Amara kembali ke hotel dengan raut datar. Tanpa berkata apa-apa, gadis itu meletakkan buku yang ia beli tadi ke atas kasur, lalu langsung masuk ke kamar mandi. Dia ingin menghangatkan badan setelah terpapar udara dingin lumayan lama. Seakan teh hangat yang ia minum setelah hujan tadi tak cukup menghangatkan badannya.
Nana yang sudah lebih dulu tiba di kamar pun langsung tergelak melihat kelakuan temannya. Dari reaksi datar, dan langkah yang terlihat gontai, Nana tahu bahwa perempuan itu tidak terlalu menikmati hari ini. Entah itu karena orangnya, atau karena cuaca yang tidak bersahabat.
Setelah dua puluh menit mendekam di dalam kamar mandi, Amara keluar dengan piyama panjangnya, dan rambut terlilit handuk. Wajahnya sudah tidak sedatar tadi. Berarti dia sedang dalam keadaan aman untuk dikulik.
"Kenapa lo?"
Amara mengangkat sebelah alisnya bingung.
"Muka lo kusut banget dari awal masuk. Kenapa?" Nana memperjelas pertanyaannya.
"Capek. Banget. Energi gue terkuras banyak hari ini," jawab Amara sambil membuka plastik yang membungkus novel barunya.
"Nggak match energinya?" Pertanyaan itu langsung dijawab dengan anggukan oleh Amara yang membuat Nana reflek tertawa. "Padahal oke gitu..."
"Oke, sih, oke. Tapi gimana, ya... Namanya juga baru ketemu sekali. Mungkin emang belum terbiasa aja."
"Lah, sama si Arga dari awal ketemu fine-fine aja."
"Ya, bedalah!" tandas Amara sambil mendelik tak terima. Delikannya melebar saat dia teringat akan sesuatu. "Lo juga kenapa ninggalin gue? Mana yang katanya bakal ngikut kemana aja?"
Mendengar itu, Nana sontak menyemburkan tawa. "Ya, maaf. Habisnya kasur ini terus-terusan memanggil untuk segera ditidurin, sih..." kilah Nana masih dengan sisa tawanya.
Amara berdecih seraya merotasikan kedua bola matanya malas. "Emang harusnya gue nggak percaya sama lo. Menyesatkan," gerutunya.
"What's wrong with him?"
"Nggak ada yang salah sama dia." Amara mulai lelah dengan pertanyaan berulang itu. Kesabarannya yang setipis tisu itu selalu saja diuji di saat dia sedang dalam keadaan lelah.
"Terus?"
"Ya gue cuma belum terbiasa. Punten nih, ya, jangankan sama dia, sama lo aja kan gue juga butuh waktu buat ngerasa nyaman. Malah awalnya juga gue risi kali setiap dekat sama lo. Back then, even when I see your face, it already absorbing my energy so freaking much tho!"
Jawaban yang diutarakan dengan berapi-api itu tentu membuat tawa Nana meledak. Memang mudah memancing emosi Amara yang memiliki kesabaran setipis tisu dibagi empat. "Kalem, woy... Inhale, exhale, buruan," ucap Nana dengan sisa tawanya.
Meski jengkel, Amara tetap menuruti saran sahabatnya. Dia menarik napas panjang, lalu dihembuskan secara perlahan. Itu diulang beberapa kali sampai dongkolnya mereda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi Hello, Humble!
General Fiction"Hi hello~ Nice to match you!" Entah untuk yang keberapa kalinya Amara mengirimkan kalimat itu pada partner match-nya di aplikasi kencan daring bernama Humble. Sesuai namanya "Humble", di aplikasi ini pihak perempuanlah yang diharuskan untuk menurun...