Berjam-jam mereka lalui dengan hal biasa-biasa saja. Tidak ada keanehan lagi yang mereka alami. Keenam mahasiswa itu kini memilih mengurung diri dikamar masing-masing sambil mengerjakan tugas yang diberikan oleh dosen.
Seperti biasa, saat mereka akan menuju kamar mandi untuk berbenah diri sebelum tidur. Kamar mandi selalu terkunci sendiri dari dalam hal itu membuat hal mistis semakin kentara.
"Liat, kekunci lagi." ujar Harsa dengan nada lelah. Bahkan didalam sana terdengar suara kecipak air layaknya seperti ada orang yang sedang mandi.
"Aneh, bener-bener aneh." kata Jendra sambil berjalan mondar mandir didepan pintu kamar mandi.
"Kayaknya ini kost nggak beres deh, ini kost angker." ucap Jean yakin. Pasalnya di kost yang dulu mereka tidak pernah mengalami kejadian seperti ini.
Gavin menautkan alisnya. "kalian curiga sama bilik kamar nomer tujuh nggak?" ucapan Gavin berhasil membuat kelima kawannya menoleh pesat pada cowok itu.
"Bilik kamar nomor tujuh?" beo Satya. Dahinya mengernyit hingga tercetak jelas garis-garis disana.
Gavin mengangguk. "Iya. Kayaknya, hal-hal aneh yang kita alami berasal dari penghuni bilik itu. Siapa tahu penghuni bilik itu nggak suka kita nempatin kost ini makannya mereka ganggu kita." ujarnya yang terdengar masuk akal.
"Oh ya gue baru inget," ujar Satya membuat mereka berlima menatap kearahnya.
"Inget apa?" Andra menaikan satu alisnya.
"Kemarin malam, waktu gue mau masuk kamar, gue denger suara cewek nangis dibilik kamar nomer tujuh itu." ujar Satya memberitahu peristiwa kemarin malam yang ia alami.
"Lo serius Sat?" tanya Jendra memastikan dan diangguki mantap oleh Satya.
"Ngapain gue bohong."
"Apa perlu kita selidiki? Kita buka bilik kamar nomor tujuh itu, gue curiga, kayaknya ada sesuatu dibilik kamar itu." kata Jean.
"Buka? Kita nggak punya kunci kamar itu," Harsa pertama kali menyahut.
"Gue tau yang megang semua kunci siapa," ucap Jendra seketika atensi kelima kawannya terarah pada cowok sipit itu.
"Siapa?" tanya mereka berlima serempak.
"Ibu kost lah siapa lagi?"
"Tapi, Jen, gimana caranya kita ambil kunci itu di Ibu kost?" tanya Harsa yang diangguki oleh empat kawannya karena sependapat.
Jendra terdiam sebentar. Lalu berucap, "Nggak ada cara lain, kita ambil kuncinya secara diem-diem."
"Maksud lo? Kita harus nyelinap masuk ke kamar Ibu kost gitu?" tanya Gavin.
Jendra mengangguk. "Nggak ada cara lain. Kalo kita bilang buat buka bilik kamar nomor 7, pasti nggak bakal dibolehin."
"Iya sih... tapi gimana kalo kita ketahuan?" tanya Satya.
"Itu dia jangan sampe ketahuan."
"Nggak. Kita jangan gegabah, kita harus atur strategi dulu sebelum bertindak. Kalian nggak mau kan nanti dikira maling sama ibu kost karena kita diem-diem masuk kamarnya? Pikirin konsekuensinya jangan asal bertindak." opini Jean karena ia tidak mau ambil risiko besar kalau sampai ketahuan.
"Ya intinya jangan sampe ketahuan."
"Disana ada cctv." celetuk Andra yang sejak tadi diam.
"Gampang, urusan cctv gue bisa atasi." ujar Jendra yakin.
"Yaudah, mau mulai kapan?" tanya Andra.
"Malam ini." jawab mereka berlima serempak.
*
Harusnya sih begitu. Harusnya malam ini mereka menyelidiki tentang keanehan yang berasal dari bilik kamar nomor tujuh. Tetapi, kegiatan itu harus mereka tunda sementara waktu lantaran sekarang salah satu diantara mereka ada yang kesurupan.
Satya. Ya, cowok itu yang kesurupan. Entah setan apa yang masuk kedalam tubuhnya.
Tadi, saat Satya baru saja selesai mandi ia tiba-tiba saja merasakan aneh dipunggungnya. Rasanya sangat berat, seperti ada yang menggendong dipunggungnya. Tidak lama setelah itu, Satya tiba-tiba saja berteriak membuat kelima temannya dibuat heboh karena sadar kalau Satya tengah kesurupan.
Ini sudah 1 jam lebih Satya terbaring di atas kasurnya. Saat kesurupan selama dua puluh menit lamanya, akhirnya Satya dapat disadarkan juga oleh seorang ustaz yang sedari tadi sudah ada disana. Harsa yang memanggil pak ustaz untuk menangani Satya yang kerasukan tadi.
"Gimana Pak? Temen saya nggak papa kan?" tanya Harsa pada pak ustaz. Raut wajah Harsa sangat gusar, ia takut terjadi sesuatu kepada Satya. Bagiamana pun Harsa paling dewasa diantara kelima temannya, jadi ia harus bertanggung jawab tatkala terjadi sesuatu dengan teman-temannya yang sudah ia anggap sebagai adik-adiknya sendiri.
"Temen kamu nggak papa. Bentar lagi dia juga sadar, beruntung kamu cepat panggil saya." jawab pria berusia kepala empat itu.
Harsa menghela nafas lega begitupun dengan keempat temannya.
"Pak ustaz si Satya kesurupan setan apaan Pak? Dia sampe teriak-teriak begitu," coletoh Gavin kepo.
Jean yang berdiri disebelah Gavin lantas menyiku perut cowok itu membuat empunya meringis kesakitan.
"Nanya yang bener dikit kek tai." desis Jean dengan suara pelan yang hanya dapat didengar oleh Gavin saja.
"Ya gue kan kepo Je," balas Gavin dengan suara pelan juga.
Pak ustaz berdiri dari duduknya. "Ini sudah malam kalau begitu saya pamit pulang dulu. Kalau terjadi sesuatu sama temen kamu lagi, kalian bisa panggil saya." ujar pak ustaz yang diangguki oleh para pemuda itu.
"Terimakasih Pak." ujar mereka berlima serempak.
Pak ustaz tersenyum. "Sama-sama. Oh iya ada hal yang mau saya sampaikan sama kalian," ujarnya sebelum benar-benar keluar dari bilik kamar Satya.
Mereka berlima sontak mengernyitkan dahi.
"Soal apa ya Pak?" tanya Andra mewakili rasa penasaran teman-temannya.
Pak ustaz itu terdiam sebentar sebelum pada akhirnya berucap, "Lebih baik kalian cepat-cepat pindah dari kost-an ini."
to be continued...
jangan lupa pencet bintangnya, jangan jadi pembaca gelap 😾
satya kerasukan jin ifrit awkzjwjakwk
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑹𝑶𝑶𝑴 𝑵𝑼𝑴𝑩𝑬𝑹 𝑺𝑬𝑽𝑬𝑵
HorrorTempatnya bagus, mewah, bersih, harganya juga murah, tapi....agak aneh. Awalnya biasa-biasa saja, tapi makin kesini mereka berenam selalu mengalami hal-hal ganjil. Mereka berenam kira pindah kost akan membuat suasana menjadi tenang dan damai. Namun...