EMPAT

96 51 17
                                    

Kayla's

Ketika kecil, gue suka diperhadapkan dengan pertanyaan random khusus anak kecil, seperti 'Kayla kalau udah besar mau jadi apa?' atau 'Kayla sukanya warna apa?' atau juga 'Kayla lebih sayang Papah atau Mamah?' dari semua pertanyaan itu, hanya terdapat satu pertanyaan yang selalu terngiang di kepala gue,


"Dari skala 1-100 Kayla sayang Papah Mamah berapa persen?"


Konyolnya Kayla kecil akan jawab, "95%" dan setelah itu mamah akan kembali bertanya "5% sisanya kemana?"

Dan jawaban Kayla kecil ternyata masih sama hingga 10 tahun kemudian,


"Buat Killa."


Dan jika ada yang bertanya, kenapa?

Karena Killa yang kasih bangku di hari pertama sekolah, disaat semua orang memiliki teman sebangkunya masing-masing. Killa juga yang rela bertukar bekal dengan Kayla kecil, karena punya Killa selalu terlihat lebih menarik.

Kirain akan berhenti sampai situ, ternyata—

Killa juga yang rela melakukan riset satu hari satu malam, hanya untuk mendapatkan informasi tentang cowo yang lagi deket sama gue.

Killa yang rela datang tengah malam, ketika tau gue lagi nangis sesegukan karena kisah percintaan drama bocah SMP yang ketauan bokap gue.

Killa akan selalu menjadi seseorang yang bilang, "Dasar cewe beban!" sambil memutar stir mobil menuju artland karena cat gue habis di tengah lukisan gue yang belum selesai.

Killa juga yang terang-terangan menyuruh gue block cowo yang lagi deketin gue, karena menurut dia nggak cukup baik—walaupun berakhir dengan perdebatan satu hari satu malam.

Killa yang selalu menjadi 'tumbal ijin' ketika gue nggak dibolehin pergi sama bokap —strict parent things. Killa yang selalu beda pendapat—nggak tau karna gue yang bego atau Killa yang terlalu mikir negative ke setiap orang, walaupun keesokannya masing-masing kita act like nothing happend.

Killa yang selalu bicara kejelekan gue with her another circle behind me, tapi dia juga yang bakal bahas seribu satu kejelekan gue keesokan harinya—di hadapan gue, karena dia nggak mau merusak prinsipnya yang bilang, "True friends don't talk behind your back."

Dari semua yang udah gue sebutin, cuma ada satu yang membuat gue bersyukur bisa dipertemukan dengan seseorang Killa. Yaitu, Killa juga yang rela hati membagi seluruh jawabannya dengan cuma-cuma. Walaupun jawaban Killa belum tentu benar dan cenderung lebih banyak salah, tapi gue menghargai sikap kerelaan hati dia yang nggak dimiliki oleh setiap manusia di bumi.

Mirip dengan situasi sekarang, disaat semua orang seketika berubah menjadi tuli dadakan, cuma Killa jadi satu-satunya orang yang merespon panggilan gue.

"Kill.. nomor terakhir nggak keliatan, ketutupan tangan lo." bisik gue dengan suara sepelan mungkin, karna Sir Hendry terkenal super galak.

Dan lagi, kayaknya gue harus mengucap syukur ke alam semesta sejagat raya, karna dipertemukan sama Killa yang bukan species tuli waktu ujian, dan kali ini Killa benar-benar menggeser tangan yang sempat menutup jawabannya.

"Time's up." Sir Hendry—guru fisika—meminta seluruh siswa untuk segera mengumpulkan kertas ujian, tepat setelah gue berhasil menyelesaikan semua jawaban.

Kuis dadakan yang di buat Sir Hendry membuat satu kelas—termasuk —dan terkhususnya gue—melontarkan keluhan karena nggak sempat belajar sama sekali—walaupun di kasih info H-1 juga nggak akan belajar sih.

The Reasons To Stop In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang