kaki Bagas melangkah ke arah sini selepas jogging tadi.

"Gue tau lo lagi beneran fall in love sekarang."

"Maybe"

"Orang kayak lo mana ngerti bedanya fall in love sama tertarik."

"Ya, kan, gue gak---"

"Diem! Gue lapar."

"Angkat, tuh, cewek lo telepon." Cowok itu langsung melihat layarnya dan benar saja panggilan itu dari Lintang, gadis yang dari tadi ia tunggu kabarnya.

"Halo, Lin. Gimana?"

"..."

"HAH?! Ngapain?"

"..."

"Oke, tunggu gue lima belas menit."

"Kenapa?" tanya Bagas tanpa ekspresi.

"Lintang di stasiun."

***

Hoy-hoy!!
Gimana part ini?

Wajar gak sih kl Bagas kesel?😭
Ada yang pernah se-happy itu ketemu sama orng yg awalnya cmn dari layar aja?

Btw, udh sabtu lagi ya.
Happy weekend buat yg udh free dri skrng

Have a nice day💕

Jangan lupa tinggalkan jejak ya, buat Kenang"an wkwkwk

Where are You? - [ END ]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang