Bian's
"Gue cuma bisa jawab seperempat soal UAS."
Waktu itu, tepat 10 menit setelah ujian berakhir, tepat juga 10 menit setelah murid Sevilla International School —yang katanya sekolah terbaik di Indonesia, berjalan keluar kelas dan terdengar saling mengeluhkan hal yang sama.
Keluhan itu bukan yang pertama, tapi salah satu dari sekian banyak keluhan yang gue dengar ketika gue berjalan ke arah parkiran, bedanya—yang satu ini cukup untuk membuat gue berhenti.
Dari mulai, tidak manusiawi-nya deretan angka yang selalu terdapat tanda koma pada setiap jawaban, lalu disusul dengan rentetan makian pada Sir Jacob—guru matematika, yang dinilai begitu kejam membuat soal—ujungnya malah memberi kritikan kepada pemerintah akan sistem pendidikan yang begini, begitu.
Lupa, karena isi kritikannya sampah—nggak mendasar.
Ternyata ada satu keluhan, yang otomatis membuat gue berhenti seketika. "Seperempat soal UAS."
Seperempat soal UAS katanya. Jumlah soal tersebut hanya terdapat 15 pilihan ganda dan 5 essay, jika gadis itu hanya dapat mengisi seperempat soal UAS, itu berarti dia hanya mampu menyelesaikan 5 soal, yaitu seperempat dari 20 total soal yang belum tentu semuanya benar. Bagaimana dengan soal lainnya? Baik, kita anggap gadis ini mampu menyelesaikan 4 soal pilihan ganda dan 1 soal essay , jika satu soal mendapat 5 point maka total keseluruhan point adalah 100 untuk 20 soal, maka 5 nomor yang dikerjakan dikali 5 point di dapat, maka nilai yang diperoleh gadis itu adalah..
Dua puluh lima.
Seriously?
Tanpa sadar, langkah henti gue didahului oleh gadis yang hanya dapat mengerjakan seperempat soal UAS. Ucapan seperempat soal UAS ternyata ditujukan kepada dua orang temannya yang berada di samping kanan dan kirinya, dari nadanya bercerita terdengar jelas seakan-akan tidak ada penyesalan di wajahnya. Sampai disitu cukup konyol, tapi ternyata nggak berhenti sampe situ, bukannya justru nampak layaknya seseorang yang baru saja gagal masuk perguruan tinggi impiannya, melainkan gelak tawa nyaring yang justru terdengar, seakan mengerjakan seperempat soal UAS bukan sebuah kegagalan dalam hidup.
Jika dilihat dari sini, hanya setengah wajah kirinnya yang terlihat, karna posisi dia —gadis itu, berjalan di hadapan gue. Punggung belakang yang menjadi pemandangan gue seutuhnya, jika dilihat dari belakang, ukuran badan dapat dikatakan kecil, berjalan dengan rok diatas lutut yang sudah jelas melanggar aturan, tas kecil yang bahkan hanya memuat dua buku tulis, juga rambut yang ..
Apa-yah bilangnya, rambut setengah terurai, setengah kepangan? kepangannya nampak tak biasa, terbagi menjadi dua bagian dan telihat cukup ... rumit, atau unik?
Gue mendengkus, melihat realita yang ada di sini—di Indonesia—bahkan di sekolah gue sendiri —yang lagi-lagi secara data adalah sekolah terbaik di Indonesia.
Jika dilihat, sepertinya gadis ini lebih mampu membuat karya seni rambut, daripada menjawab soal UAS yang seharusnya menjadi tanggungjawab seorang pelajar. Lucu ya, kenapa seseorang memilih menjadi pelajar jika tidak mau belajar.
"Bodoh." celetuk gue sambil menatapnya.
Pernah dengar soal Program for International Student Assessment (PISA) di bawah Organization Economic Cooperation and Development (OECD). Mereka mengadakan survei tentang kemampuan siswa dan sistem pendidikan. Hasil PISA 2018 mengatakan bahwa menurut OECD, di bidang matematika, sekitar 71% siswa tidak mencapai tingkat kompetensi minimum matematika (Indonesia).
71% dari 100% seorang pelajar tidak mencapai tingkat kompetensi minimum matematika, dan itu baru minimum.
Setelah mendengar pernyataan ini, ada satu pertanyaan yang pasti keluar. Pertanyaan yang juga sempat dikeluhkan oleh beberapa murid di sekolah ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Reasons To Stop In Love
Teen FictionAda beberapa hal yang harus lo hindari, saat berada di sekolah terbaik Indonesia; 1. Remedial 2. Ketangkep nyontek oleh Sir Hendry 3. Ngobrol sama Bianthara. Bian yang hobbynya kalau nggak belajar, ya pakai kaos polo. Bukannya mirip sama om-om anak...