2. Tenggara

159 118 134
                                    

"Ca, ayo bangun ikut Mas jalan!"

Aish, saudara macam apa yang membangunkan adiknya dengan memukulkan bantal ke wajahku. Padahal aku berencana tidur hingga larut. Mengingat bahwa sekarang liburan semester sudah dimulai.

Dengan mata setengah terpejam aku bangun menuju kamar mandi untuk membasuh wajahku. Sore hari seperti ini, memangnya akan berkunjung kemana? Mengingat bahwa aku sudah terlalu hapal dengan Kota Jogja.

Di bawah sinar senja Kota Jogja, aku duduk di jok belakang motor nya. Berpegangan pada pinggang saudaraku.

"Kita mau kemana Mas?" tanyaku saat sedang menikmati udara Kota Jogja.

"Mau menikmati Jogja." Jawabnya dengan kekehan kecil.

Hampir satu setengah jam kami mengendarai motor milik saudara aneh ku itu. Sampai pada akhirnya berhenti di sebuah rumah sederhana dengan banyak motor yang terparkir di depannya.

Aku turun, menunggu kakak laki-lakiku memarkirkan motor miliknya. Dari luar terlihat cukup ramai dengan orang-orang seumuran ku atau seumuran kakak laki-lakiku.

Kami berjalan menuju rumah itu, disambut hangat ketika sampai di kerumunan teman-teman saudaraku itu.

"Apa kabar brother?" sambil mengangkat tangannya, seorang pria berjaket navi dengan rambut hitam rapi, bertanya kepada kakak laki-lakiku.

Awalnya ku kira ini tempat para preman, ternyata aku salah. Justru penghuninya seperti berpendidikan. Ya, dari sini aku belajar bahwa kurang tepat jika menilai sesuatu dari luarnya saja tanpa tau bagaimana dalamnya.

Satu-persatu dari mereka menyalami saudaraku, Mas Ariel. Lebih gampangnya bisa juga dipanggil Mas El. Namun, ketika aku hendak bersalaman dengan salah satu temannya, Mas El menyerobot duluan.

"Bocil gue ni," ku lihat tatapannya tajam. Seperti tidak mengikhlaskannya jika aku bersalah dengan temannya itu.

Seketika, pemuda itu meminta maaf kepada kakak laki-lakiku, sedangkan yang lain mungkin menahan agar tidak tertawa.

"Haha santai aja bro, kaga usah minta maaf segala kali."

Seketika rumah itu penuh dengan tawa teman-teman Mas El. Rasanya hangat bisa berkumpul dengan orang-orang seperti mereka, beberapa ada yang sedang di luar. Aku diam di samping Mas El, menyimak apa yang mereka bicarakan. Sesekali mereka menggoda Mas El dan aku sebagai alasannya.

✿✿✿

"Banyak cemilan, Mas. Aca suka di sini," Mas El menjitak kepalaku ketika bisikanku terdengar olehnya. Hanya cengiran sebagai jawabanku.

Aku merasa mulai mengantuk, oleh karena itu ku putuskan untuk menuju ke teras rumah. Dan melihat seorang laki-laki duduk sendirian di bangku kayu dengan secangkir kopi di depannya. Dia tersenyum lalu menyapaku.

"Hai, kita ketemu lagi." Senyuman yang kulihat dari wajahnya dan lambaian tangan, membuat ku tersenyum membalas sapaannya.

"Mari duduk denganku?"

Tawarnya dengan menepuk-nepuk bangku sebelah tempat duduknya. Aku mengangguk, dan kami duduk bersebelahan. Sama seperti di kampus dulu. Iya, dia adalah orang yang sama ketika aku mencari novel yang hilang.

Aku menoleh melihatnya sedang menatap ribuan bintang di langit. Tidak sadar bibirku terangkat, senyum tipis yang mungkin tidak terlihat.

"Mau ngapain?" tanyaku tiba-tiba. Dia tersenyum, lalu melihat ku yang setia menatapnya.

"Mau sedekah ke nyamuk." Kekehan kecil yang muncul dari dirinya, membuat sudut bibirku terangkat.

"Biar dapet pahala ya?" sambil memperlihatkan gigi kecil ku, aku membalas perkataannya.

Aeonian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang