3. 23 April 2021

177 119 126
                                        

Siang itu, aku duduk ditemani buku di bangku tua kesukaanku. Buku kali ini berbeda, bukan novel romansa seperti biasanya. Melainkan buku-buku tebal sesuai mata kuliah yang aku ikuti.

Sejak pertemuan ku dengan Gara di rumah itu, aku tidak pernah melihatnya dalam dua bulan belakangan ini. Tapi, tidak pernah absen, dia selalu mengirimkan ku surat setiap minggunya.

Mulai dari perjalanannya setiap hari, bahkan kegiatan-kegiatan yang dilakukan olehnya ditulis di dalam surat itu. Aku tidak pernah membalasnya, setelah suratnya ku baca hanya ku simpan dalam laci meja belajarku.

Entahlah, mengapa juga aku memikirkannya. Tiba-tiba, ada satu mahasiswa menghampiriku dan memberikan kertas kecil kepadaku.

Dia bilang bahwa itu dari seseorang, kemudian pergi begitu saja. Ku buka surat itu dan menembak-nebak dari siapa. Aku pikir, aku tahu ini dari siapa.

"Kangen ya?" begitulah isinya, aku hanya tersenyum membacanya, mencari-cari sosok orang yang mengirimkan surat itu.

Tidak lama setelahnya, dia muncul. Membawakan susu kotak dan diberikan kepadaku.

"Diminum ya!" katanya sambil mengacak rambutku pelan, lalu dia duduk di sebelahku.

"Kemana aja?"

Aku melihatnya yang sedang mengotak-atik buku-buku di depanku. Mendengar pertanyaan dariku, dia tersenyum dan menyenderkan punggungnya.

"Jawab dulu pertanyaannya tadi, Ca. Kangen kan sama aku?"

"Ih engga, kepedean kamu mah." Dia hanya terkekeh menanggapi jawabanku.

"Ca, selesai kelas jam berapa?"

"Sekitar jam dua kayanya, emang kenapa?"

"Mau aku ajak ketemu Bang El." Aku menatapnya heran,

"Udah ketemu di rumah tadi pagi." Jawabku dengan merapikan buku-buku di depanku.

"Sore kan belum?"

"Ya udah, selesai kelas aku tunggu di gerbang, oke?"

Aku berdiri, melangkah menjauh darinya. Mata kuliah terakhir hari ini kan segera dimulai. Dia tersenyum mengacungkan ibu jarinya, tidak lama dia berdiri dan melangkah berlawanan arah denganku.

✿✿✿

"Cewe, ikut Abang yuk!"

Aku menoleh mendapati Gara yang sedang duduk di atas motor dengan mengedipkan sebelah matanya ke arahku. Persis seperti laki-laki hidung belang yang menggoda perempuan di jalan.

"Aih, buaya." Kataku dengan memutar bola mata malas.

"Tapi kan buaya setia, Ca. Berarti aku setia dong?"

"Gatau, belum mastiin aku mah."

Dia tertawa, lalu menarik tanganku untuk mendekat kepadanya. Lalu menyodorkan helm warna putih dengan selingan warna biru.

"Nih pake dulu helmnya, nanti kalo jatuh kepalamu benjol."

Aku menerima helmnya, namun tidak tahu mengapa aku malah diam membeku di depannya. Dia tersenyum, lalu mengambil alih helmnya dan memakainya di kepalaku.

"Eh..."

"Jangan kebanyakan bengong, Ca. Nanti diseruduk hantu mau?" katanya tiba-tiba.

"Engga, lagian mana ada hantu bisa nyeruduk orang?" sambil naik di jok motor belakangnya, aku menanggapi ocehannya.

"Ada, nanti aku panggilin deh."

"Jangan ngawur deh, Gar. Udah ayo jalan!"

Aku menepuk bahunya. Setelah itu dia memegang tanganku, sambil diarahkan ke pinggangnya, dan berkata,

Aeonian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang