ENAM

100 56 24
                                    

Bian's

Eyang Putri pernah bercerita, ketika Eyang Kakung di wawancara salah satu stasiun televisi yang cukup terkenal pada masa itu, pertanyaannya sederhana, namun jawaban Eyang sukses membuat satu studio hening.



"Bagaimana rasanya, hidup bersama tujuh anak laki-laki?"

"Rasanya seperti memiliki simbol perwujudan, sumber kekuatan."




Lima belas tahun kemudian, Eyang kembali di wawancara pada salah satu stasiun televisi yang terkenal pada jaman itu, pertanyaannya tetap sederhana, namun jawaban Eyang sukses membuat satu studio hening menyimak.




"Bagaimana rasanya, memiliki 7 cucu laki-laki dan 1 cucu perempuan?"

"Rasanya seperti kamu memiliki simbol perwujudan sumber kekuatan, dengan sebuah penolong di dalamnya."





Waktu itu, kami masih kecil, tidak ada satupun di antara kami yang mengerti apa maksud ucapan Eyang. Sampai akhirnya 15 tahun berlalu, membuat kami mengerti apa yang dimaksud Eyang selama ini.

Mengapa perlu menghabiskan waktu 15 tahun hanya untuk 1 kalimat yang Eyang keluarkan?

Jawabannya, karena 18 tahun hidup menjadi Putra Bianthara yang kami dapati adalah makian, hinaan, pukulan, kedisiplinan, prinsip.

Mungkin itu semua adalah kesuraman bagi sebagian orang, tetapi bagi kami, itu adalah didikan, didikan untuk menjadi seorang laki-laki yang ... utuh.

"Biarlah kamu menangis, tapi air mata itu jangan pernah jatuh di hadapan anak dan istrimu kelak, karena kamu yang menjadi si penghapus air mata."

Eyang adalah sosok dibalik kata proses. Kata Eyang, hasil tidak akan menghianati proses, kecuali kita yang lebih dulu menghianati proses dengan berhenti berproses.

Eyang juga pernah berkata kalau 'laki-laki' sejati adalah 'the giver' atau pemberi, pria sejati akan memberi dengan tulus tanpa meminta balasan yang setimpal. Begitu kira-kira kata Eyang, yang membuat kita terlatih sedari dulu untuk memberi.

Eyang hidup sendiri. Seumur hidupnya hanya di habiskan pada satu wanita yang sudah lebih dulu meninggalkannya. Kata Eyang, cinta hanyalah sekumpulan hormon yang membuat kita menjadi bodoh—setidaknya itu juga yang gue percaya sampai detik ini.

Eyang selalu mengajarkan kepada seluruh Putra Bianthara, bagaimana menghidupkan hidup.

Satu pesan Eyang yang selalu menjadi prioritas bagi seorang Putra Bianthara.

"Kamu hanya memiliki satu kesempatan untuk membawa gadis yang akan kamu nikahi."

Berujung tak ada satupun dari kami yang berani membawa seorang gadis ke hadapan Eyang, sekalipun itu Bang Raksa—cucu pertama.

Lambat laun Eyang tidak lagi hidup sendiri, melainkan berdua dengan asisten pribadinya. Eyang begitu menghormati waktu bersama keluarga, Eyang penganut prinsip "A man who doesn't spend time with his family can never be a real man."  dan sialnya, prinsip itu juga yang diwarisakan pada kami.

Biasanya Eyang akan mengajak makan malam atau yang sering kami sebut dengan 'Panggilan kepada cucu Putra Bianthara' lalu juga terdapat pertemuan-pertemuan penting yang akan Eyang selenggarakan pada waktu tertentu untuk membahas terkait hal-hal  serius, atau juga pertemuan darurat yang akan dilakukan pada saat itu, ketika salah satu Putra Bianthara berulah.

Pertemuan kali ini ternyata masuk dalam kategori pertemuan darurat, untungnya kali ini bukan Ares yang menjadi si terdarurat.

Eyang yang belum hadir dalam ruang makan membuat suasana masih terkendali dan nampak bebas, Ares yang duduk di samping gue, menyenggol lengan gue sambil mengangkat ponselnya ke hadapan gue, seperti ingin memberi tahu sesuatu akan apa yang ada di layarnya.

The Reasons To Stop In LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang