sebelumnya mau minta maaf ya karena lama updatenya wkwkk. tapi tenang aja, aku bakal update sekaligus 3 chapter biar cepet" end.
***
"Gue kenapa?"
Pertanyaan pertama yang dilontarkan oleh Satya ketika cowok itu terbangun usai kerasukan. Harsa, Jendra, Andra, Jean dan Gavin memutuskan untuk tidur dikamar Satya malam ini. Karena takut terjadi sesuatu pada Satya kalau mereka tidur dikamar masing-masing. Begitulah mereka, selalu solid kepada satu sama lain. Tak heran jika hubungan persahabatan mereka awet sampai sekarang.
"Lo abis kesurupan." Gavin menyahut pertama pertanyaan Satya.
"Kesurupan?" gumam Satya. Cowok itu terdiam sambil menatap lempeng dengan tatapan kosong.
"Iya, Sat." ujar Harsa lalu mendekat kearah Satya dan duduk disamping kasur cowok itu. "Kepala lo pusing nggak? Mau gue pijitin?" tawar Harsa peduli. Selain menjadi teman, kadang kala Harsa juga harus berperan sebagai seorang kakak karena dia lah yang paling dewasa disini.
Satya menggeleng. "Nggak usah, gue nggak papa." tolak Satya.
"Eh, kalian kepikiran nggak sama omongan Pak ustaz tadi?" celetuk Jendra membuat sesi obrolan mengenai ucapan pak ustaz yang terdengar ambigu bagi mereka.
"Pak ustaz? Emang dia ada bilang apa?" tanya Satya karena tidak tahu menahu.
Harsa menghembuskan nafas berat. "Kata beliau kita harus cepet-cepet pindah dari kost ini. Gue juga bingung, kenapa Pak ustaz tadi nyuruh kita buat pindah dari kost ini. Menurut kalian, kita turutin ucapannya atau nggak?" tanya Harsa meminta pendapat lima temannya.
Mereka terdiam semua tidak ada yang menyahut duluan ucapan Harsa.
"Kost ini bagi gue agak aneh sih. Cuman kost ini yang paling murah sama yang paling deket sama kampus kita. Lo tahu kan? Ini kost paling murah daripada kost-kost yang udah pernah kita tempatin dulu." ujar Jean memecah keheningan.
Mereka semua mengangguki ucapan Jean karena yang dibilang cowok itu memang sangat benar. Kost ini sangat murah, tapi tempatnya sangat mewah. Disediakan wifi, televisi, dan berbagai fasilitas lainnya. Berbeda dari kost-kostan yang pernah mereka tinggali sewaktu dulu. Disini memang murah, tapi agak aneh.
"Terus gimana? Kita bakal stay disini sampe kita lulus kuliah gitu?" tanya Gavin.
"Jujur gue nyaman sama kost ini karena tempatnya luas. Tapi, di kost ini walaupun tempatnya enak, entah kenapa gue nggak merasa nyaman." ujar Andra dan seketika gorden yang menutupi kaca jendela itu tersingkap dengan sendirinya. Dan yang paling mengejutkan, mereka berenam melihat sekelebat bayangan orang lewat dijendela itu.
Bayangan itu seperti seorang perempuan yang baru saja melintas dari bilik kamar nomor tujuh.
"Astagaaa apaantuh?" pekik Jean terkejut bukan main dan refleks memeluk Gavin dari samping.
Gavin mendorong Jean yang merangkulnya sambil menatap sinis cowok itu. "Nggak usah peluk-peluk gua anjing gua gak homo." desis Gavin sarkastik.
Mereka menelan ludah susah payah. Sangat shock melihat sekelebat bayangan hitam tadi. Ya, kamar kost yang Satya tempati memang terdapat jendela didekat pintu sementara kamar kost yang lainnya tidak disediakan jendela. Hanya kamar kost Satya saja.
Satya sipaling penakut lantas merapatkan tubuhnya pada Harsa. Jantung cowok itu berpacu sangat cepat bahkan keringat dingin bercucur dipelipisnya.
"Gua nggak mau tidur dikamar ini gua mau pindah kamar." kata Satya terdengar sangat ketakutan.
"Lo mau pindah dikamar mana ege? Semua udah keisi kecuali kamar nomor tujuh, lo mau pindah situ?" tanya Jendra menawarkan yang dibalas gidikan ngeri oleh Satya.
"Terus gue sekarang harus gimana? Jujur gaes setiap malem gue selalu nggak tenang buat tidur, gue ngerasa selalu ada yang ngawasin didekat pintu." ujar Satya menceritakan kerisauannya selama ini.
"Lo serius?" Harsa memastikan.
Satya mengangguk mantap. "Ngapain gue bohong. Makannya kalo pagi gue selalu ngantuk karena malemnya gue gak bisa tidur. Lo tau sendirilah kamar gue sebelahan sama kamar kosong ini," ujar Satya seraya menunjuk kearah bilik kamar nomor tujuh.
"Yaudah, lo tidur dikamar gue aja." ujar Gavin berbaik hati. Namun yang sebenarnya, ia juga ketakutan dan sering mengalami yang seperti Satya ceritakan tadi.
"Serius?" Satya memastikan.
"Gue serius. Dah sana cepet beresin barang-barang lo, terus pindah ke kamar gue." ujar Gavin dan Satya segera membereskan barang-barang yang ia bawa untuk dipindahkan ke kamar Gavin.
*
Esok paginya mereka berenam sudah siap untuk berangkat ke kampus. Niatnya mereka berenam akan berangkat agak siangan lantaran jarak kampus dengan kost mereka yang sekarang lumayan dekat. Kalau ditempuh dengan motor, 10 menit akan tiba di kampus.
Beruntung sekali pagi tadi kamar mandi tidak dikunci lagi dari dalam seperti kebiasaannya. Membuat mereka berenam tidak harus menunggu lama didepan pintu kamar mandi. Hingga sekarang mereka belum mengetahui siapa, mahkluk apa, yang sering kali mengunci kamar mandi ketika enam pemuda itu ingin mandi.
"Selamat pagi,"
Mereka berenam yang kebetulan tengah berada diruang tengah menoleh kearah seorang wanita paruh baya yang berdiri didepan pintu. Itu adalah bu Mayang, pemilik kost ini.
"Pagi juga Bu," jawab mereka serempak tak lupa sembari mengulas senyum agar terkesan sopan.
"Ada apa ya Bu?" tanya Andra karena merasa heran tiba-tiba saja ibu kost berkunjung kesini.
"Ini saya cuman mau anterin bekal buat kalian, pasti belum pada sarapan kan? Makannya saya anterin nasi goreng buat kalian. Nih, jangan lupa dimakan ya." ujar bu Mayang seraya menaruh sekresek nasi goreng yang terbungkus oleh styrofoam putih.
"Wah, makasih banyak Bu jadi ngeropotin," ujar Gavin sambil cengengesan.
"Ah nggak ngerepotin kok. Kalau begitu saya pamit dulu jangan lupa di makan ya." ujar bu Mayang yang diangguki oleh mereka serempak.
"Terimakasih Bu," ujar mereka.
"Gue mau sarapan dikampus aja," ujar Jean seraya memasukan kotak styrofoam nasi goreng itu kedalam tas hitamnya.
"Iya gue juga."
Hingga pada akhirnya mereka memutuskan untuk memakan nasi goreng pemberian bu Mayang itu dikampus karena kalau makan di kost yang ada mereka bisa telat lantaran mereka menaiki kendaraan umum bukan kendaraan pribadi.
Selepas semuanya siap, mereka segera beranjak pergi untuk menuju kampus tidak lupa Harsa mengunci pintu utama kost tersebut. Selepas itu keenam pemuda tersebut berdiri dipinggir jalan untuk menunggu angkot lewat.
Saat sedang santai menunggu mobil angkot, tiba-tiba ada seorang kakek-kakek dengan pakaian lusuh dan karung yang terlampir dipundaknya itu mendekat kearah enam pemuda yang sedang berdiri dipinggir jalan.
"Kalian dikasih makanan sama Ibu kost itu ya?"
Keenam pemuda itu dibuat terkejut. Bagaimana bisa kakek ini tau? Kenapa beliau tiba-tiba bertanya seperti itu?
"Iya Kek," jawab Harsa mewakili. Meski dahinya berkerut kebingungan.
Kakek itu terdiam sambil menatap enam pemuda dihadapannya secara bergantian lalu berucap yang membuat keenam pemuda itu dibuat bungkam seribu bahasa.
"Jangan dimakan. Jangan pernah terima makanan apapun dari Ibu kost itu kalau tidak mau hal buruk terjadi sama kalian." tandas kakek itu lalu berangsur pergi begitu saja dari hadapan mereka berenam.
to be continued...
pencet bintangnya jangan lupa, kalian jangan jadi pembaca gelap yaa😾
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑹𝑶𝑶𝑴 𝑵𝑼𝑴𝑩𝑬𝑹 𝑺𝑬𝑽𝑬𝑵
HorrorTempatnya bagus, mewah, bersih, harganya juga murah, tapi....agak aneh. Awalnya biasa-biasa saja, tapi makin kesini mereka berenam selalu mengalami hal-hal ganjil. Mereka berenam kira pindah kost akan membuat suasana menjadi tenang dan damai. Namun...